Lukisan: Fritz Thallow, Small Town Near La Panne, 1905
Minggu Biasa XXVI
Bilangan 11:25-29
Yakobus 5:1-6
Markus 9:38-43.45.47-48
“sesungguhnya barang siapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah murid Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya”
Demosthenes adalah seorang negarawan cemerlang dan orator ulung pada zaman Yunani kuno yaitu ketika Yunani masih berupa polis-polis. Ia menulis banyak pidato yang hebat sehingga pidato-pidatonya amat mempengaruhi kehidupan politik dan kebudayaan Athena. Suatu kali ia ditanya oleh lawan politiknya di dalam suatu perdebatan: “Demosthenes, apakah bagian yang paling utama dari seorang orator? Dia menjawab, tindakan; apa selanjutnya? Tindakan; apa lagi selanjutnya? Tindakan. Bagi Demosthenes, ukuran dan kehebatan manusia adalah tindakannya.
Manusia dikenali-dipahami, dicintai-dibenci, dipuji -dikutuk karena tindakannya, aksinya, perbuatannya. Maka representasi manusia yang paling utuh adalah tindakannya. Dengan demikian tindakan manusia memiliki arti di dalam relasinya dengan dunia, sesamanya bahkan dengan ciptaan lain. Mengapa? Karena tindakan manusia –kita ini- apa pun dari yang paling sederhana sampai kompleks menciptakan peristiwa; aksi kita menghasilkan event; perbuatan kita membentuk suatu kejadian. Misalnya Maria menyirami kebun mawarnya maka terjadi suatu peristiwa; Messi menendang bola dan mencetak gol maka di situ ada event, Petrus minum kopi di warung maka terdapat suatu kejadian. Menyirami kebun mawar, mencetak gol, minum kopi adalah suatu event, suatu peristiwa, suatu kejadian. Segala dan aneka peristiwa yang terjadi dimulai dan dibentuk oleh tindakan. Karena suatu peristiwa, suatu event tindakan selalu dinarasikan sehingga tindakan membentuk dan menghasilkan suatu narasi. Kita bernarasi kemarin messi mencetak gol, aku –petrus- minum kopi. Narasi-narasi selalu dikatakan baik kepada orang lain maupun kepada diri sendiri. Karena narasi maka kita bisa bertanya tentang peristiwa yang telah terjadi: siapa yang melakukan, apa yang dilakukan, di mana dilakukan, mengapa dilakukan, kapan dilakukan.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi memuat nilai-nilai sehingga bisa saja tercipta peristiwa yang baik, peristiwa buruk, peristiwa yang biasa, peristiwa yang special. Nilai-nilai yang termuat di dalam suatu peristiwa menunjukkan bahwa tindakan atau apa yang kita lakukan itulah yang membuat kita bahagia atau tidak. Tindakan yang baik tentu membawa kepada kebahagiaan, sebaliknya tindakan yang jahat, tindakan buruk membuat kita sedih. Tindakan yang baik pasti menghasilkan narasi baik sebaliknya pula tindakan yahg jahat menjadi narasi yang buruk dan narasi yang buruk selalu menghasilkan kecaman. Tindakan yang baik misalnya memberikan upah yang adil, mendengarkan kesedihan teman, memberi makan mereka yang lapar dan sebagainya. Bacaan Injil mencontohkan tindakan baik dengan seseorang yang mengusir setan demi nama Yesus. Sementara, salah satu tindakan yang buruk-jahat adalah seperti yang dinarasikan oleh St. Yakobus: “Sesungguhnya telah terdengar teriakan besar, karena upah yang kamu tahan dari buruh yang telah menuai hasil ladangmu, dan telah sampai ke telinga Tuhan semesta alam keluhan mereka yang menyabit panenmu. Dalam kemewahan kamu telah hidup dan berfoya-foya di bumi, kamu telah memuaskan hatimu sama seperti pada hari penyembelihan. Kamu telah menghukum, bahkan membunuh orang yang benar dan ia tidak dapat melawan kamu”. Ketidakadilan, penindasan, berfoya-foya menjadi narasi buruk yang dikatakan St. Yakobus. Narasi yang buruk menyuramkan kehidupan sehingga dikecam oleh St. Yakobus: Jadi sekarang hai kamu orang-orang kaya, menangislah dan merataplah atas sengsara yang akan menimpa kamu! Kekayaanmu sudah busuk, dan pakaianmu telah dimakan ngengat. Emas dan perakmu sudah berkarat, dan karatnya akan menjadi kesaksian terhadap kamu dan akan memakan dagingmu seperti api. Kamu telah mengumpulkan harta pada hari-hari yang sedang berakhir.
