Lukisan George Sheridan Knowles, Bubbles, 1914
“Urusan segala seni adalah membawa sesuatu kepada eksistensi, dan praktis suatu seni melibatkan studi tentang bagaimana membawa eksistensi sesuatu hal yang mampu memiliki eksistensi yang demikian dan memiliki causa efisiennya di dalam sang pembuat dan bukan di dalam dirinya sendiri”
Aristoteles
Natura causa efisien
Forma adalah prinsip ada. Namun agen atau causa efisien juga dapat dikatakan sebagai prinsip ada karena agen adalah itu membuat atau menjadikan ada di dalam aktualitasnya. Maka, causa efisien dapat didefinisikan sebagai itu yang olehnya sesuatu hal berasal; itu yang mengaktualkan atau yang menyebabkan sesuatu hal berubah dari potensi menjadi aktus. Definisi tersebut menegaskan bahwa causa efisien dalam konteks ens commune adalah penyebab perubahan-menjadi (baca: causa fiendi) suatu efek tetapi bukan penyebab perubahan ens secara langsung (baca: causa essendi). Sebab aksi sang agen adalah aksi dari substansi komposisi (ciptaan), bukan ipsum esse subsistens. Causa fiendi berarti agen menarik suatu forma dari potensi suatu materi melalui perubahan contoh ketika seorang pemahat membuat patung bebek marmer. Pemahat adalah causa fiendi karena pemahat memberi bentuk atau mengaktualkan materi marmer. Causa essendi adalah itu yang mana tergantung ada suatu hal seperti eksistensi cahaya di udara tergantung kepada matahari sehingga ketika seandainya matahari hilang cahaya udara pun lenyap.
Sebagai causa fiendi, aksi agen ciptaan hanya secara efek dan bukan secara causal untuk menghasilkan suatu realitas baru (dalam kasus generasi) atau hanya mendapatkan properti bagi ada lewat ada yang sudah mengada (dalam perubahan aksidental). Maka, ketika segala aktivitas agen ciptaan berhenti, efek tetap ada dan berlangsung di dalam ada dan itu berarti bahwa efek aktual menyatakan lepas bebasnya dan tidak tergantung kepada causa yang menghasilkannya. Hal ini dapat dijelaskan dengan contoh berikut ini: Seorang pembangun tentu adalah penyebab rumah dalam proses menjadinya rumah tersebut (causa fiendi) tetapi dia bukan causa langsung untuk ada rumah (causa essendi). Mengapa? Jelaslah bahwa ada rumah mengikuti forma rumah yang terjadi dari komposisi dan tatanan materi, maka forma rumah merupakan konsekuensi qualitas natural dari materi-materi tertentu. Sebab si pembangun membangun rumah dengan menggunakan semen, batu, kayu yang adalah materi-materi yang mampu menerima dan mempertahankan komposisi dan tatanan yang diberikan oleh si pembangun. Ada rumah tergantung kepada natura material-material tersebut, seperti halnya model rumah atau proses menjadinya rumah tergantung pada aksi pembangun. Tetapi setelah aktivitas membangun selesai, ada rumah berlangsung dan terjaga tidak lagi bergantung kepada aksi sang agen. Di sini agen hanyalah sebagai causa fiendi dan berlaku bagi semua ada ciptaan.
Hal yang sama berlaku pula untuk proses generasi. Contohnya, manusia melahirkan manusia, api melahirkan api. Di dalam proses generasi, forma adalah tindakan utama dari substansi korporal. Generasi itu sendiri dilihat sebagai jalan yang dengannya efek menjadi aktual yaitu menerima suatu substansi baru. Konsekuensinya, ketika aksi sang agen di dalam generasi dihilangkan, transisi dari potensi kepada aktus yang adalah proses menjadinya ada dari generasi akan berhenti, tetapi forma itu sendiri yang melaluinya yang dilahirkan memiliki esse tidak berhenti. Dengan demikian, ketika aksi sang agen di dalam generasi berhenti, ada dari hal-hal masih tetap berlangsung, tetapi tidak untuk proses menjadi mereka: proses menjadi berhenti[1].
