Lukisan Paul Cézanne, View Of Auvers, 1873
Ya TUHAN, Tuhan kami
Betapa mulianya nama-Mu di
Seluruh bumi
Mazmur 8: 2
Bumi- tempat kita berpijak- mengundang decak kekaguman. Kekaguman itu muncul karena bumi memiliki dan menyingkapkan rahasia-rahasia ilahi yang bersatu dan terlebur dalam keindahan bumi. Maka, pada saat kita memandang dan mengagumi keindahan yang ada di bumi sebenarnya kita dibawa kepada suatu realitas bahwa bumi itu adalah paras keagungan sang ilahi. Tak mengherankan pula bila William Palley- seorang filsuf Inggris- menyatakan bahwa keberadaan Tuhan dapat dikenali lewat keindahan bumi yang dapat dicercap dari indahnya gunung-gemunung, lautan, flora dan fauna.Kenyataan ini dipertegas oleh Guillermo Gonzales -seorang ahli astrobiologi Amerika- yang begitu kagum akan keharmonian bumi. Keharmonian bumi dapat dilihat dari asal-usul terbentuknya bumi. Bumi ini terbentuk dari komposisi elemen-elemen (hidrogen, helium, oxygen,dll) yang tersusun satu sama lain dengan tepat. Kelebihan seperkian mililiter suatu zat (misalnya saja carbon dioxida) maka bumi akan terlalu panas sehingga tak bisa menjadi rumah makhluk hidup. Jadi ada suatu keharmonian yang luar biasa dalam bumi. Dari keindahan dan keharmonian bumi, William Palley menarik kesimpulan bahwa bumi itu sebenarnya merupakan suatu rancangan/design yang sempurna. Design bumi yang sempurna itu mengantar pada satu fakta yang tak terbantahkan dan definitif yaitu sang perancang/desaigner itu sendiri. Ada yang mencipta dan merancang keindahan dan mengatur keharmonian bumi itu. Perancang /desaigner itu jelas Tuhan. Rancangan dan tatanan yang sempurna itu mencerminkan paras keagungan-Nya.
Bumi Dalam Kisah Penciptaan
Tuhan sebagai perancang /designer bumi dapat kita simak melalui kisah penciptaan dalam Kejadian 1:1-29. Pada waktu penciptaan Tuhan menciptakan langit dan bumi serta isinya. Untuk memenuhi bumi diciptakannya malam dan terang, cakrawala, laut, flora dan fauna. Dengan demikian tumbuh-tumbuhan, bunga-bunga yang mekar di ladang, pohon-pohon yang menjulang tinggi, burung-burung berkicau, gemericik air sungai, udara yang segar, laut yang biru merupakan cara Tuhan merancang dan menghiasi bumi. Rancangan dan hiasan-Nya akan bumi ini mengukir kebijaksanaan dan keagungan diri-Nya. Tuhan menjadikan bumi yang kita tinggali ini sungguh- sungguh indah dan baik adanya. Sebab bumi dan isinya adalah karya agung Tuhan; bumi dan isinya adalah pelataran “rumah-Nya”. Betapa menyenangkan dan mengagumkan tinggal di pelataran “rumah-Nya” ini.
Yesus pada masa hidupnya juga mencintai alam dan lingkungan. Ia sangat dekat dengan alam. Tak heran jika Yesus dalam setiap pengajarannya memakai perumpamaan dari alam semesta. Misalnya kerajaan surga itu diumpamakan seperti biji sesawi. Yesus tahu bahwa bumi adalah rumah kediaman Bapanya. Lewat ladang-ladang gandum yang bersemi di ladang, Yesus senantiasa bersyukur kepada Bapanya. Ia menyanyikan nyanyian sukacita kepada kemurahan hati Bapa-Nya dalam panen anggur. Ketika memandang keindahan bunga-bunga bakung yang mekar dan burung-burung yang terbang di langit, ia percaya bahwa Bapa menyertai dirinya. Ia menyatu dengan alam semesta dalam doanya. Darahnya di kayu salib yang menetes dan membasahi tanah memperbaharui dan mengkuduskan bumi. Salib yang tertancap di bumi menyelamatkan sekaligus bukti bahwa Allah Bapa tak pernah meninggalkan bumi. Sebab di atas salib yang tertancap di tanah bumi, tergantunglah satu-satunya Putra yang dikasihi-Nya.
Kekudusan bumi
Lewat kisah penciptaan dan Yesus, Tuhan mengingatkan dan membuka hati manusia untuk melihat, mengerti dan bersyukur bahwa bumi dan segala isinya adalah rahmat-Nya. Maka, setiap sudut di muka bumi ini adalah ekspresi keagungan dan kasih-Nya. Lewat angsa-angsa yang bermain di kolam, kupu-kupu yang menari-nari di taman, embun yang membasahi dedanuan Tuhan menyapa dan menyatakan kasih-Nya kepada setiap manusia dalam keheningan. Maka, tidak perlu lagi mencari dan bertanya tanda-tanda kehadiran Tuhan. Sebab kehadiran-Nya bersatu dalam keindahan bumi.