Causa efisien sebagai causa fiendi juga berperan di dalam perubahan aksidental. Misalnya sang pembangun mengecat rumah yang dibangun dengan warna putih sehingga warna rumah menjadi putih menawan. Rumah berwarna putih adalah suatu aksiden baru dari substansi (rumah) yang diaktualkan oleh causa efisien.
Proses dan peran causa efisien sebagai causa fiendi menjelaskan pula bahwa dalam proses perubahan-menjadi terpatri suatu fakta bahwa ketika dua hal merupakan species yang sama (misalnya dua bunga mawar), maka yang satu tidak dapat menjadi causa formal untuk forma hal yang lain secara langsung karena species hanya dapat menghasilkan forma untuk dirinya sendiri (forma dat esse), bukan untuk hal yang lain. Species hanya dapat menjadi causa bagi hal yang lain dalam koridor bahwa materi menerima forma ini atau materi mensyaratkan forma di bawah aksi agen (causa efisien). Ketiga elemen tersebut (materi, forma, dan agen) adalah kemutlakan. Contohnya: manusia melahirkan manusia, api menyebabkan api[2]. Contoh ini mau mengatakan bahwa di dalam species yang sama, lahirlah efek yang sama pula tetapi membutuhkan causa efisien. Artinya generasi (manusia, api) adalah causa efisien yang memiliki kesempurnaan spesifik tetapi sekali lagi bahwa causa efisien bukanlah causa untuk ada (causa essendi) melainkan hanya causa fiendi. Sebab aktivitas di dalam generasi selalu dan definitif membutuhkan obyek yang sudah ada. Tanpa adanya obyek yang sudah ada generasi tidak akan berlangsung atau causa efisien tidak akan menemukan causalitasnya. Jika sang agen menghasilkan perubahan aksidental, dia membutuhkan suatu obyek yang sudah mengaktual yang akan dipengaruhi oleh perubahan aksidental tersebut. Jika akan melahirkan suatu substansi baru, maka dia membutuhkan suatu materi utama yang darinya dia dapat memberikan forma substansial baru. Jadi, generasi substansi korporal itu membutuhkan materi. Misalnya api melahirkan api di dalam substansi material yang lain; tanaman tumbuh dari benih dengan bantuan elemen-elemen lain yang disediakan oleh material-material tanaman itu sendiri; manusia melahirkan manusia dengan sarana tubuh mereka dan kelahiran manusia terjadi karena adanya persatuan di antara dua agen causa efisien (laki-laki dan perempuan).
Causa fiendi itu tidak dapat terjadi jika tidak ada causa efisien yaitu aksi pelaku. Agen natural selalu bertindak dengan mentransformasi sesuatu atau hanya dengan mengubah realitas yang sudah ada, bukan menghasilkan ada dari non-ada (ketiadaan) baik di dalam hal aksidental maupun generasi suatu ada baru.
Di dalam causa fiendi peranan sang agen ditunjukkan dengan jelas: sang agen dapat bertindak sesuai dengan kesempurnaan ataupun kurang sempurna berdasarkan speciesnya, tetapi definitif bahwa dalam aktivitasnya tidak ada agen yang dapat melampaui tingkat kesempurnaan dalam hubungan dengan speciesnya. Selain itu kekuatan causa efisien terbatas pada potensi materi yang mampu ditransformasi atau diubahnya. Misalnya keahlian seorang pemahat akan terhambat oleh qualitas marmer yang jelek yang akan dia pahat. Causa efisien dari substansi korporal itu terbatas oleh kapasitas mereka dan kondisi subyek yang mana causa efisien bertindak atasnya.
Walaupun demikian, causa dari substansi korporal adalah causa yang nyata. Jadi, mengatakan bahwa causa substansi korporal menyebabkan suatu substansi baru juga adalah valid karena meskipun forma adalah finalitas dari aksi generasi, efeknya menghasilkan suatu substansi baru karena efek causalitas substansi korporal selalu membuka forma. Jadi di sini kita juga melihat causa essendi.
Aktivitas sebagai fundamen causa efisien
Causa efisien menggaris-bawahi bahwa aktivitas, tindakan, aksi agen memiliki peran vital dalam proses menjadi-perubahan. Aktivitas berarti mengaktualkan, mengkonkretkan sehingga aktivitas menyempurnakan ada karena sesuatu dikatakan sempurna ketika dia beraksi. Menurut metafisika, aktivitas terdistingsi menjadi aksi dan operasi di mana keduanya memiliki keunikan masing-masing. Distingsi aktivitas berasal dari naturanya yaitu aktivitas subjek yang keluar yang mempengaruhi subjek lain yang disebut transient action dan aksi subjek yang tinggal di dalam subjek itu sendiri yang disebut immanent operation. Aquinas membuat perbandingan antara transient action dan immanent operation dengan matahari yang bersinar dan matahari yang menyinari. Matahari yang bersinar (lucere) merupakan operasi yang ada di dalam matahari sementara matahari yang menyinari (illuminare) merupakan suatu aksi yang keluar menuju hal exterior dan mengubah hal exterior terserbut.[3]
- Aksi (transient action)
Aksi berasal dari agen dan hasil dari aksi mempengaruhi objek external dengan cara mentranformasi, mengubah bahkan menyempurnakan objek tersebut. Contoh aksi menerangi, menyinari. Dalam bahasa Latin aksi diterjemahkan dengan facere, dan dalam bahasa Yunani poesis. Transient action menunjukkan kesempurnaan suatu efek daripada causa. Prinsipnya, sekali subjek meraih kesempurnaan intrinsiknya dalam cara yang sedemikian rupa maka subjek mampu menanamkan dan memberikan kesempurnaan yang sama kepada yang lain sebagai hasil dari aktualitasnya. Aksi bola billiard kepada bola billiard yang lain.
- Operasi (immanent operation)
Adalah tindakan-tindakan yang menghasilkan efek di dalam sang agen sehingga menyempurnakan sang agen. Misalnya: berpikir, belajar, mendengarkan musik; akibatnya ketika sang agen belajar, sang agen mendapatkan pengetahuan baru, ketika ia mendengarkan musik ia menjadi senang. Jadi immanent operation lebih menunjukkan kesempurnaan suatu causa daripada efek karena dari agen untuk agen sendiri. Maka, immanent operation lebih merupakan qualitas daripada aksi karena qualitas sebagai aksiden menyempurnakan substansi. Operasi dalam bahasa latin diterjemahkan dengan agere sementara dalam bahasa Yunani sebagai praksis.
Transient action merupakan hasil dari kesempurnaan intrinsik hal-hal dan kadang kala pula merupakan hasil dari operasi-operasi. Misalnya, orang yang mengetahui (operasi) dapat mengajar orang lain (aksi). Makhluk hidup dapat mentransimisikan kehidupan (generasi).
Fundamen aktivitas causa efisien
- Esse
Esse adalah sumber dan dasar segala operasi dan aksi karena esse adalah aktualitas dari substansi. Dalam koridor ini bisa dikatakan bahwa aksi mengikuti esse (operari sequitur esse). Konsekuensinya, semakin sesuatu hal itu berpartisipasi di dalam esse semakin luas dan efektif aksi dan operasi-tindakannya. Maka, aktivitas, aksi Tuhan paling sempurna karena ia adalah ipsum esse subsistens. Tindakan manusia lebih penuh dan lebih luas dibanding dengan segala hal yang lain karena partisipasi esse manusia lebih luas dan lebih efektif dibanding ciptaan-ciptaan yang lain. Sebaliknya, juga bahwa semakin kecil partisipasi kepada esse, semakin sedikit pula aktivitasnya. Maka, materi utama tidak bertindak dan beraktivitas karena memiliki partisipasi esse yang paling kecil.