Kehadiran-Nya yang bersatu di keindahan itu menyucikan dan mengkuduskan bumi sehingga bumi menjadi terra sancta. Kenyataan bumi sebagai terra sancta hendak membuktikan bahwa Tuhan sendirilah pelindung bumi. Kasih dan kebijaksanaan-Nya melingkupi dari ujung bumi yang satu sampai ujung bumi yang lain. Tuhan menjadikan bumi ini menjadi “negeri yang berlimpah susu dan madu”. Itulah terra sancta.
Terra sancta telah dipercayakan dan diserahkan kepada manusia-ciptaannya yang paling luhur itu. Kepercayaan Tuhan kepada manusia untuk mengolah bumi direkam dalam kitab Kejadian 1: 28 “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranak –cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan takklukanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi”. Berkuasalah dan taklukanlah bukan berarti mengeksploitasi bumi dan isinya sepuas-puasnya melainkan manusia dipanggil Tuhan untuk mewujudkan dan merealisasikan tujuan-Nya untuk dan bagi segala ciptaan. Tuhan menghendaki agar setiap ciptaan memuji dan meluhurkan diri-Nya. Terra Sancta terjadi pula karena setiap ciptaan menanggapi dan menjawab sapaan dan pernyataan kasih Tuhan itu dengan memuji dan meluhurkan Sang Pencipta. Melalui bumi segala ciptaan bersatu untuk mengidungkan alleluya kepada Sang pencipta dan berseru satu sama lain: “Pujilah Tuhan, seluruh bumi, pujilah dan luhurkanlah Dia selama-lamanya” (Dan 3:74)
Mekanisme Logika Ekonomi
Namun sayangnya banyak orang tidak tahu bahwa bumi dengan kekayaan dan keindahannya merupakan sapaan Tuhan; banyak orang tidak tahu kalau bumi dan segala isinya adalah karya agung dan rahmat Tuhan. Akibatnya terjadilah orang merusak bumi: mencemari air sungai, menggunduli hutan, membunuh hewan-hewan langka. Bumi hancur karena kejahatan dan egoisme manusia; bumi rusak karena keserakahan manusia akan kekayaan. Semuanya itu diawali dan dimulai dari prinsip ekonomi.
Prinsip ekonomi adalah mencari keuntungan sebesar-besarnya dan melimitkan sekecil mungkin kerugian. Prinsip ekonomi menggerakkan kesadaran setiap manusia. Karena menjadi kesadaran setiap insan, maka prinsip ekonomi membutuhkan etika dan keutamaan sendiri. Sebab tanpa dibarengi etika dan keutamaan, prinsip ekonomi akan menghasilkan mekanisme logika ekonomi yang destruktif bagi peradaban manusia. Kenyataannya, sekarang ini prinsip ekonomi dimengerti dan dihidupi tanpa etika dan keutamaan. Akibatnya mekanisme logika ekonomi yag destruktif melanda hidup saat ini. Salah satu mekanisme logika ekonomi yang destruktif adalah konsumerisme.
Konsumerisme itu nyata dan berwujud dalam eksploitasi akan kekayaan bumi sebesar-besarnya demi kekayaan. Itulah salah satu faktor yang menjelaskan terjadinya perusakan bumi. Konsumerisme itu juga mengartikan bahwa prinsip ekonomi yang menghasilkan mekanisme logika ekonomi menafsirkan secara salah mandat Tuhan yang dipercayakan kepada manusia dalam Kejadian 1: 28: “takklukanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi”. Mandat Tuhan berkuasalah dan taklukkanlah dimengerti oleh mekanisme logika ekonomi sebagai usaha menfaatkan bumi tanpa memperhatikan dan peduli kepada siapa pun. Di sini yang terpenting adalah diri sendiri, tanpa memperhatikan sesama, ciptaan lain dan bumi. Dengan demikian mekanisme logika ekonomi mengkhianati mandat Tuhan yang dilimpahkan kepada manusia. Mandat Tuhan yang dikhianati berarti mekanisme logika ekonomi itu mengaburkan dan memburamkan identitas manusia sebagai anak-anak bumi.
Anak-Anak Bumi
“TUHAN Allah membentuk manusia dari debu tanah” (Kejadian 1:27). Asal manusia yang dari debu tanah menunjukkan identitas manusia: manusia dilahirkan oleh bumi. Maka, bumi adalah ibu sementara manusia adalah anak-anak bumi. Ada ikatan batiniah yang sangat kuat antara ibu bumi dan anak-anak bumi. Anak-anak bumi itu belajar, tumbuh dari sang ibu. Di balik bunga-bunga yang mekar, senandung kicau burung, karang-karang laut yang menebar pesona, sang ibu bumi mengajarkan cinta, kelembutan, kedamaian kepada anak-anak bumi ini. Dalam keindahan alam sang ibu bumi membisikkan kata–kata cintanya kepada anak-anak bumi. Keindahan alam itu adalah tatapan sang ibu yang melihat dan mengawasi anak-anak bumi bermain-main sekaligus panggilan sang ibu kepada anak-anaknya untuk mencintai dirinya. Namun sekarang ini ibu bumi menangis dan memanggil anak-anak bumi dengan lirih karena ibu sedang sakit. Ibu bumi menangis karena pelan-pelan anak-anak bumi telah membunuh ibunya sendiri dengan perusakan lingkungan.