- Natura sebagai prinsip unik operasi
Natura ditentukan dan dikarakterkan oleh forma substansial. Sebagai contoh, natura manusia adalah jiwanya sehingga jiwa merupakan forma substansial manusia. Konsekuensinya, aktivitas ada ditentukan pula oleh forma substantial sehingga forma substansial dapat dikatakan sebagai prinsip unik operasi-tindakan. Cara yang mana sesuatu beraksi dan beraktivitas berasal dari tingkatan kesempurnaan forma yang terdapat di dalam adanya. Maka, binatang tidak dapat berpikir dan batu tidak dapat merasa karena mereka tidak memiliki forma substansial yang dapat membuat mereka berpikir ataupun merasa. Dengan demikian, aktivitas mencerminkan dan mempresentasikan keberadaan substansi. Ayam berkokok, sapi mengembik, manusia berpikir dan berperasaan dengan akal budi karena memiliki forma substansial yang memampukan mereka bertindak demikian.
Walaupun karakteristik aktivitas ditentukan oleh forma substansial dan bersumber dari esse, namun sang subjeklah yang bertindak. Subjek yang dimaksud di sini adalah ada yang terdiri esse dan esensi, jadi bukan forma substansial ataupun esse. Aksi selalu menjadi kepemilikan komposisi dan komposisi menggunakan seluruh fakultasnya dalam bertindak atau beraksi. Alasannya itu yang mengadalah yang bertindak dan yang mengada selalu terdiri dari komposisi. Penulis menulis sebuah buku maka yang bertindak menulis di sini bukan hanya pikirannya, imajinasinya, memorinya, forma substansialnya tetapi seluruh diri dan fakultas-fakultas yang dimilikinya sebagai satu kesatuan.
Aktivitas mencakup fakultas dan esensi
Dalam segala operasi dan tindakannya, forma substansial menyertakan satu atau lebih fakultas sebagai prinsip operasinya. Individu melihat melalui fakultas penglihatan, mendengar melalui fakultas pendengaran, dan seterusnya. Bisa dikatakan bahwa fakultas-fakultas tersebut memang berakar pada forma substansial walaupun fakultas-fakultas tersebut tidaklah sama dengan forma substansial. Maka, forma substansial termasuk juga esse bukanlah satu-satunya prinsip untuk aktivitas. Manusia mendengar, menulis, berpikir, dan seterusnya. Jadi, prinsip aktivitas adalah fakultas-fakultas yang mana kemampuan fakultas-fakultas untuk mengaktual berasal dari forma substansial.
Ada perbedaan antara esensi (materi dan forma) dengan fakultas-fakultas. Adanya perbedaan antara esensi dengan fakultas-fakultas di dalam aktivitas menegaskan bahwa aktivitas hanyalah aksiden. Ada identitas antara esse dan operasi di dalam segala substansi ciptaan karena esensi dari ciptaaan bukan eksistensinya. Akibatnya, di dalam substansi ciptaan memuat perbedaan antara ada dan aksi. Perbedaan di antara keduanya dapat dilihat sebagai berikut: segala hal memiliki satu ada, sementara operasi-operasi mereka bermacam-macam. Aksi tidak bersifat berkelanjutan di dalam waktu, tetapi aksi lewat di dalam waktu, sebaliknya esse dan subjek bersifat permanen dan stabil, jika being sama dengan aksi maka tidak ada lagi perbedaan antara aksi dan ada, misalnya ketika anjing menyalak, anjing tidak lagi menjadi anjing karena aksi dan ada adalah sama[4]. Adanya perbedaan antara ada dan aksi di dalam ciptaan semakin mengukukuhkan bahwa aktivitas hanyalah aksiden: aksi menyempurnakan ada, aksi mempresentasikan subjek.
Tidak demikian dengan Tuhan. Tidak ada perbedaan antara esse Tuhan dan aksi-Nya karena ada-Nya adalah ada yang sempurna dan ipsum esse subsistens. Kebijaksanaan-Nya adalah aksi-Nya; kasih-Nya adalah aktivitas-Nya. Aksi-Nya mengatasi dan mentransendensi ruang dan waktu sehingga aksi-Nya adalah kekal.
Causa efisien mensyaratkan causa final
Sebagaimana yang telah kita bahas bahwa materi tidak akan mendapat forma atau tidak akan diaktualkan oleh forma kecuali ada peranan causa efisien, sebab tidak ada sesuatu pun yang mampu membawa dirinya sendiri dari potensi kepada aktus. Tetapi juga bahwa agen tidak akan beraksi, bertindak dan beraktivitas jika tidak memiliki intensi akan tujuan akhir (causa final) karena kesempurnaan yang terakhir berada di dalam pencapaian akan tujuan akhir.
Efek segala tindakan dinilai dari tujuan akhirnya sehingga lewat tindakanlah pencapaian akan tujuan akhir dicapai. Causa final itu menyusup baik di dalam transparent action dan immanent operation. Konsekuensinya, selalu terdapat pergerakan agen yang bertendensi kepada finalitas. Pelaku disebut sebagai causa dikarenakan kaitannya dengan finalitas.
Lalu apa yang menjadi tujuan atau finalitas dari causa efisien? Pada prinsipnya dan secara natura, finalitasnya selalu adalah kebaikan, kebenaran, keindahan; setiap agen memiliki intensi dan tujuan kepada kebaikan, kebenaran, keindahan baik secara langsung maupun tidak langsung. Itulah yang menggerakkan agen untuk bertindak, berkarya, beraktivitas[5].
Oleh karena segala yang ada kepunyaan Tuhan sebagaimana mereka dibawa kepada eksistensi oleh-Nya, maka Tuhan sendiri yang akan mengarahkan segala yang ada kepada tujuan akhir baik lewat penyelenggaran ilahi (untuk ada-ada anorganik dan binatang-tumbuhan) maupun secara bebas (untuk manusia)[6] . Jelas bahwa causa efisien selalu mensyaratkan causa final.
Tipe causa efisien
- Causa aktus pertama dan causa aktus kedua
Causa aktus pertama adalah ada yang merupakan causa sementara causa aktus yang kedua adalah itu yang menjadi causa selagi beraksi. Sebuah obat di dalam tabung farmasi adalah causa penyembuhan aktus pertama, obat selagi bekerja pada organisme adalah causa di dalam aktus kedua.
- Causa essendi dan causa fiendi
Causa essendi adalah itu yang mana tergantung ada suatu hal; causa fiendi adalah itu yang mana tergantung terjadinya ada atau permulaan ada. Contoh causa essendi adalah udara; udara adalah causa essendi untuk pernafasanku karena seandainya udara lenyap, aku berhenti bernafas. Konstrukstor rumah adalah causa fiendi untuk sebuah rumah.
- Causa total dan causa parsial
Causa total adalah itu yang dari dirinya sendiri cukup untuk menghasilkan efek, causa parsial adalah itu yang juga menghasilkan efek, tetapi tidak cukup dari dirinya sendiri untuk menghasilkan efek, jadi membutuhkan causa lain. Mata bukanlah causa total dari penglihatan karena untuk melihat dibutuhkan juga terang dan obyek yang dapat dilihat.
- Causa per se dan causa per accidens
Causa per se adalah causa sesungguhnya, itu yang menghasikan efek, causa per accidens adalah itu yang adalah fakta, tetapi bukan sebagai kepastian, itu yang terlebur pada causa sesungguhnya (causa per se). Misalnya seorang dokter karena hobinya ia membuat radio, hal kedokterannya tidak bisa dikatakan sebagai causa per se untuk radio. Dokter yang membuat radio adalah causa per accidens untuk radio karena kualitas kedokterannya tersatukan talenta teknik sebagai pembuat radio. Sebaliknya seorang dokter adalah causa per se untuk sebuah diagnosis kesehatan atau penyembuh sebuah penyakit. Belajar adalah causa per se untuk pengetahuan dan causa per accidens untuk kebanggaan akademis.