Suara ibu lirih itu mengiris hati anak- anak bumi. Murid-murid Kristus juga adalah anak-anak bumi. Murid-murid Kristus tidak bisa tinggal diam akan suara ibu bumi yang lirih itu. Murid–murid Kristus dipanggil untuk menjaga, melestarikan dan memperbaiki bumi ini. Sebab ketika bumi dirawat dan dicintai, bumi memberikan damai dan menghasilkan sukacita dan sebaliknya jika bumi dirusak, dihancurkan, bumi akan membuka mulutnya dan menelan manusia. Bumi akan memusuhi manusia.
Tugas murid Kristus untuk mencintai dan merawat bumi terpatri dalam kodrat manusianya sebagai citra Allah. Manusia sebagai citra Allah itu berarti kita dipercaya oleh Tuhan untuk menjaga, mengolah, memanfaatkan dan melestarikan bumi dengan kebijaksanaan dan cinta. Merawat bumi dan melestarikan lingkungan sebenarnya ungkapan syukur kepada Tuhan atas rahmat-Nya, mengagumi karya-Nya sekaligus kita bersama Yesus memuliakan Allah Bapa sendiri sebagai pencipta. Di dalam dan melalui diri Yesus Kristus anak-anak bumi tumbuh dan diperbaharui menjadi.
- Manusia yang mengolah bumi dengan kebijaksanaan dan bukan dengan kerakusan.
- Manusia yang melestarikan dan merawat bumi dan bukan yang merusaknya
- Manusia yang mengerti bahwa bumi adalah jalan untuk memuji karya agung-Nya dan bukan yang melihatnya melulu sebagai sumber ekonomi.
- Manusia yang mengenal jati dirinya sebagai seorang pelayan Tuhan yang dipanggil-Nya untuk membantu mewujudkan rencana-Nya di muka bumi.
- Manusia yang mengkayakan bumi dan bukan yang memiskinkannya
Hanya manusia yang demikian tahu bahwa kita semua adalah satu keluarga karena kita semua dilahirkan oleh ibu bumi; bahwa bumi adalah “tanah terjanji” yang diberikan kepada segala bangsa. Hanya manusia yang memiliki semangat itu yang akan mencercap, mengerti dan melihat bahwa bumi adalah paras keagungan Sang Ilahi. Doanya akan didengar oleh-Nya bagai bagai asap dupa yang membumbung tinggi ke angkasa.
Penutup
Orang mencintai dan merawat bumi adalah orang suci. Mengapa? Karena ia tahu bahwa bumi dan segala isinya adalah keagungan Tuhan yang sendiri yang dinyatakan kepadanya; karena ia mengerti bahwa bumi dan isinya adalah damai yang diberikan kepadanya. Oleh sebab itu hatinya penuh sukacita dan syukur kepada Tuhan atas kebaikan-Nya lewat bumi ini. Hatinya yang penuh syukur dan sukacita itu mendekatkan dan menyatukan dirinya pada Tuhan. Keraguan akan Tuhan tidak lagi menyelimuti dirinya dan bahkan melalui bumi dan segala isinya ia mewartakan karya agung-Nya dari ujung bumi yang satu ke ujung bumi yang lain. Akhirnya terang terbit bagi orang yang dekat dengan bumi, sukacita bagi orang yang mencintai alam semesta. Saat itu pula bumi berbisik kepada mereka yang mencintai bumi untuk menunjukkan dan menyingkapkan rahasia: Aku adalah paras keagungan Sang ilahi. Rahasia Sang Ilahi telah diketahui dan bersamaan itu pula berkumandanglah seruan dari mereka yang mencintai dan merawat bumi ini:
“Kudus-kudus kuduslah Tuhan semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya”
(Yesaya 6:3)
Daf,tar Pustaka
Boff, Leonardo. Intervento In Occasione Del Forum Mondiale Della Teologia e Della Liberazione, http://www.gianfrancobertagni.it. 17 Februari 2008
Wiker, Benjamin. The Privilege of Life on Earth, http://www.catholic.org. 17 Februari 2008
Carta Dei Cristiani Per L’Ambiente, http://www.ambienteazzuro.it.17 Februari 2008
Etica Della Terra,http://www.filosofia-ambientale.it.17 Februari 2008
Il Dono Della Terra,http:// www.dimensionespreranza.it. 17 Februari 2008
We Are Still Betraying The Mandate God Has Given To Us. Declaration on The Environtment, http:// www.vatican.va. 17 Februari 2008
Copyright © 2016 ducksophia.com. All Rights Reserved