Melihat contoh di atas, efek aksidental terjadi karena dua hal: dari pihak causa atau dari pihak efek:
- Dari pihak causa: suatu causa per accidens merupakan segala sesuatu yang tersatukan dengan causa per se tetapi natura causa per accidens tidak termasuk sebagai suatu causa. Maksudnya, causa per accidens tidak memproduksi efek tetapi hanya disatukan di dalam causa per se seperti contoh dokter yang membuat radio.
- Dari pihak efek: memang terjadi causa per accidens ketika suatu efek dari sebuah causa disertai dengan efek yang lain yang mana efek lain tersebut bukanlah berasal dari causa yang berlangsung (causa per se). Hal ini dapat berlangsung dalam tiga cara[7]:
- Menghilangkan sesuatu yang menghalangi efek sehingga causa dapat mencapai tujuan natural dan spesifiknya. Misalnya, seorang pelayan yang membawa lampu adalah causa per accidens untuk jatuhnya lampu, dan causa sebenarnya (causa per se) yang membuat jatuhnya lampu adalah kekuatan gravitasi antara lampu dan bumi.
- Efek-efek sekunder yang terjadi secara kebetulan. Hal ini terjadi ketika efek sesungguhnya dari suatu causa disertai efek lain yang tidak dibutuhkan oleh causa utamanya (causa per se). Jika seorang nelayan selagi menangkap ikan menemukan harta karun, maka penemuannya akan harta karun tidak bisa dikatakan sebagai efek sesungguhnya tetapi hanya sebagai efek khusus.
- Causa per accidens yang terjadi karena keserempakan dalam waktu. Dalam konteks ini tidak ada relasi nyata di antara dua efek tetapi hanya suatu keserempakan temporal sehingga seolah-olah terjadi ikatan atau hubungan real di antara efek-efek. Semakin majunya suatu negara, semakin sekulernya negara tersebut sehingga memudarnya peran agama. Bersamaan dengan itu beberapa orang menyatakan bahwa negara akan maju dan berkembang pesat jika negara itu semakin sekuler atau meninggalkan agama.
Pentingnya causa efisien dalam proses menjadi
Ada yang berada di dalam proses menjadi tidak menjadi dari dirinya sendiri tetapi berasal dari sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain adalah itu yang membuat ada berubah dari potensi menjadi aktus. Proses perubahan dari potensi ke aktus ini disebut pergerakan sehingga setiap ada yang berada di dalam proses menjadi digerakkan oleh sesuatu yang lain. Si penggerak ini disebut juga sebagai causa efisien, jadi segala sesuatu yang menjadi karena ada causa atau disebabkan. Manusia dari manusia, musik dari musik selalu berasal dari suatu penggerak, dan penggerak ini telah menjadi aktus. Dengan demikian prinsip metafisika causalitas justru dibuka dan dinyatakan oleh prinsip menjadi.
Maka, bertanya apakah kausa sesuatu hal sama dengan bertanya apakah yang menyebabkan sesuatu menjadi satu, karena masing-masing hal adalah satu dalam pengertian bahwa sesuatu itu adalah suatu ada. Potensi dan aktualitas adalah satu karena yang potensial akan menjadi aktual. Oleh karena itu, tidak ada causa lain yang menghasilkan kesatuan hal-hal yang terdiri dari materi dan forma kecuali causa yang menggerakkan dari potensi menuju aktualitas[8] yaitu causa efisien.
Tuhan adalah causa fiendi sekaligus causa essendi
Dalam hal tertentu, causa efisien tidak hanya sebagai causa fiendi tetapi juga causa ada (causa essendi) karena ketergantungan dan keterbukaan kepada ada yang lain bahkan karena ada diciptakan oleh yang lain. Aksioma causalitas menyatakan bahwa jika ada causa pasti ada efek yang mengikuti dan jika causa berhenti maka efek pun hilang. Aksioma ini menegaskan bahwa causa efisien dan efek terkait tidak hanya di dalam proses menjadi tetapi juga di dalam ada. Hal ini berlaku bagi Tuhan Sang Pencipta. Ia dikatakan sebagai causa fiendi karena Ia adalah agen yang membawa segala yang ada dari ketidaan menjadi ada. Ia dikatakan sebagai causa essendi karena Ia adalah causa efisien yang menciptakan ciptaan dan menopang setiap eksistensi ciptaan. Dalam hubungannya dengan ciptaan, Ia menjadi causa generasi untuk spesies yang berbeda- beda.
Mengapa Tuhan adalah causa fiendi sekaligus causa essendi? Hal ini terjadi karena:
- Ada Tuhan sama dengan aktivitas-Nya. Ia adalah ipsum esse subsistens sehingga aksi, aktivitas, tindakan-Nya sempurna dan esse-nya mentransendensi segala ciptaan. Aktualitas-Nya yang sempurna menyebabkan aktivitas-Nya sempurna pula sehingga eksistensi-Nya menciptakan dan menyempurnakan segala yang ada. Eksistensi-Nya demikian karena eksistensi-Nya adalah esensi-Nya. Ciptaan hanya memberikan perubahan suksesi akan forma tetapi kebaikan Tuhan adalah causa untuk penciptaan segala eksistensi yang ada.
- Tuhan adalah causa universal. Esse adalah efek yang paling universal karena esse melingkupi segala kesempurnaan universal baik secara ekstensi maupun intensitas. Ekstensi berarti mencakup segala kesempurnaan ada dan intensitas berarti memuat segala tingkatan kesempurnaan. Esse adalah efek dari causa universal yaitu Tuhan yang memiliki segala kesempurnaan. Maka Tuhan adalah agen yang tidak hanya menggerakkan atau mengubah (per modum moventis et alterantis)[9] tetapi juga memberikan ada[10] (per modum dantis esse).
- Tuhan adalah Mahakuasa. Tuhan adalah Mahakuasa karena Dia adalah aktus murni (actus purus) yang tak terbatas oleh esensi apa pun.
Lalu, apa akibatnya Tuhan adalah causa fiendi sekaligus causa essendi? Sebagaimana yang kita tahu bahwa setiap efek tergantung kepada causanya sejauh efek memiliki causa, akibatnya segala ciptaan tergantung kepada penyelenggaraan ilahi. Ketergantungan ciptaan kepada Tuhan justru membuat ciptaan memiliki eksistensi dan memiliki esse partisipatif. Justru dengan meniadakan ketergantungan kepada Tuhan menurut Gregorius[11] ciptaan tidak dapat mengada bahkan akan jatuh kepada ketiadaan jika tidak dijaga operasi kekuatan ilahi. Penyelenggaran ilahi memeluk semua yang ada di dalam semesta, tidak hanya species universal tetapi juga masing-masing individual, tidak hanya aktivitas niscaya atau predeterminasi ada-ada inferior tetapi juga operasi bebas dari makhluk spiritual. Penyelenggaran ilahi melingkupi tidak hanya aktivitas-aktivitas penting dari makhluk –makhluk bebas tetapi juga aktivitas-aktivitas mereka sehari-sehari yang tidak penting, sebab kedua bentuk aksi berbagi di dalam aktualitas esse dari person yang melakukan kedua aktivitas karena esse adalah efek langsung dari causa efisien ilahi. Jadi, dengan ketergantungan kepada Tuhan, causa efisien dari ciptaan semakin sempurna dan bukan merendahkan ataupun menghilangkan kualitas tindakan causa efisien ciptaan. Oleh karena Tuhan tidak hanya memberikan kekuatan operatif tetapi juga mempertahankan ada ciptaan, maka kesempurnaan ciptaan tergandakan ketika mereka semakin mendekat dan tunduk kepada tindakan ilahi bahkan ciptaan semakin menemukan kebebasannya.
Maka di sini, kita dapat melihat perbedaan causa efisien ilahi dan causa efisien ciptaan. Agen natural-ciptaan hanyalah merupakan causa perubahan sementara Tuhan memberikan kepenuhan operasi ada tanpa memerlukan materi. Jadi dalam konteks natura agen apa pun dia tak ada yang bisa menjadi causa esse dari suatu ada sejauh hanyalah esse. Dia hanya bisa menjadi causa untuk adanya menuju esse artinya hanya menjadinya. Dengan kata lain causa efisien ciptaan tak pernah dapat menciptakan esse dari ketiadaaan entah sebagai causa utama maupun causa instrumen. Terbuka kenyataan bahwa Tuhan adalah sebagai causa efisien untuk ada esse tetapi forma adalah causa formal untuk esse.
Forma yang merupakan causa formal untuk esse berarti esse suatu ada mengikuti formanya, jadi esse ada bukan disebabkan secara causa efisien oleh forma tetapi forma adalah causa bagi esse secara causa formal. Esse mengikuti formanya dalam pengertian bahwa seperti halnya suatu ada adalah forma yang secara causa efisien disebabkan oleh agen yang lain, demikian juga essenya. Esse dari suatu efek tergantung kepada causa efisiennya tetapi juga bahwa forma dari efek tergantung kepada esse.
Pada akhirnya Tuhan adalah causa ada untuk segala hal yaitu sebagai causa efisien dan causa exemplar tetapi bukan sebagai causa formal ada ciptaan. Karena causa efisen dan causa exemplar ciptaan memiliki kesamaan dengan TUhan tetapi kesamaan bukan secara natura melainkan secara analogi. Tuhan dan ciptaan memiliki esse tetapi esse Tuhan dan ciptaan berbeda: Tuhan adalah ipsum esse subsistens sementara ciptaan adalah esse partisipatif dan terbatas.
[1] Thomas Aquinas, De Potentia, q.5, a.1, c
[2] Api menyebabkan api menunjukkan bahwa tiga causa yaitu causa formal, causa final dan causa efisien dapat berlangsung secara simultan di dalam satu hal. Api adalah causa efisien sejauh api menghasilkan api; juga bahwa api adalah causa formal sejauh api menyebabkan api mengada secara aktual yang sebelumnya berupa potensi; juga dikatakan sebagai causa final sejauh operasi agen selesai di dalam api dan sejauh diintensikan oleh agen.
[3] Thomas Aquinas, Disputed Question on Truth, I, Q. 8, a. 6
[4] Tomas Alvira, Luis Clavell, Tomas Melendo, Metaphysics (Manila: Sinag-Tala, 1991) hal 217
[5] Jika segala yang ada bertendensi kepada kebaikan, lalu mengapa ada kejahatan, dari mana datangnya kejahatan? Persoalan ini akan dibahas khusus di dalam bab Malum.
[6] Hal ini semakin jelas dalam pembahasan tentang causa final.
[7] Ibid., V Metaphysics, lect. 3, No.789
[8] Thomas Aquinas, VIII Metaphysics, lect. 5, no. 1767
[9] Thomas Aquinas, IV Metaphysics, lect.3. Hal ini tidak berarti bahwa Tuhan menciptakan sesuatu dari ketiadaan terus menerus. Namun, dalam tindakan kreatif-Nya, Tuhan menciptakan segala ada –apakah ada aktual ataupun ada yang mungkin (posibilitas). Aksi ini tidak hanya untuk ada-ada yang Tuhan ciptakan pada permulaan waktu, tetapi juga untuk ada-ada yang akan menjadi melalui perubahan natural dan artificial sepanjang bergulirnya waktu.
[10] Tuhan sebagai causa efisien menyebabkan ciptaan memiliki kebaikan dari diri mereka sendiri, dengan kata lain setiap ciptaan memiliki causa formal kebaikan dari mereka sendiri bukan dari Tuhan, karena esse mereka berpartisipasi di dalam esse Tuhan; esensi ciptaan bukanlah eksistensinya.
[11] Thomas Aquinas, Summa Theologiae, I, q. 104, art. 1
Copyright © 2017 ducksophia.com. All Rights Reserved
thank u filsuf