Dalam bacaan Injil, kita mnendengar pula Yesus yang memuji tindakan yang baik dan juga mengecam tindakan yang jahat. Tindakan yang baik memaniskan kehidupan sekaligus menghadirkan kerajaan Allah. Mengusir setan demi nama Yesus adalah suatu perbuatan, tindakan yang baik. Tindakan baik dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa harus menjadi murid Yesus dan Yesus tidak menghalangi perbuatan baik apa pun. Kata Yesus: “Jangan kamu cegah dia! Sebab tidak seorangpun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita”. Tindakan baik yang dilakukan oleh siapa pun adalah tindakan yang berasal dari Tuhan sendiri; ia berada di dalam pihak Tuhan. Tindakan baik apa pun bahkan yang paling sederhana yang digambarkan Injil dengan memberi minum scangkir air kepada murid Kristus adalah tindakan mulia di mata Tuhan: “Sesungguhnya barang siapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah murid Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya”.
Yesus juga mengutuk segala tindakan yang jahat: barang siapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut.
Tindakan jahat seperti ketidakadilan dalam surat Yakobus ataupun penyesatan dalam bacaan Injil menghasilkan kehancuran baik bagi diri sendiri, sesama dan dunia sekaligus mematikan kehidupan. Iblis hadir di dalam tindakan yang jahat lalu membangun kerajaaanya di dunia ini. Dosa melekat kuat di dalam tindakan yang jahat sehingga keindahan, kebenaran terkoyak dan tercabik. Peristiwanya menjadi buruk; peristiwa menjadi peristiwa yang kelam- gelap; narasinya bukan narasi yang membahagiakan tetapi narasi yang menyedihkan, narasinya ketika dinarasikan baik kepada orang lain maupun diri sungguh membuat hati suntuk, gemuruh, tidak nyaman. Sebenarnya perbuatan yang jahat menghukum diri sendiri, membuat diri jauh dari kebahagiaan dan tenggelam di dalam kesedihan. Diri kehilangan keutuhannya.
Tindakan apa pun pasti memiliki motif dan juga mempunyai intensi. Maka, bisa saja tindakan itu baik tetapi motivasinya dan intensinya jelek. Misalnya orang berderma motifnya bisa untuk pamer, bukan untuk sungguh–sungguh melakukan kebaikan, intensinya bisa untuk pencitraan atau demi pujian bukan untuk sungguh menolong. Lalu apa itu motif dan intensi?; apa perbedaannya?
Motif adalah penyebab atau alasan di belakang tindakan kita. Apa yang kita buat pasti memiliki motif. Kita makan. Motifnya bisa jadi untuk memuaskan rasa lapar kita. Tiap orang punya motifnya sendiri-sendiri dalam suatu tindakan. Misalnya, Tony ke gereja motifnya untuk berdoa tetapi Mario ke gereja motifnya untuk cari cewek. Intensi adalah tujuan mengapa tindakan itu dilakukan. Intensi mengandung pilihan, pertimbangan dan kesadaran mengapa suatu tindakan itu dilakukan. Tentu tindakan kita punya intensi tetapi tidak setiap tindakan kita punya intensi. Misalnya seseorang membeli baju dan lupa membayar. Di sini dia tidak punya intensi untuk mencuri meskipun dia menjadi tertuduh mencuri pakaian. Motif dan intensi saling bertautan untuk terjadinya suatu tindakan. Motif dan intensi mendorong diri untuk berbuat. Maka dengan adanya motif dan intensi, tindakan manusia adalah kompleks. Bisa jadi ada motif dan intensi palsu yang mengendap di belakang motif dan intensi yang baik. Oleh karena itu, kita perlu menguji dan mempertanyakan motif dan intensi dalam perbuatan kita.
Dengan motif dan intensi kita mempertanyakan dan mengkritisi tindakan kita dan tindakan orang lain. Mengapa A berbuat demikian?; apa yang membuat A berbuat demikian?. Mengapa aku berbuat ini- itu?; apa yang membuat aku berbuat demikian? Motif dan intensi bisa melacak mengapa suatu tindakan dilakukan. Intensi dan motif yang diuji berfungsi untuk melihat diri kita, untuk melihat dan membuktikan keotentikan tindakan kita apakah ada dalam terang kebenaran dan kesejatian. Menguji intensi dan motif dalam tindakan menunjukkan siapakah aku sebenarnya.
Yesus menghendaki segala tindakan kita berpusat pada motif dan intensi yang benar. Motif dan intensi yang benar menghasilkan tindakan yang baik, benar dan sejati. Tindakan yang sejati membuka suatu keutamaan yang menerangi kehidupan dan mengubah dunia menjadi yang lebih baik bahkan menghadirkan kerajaan Allah. Sebaliknya motif yang palsu, intensi yang salah menghasilkan tindakan yang sesat yang mengantar kepada kekacauan bahkan membawa kepada neraka di dunia. Untuk alasan itu pula Yesus mengkritik dengan keras tindakan sesat, jahat yang bersumber pada intensi dan motivasi yang sesat: “Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka , ke dalam api yang tak terpadamkan. Dan jika kakimu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan timpang, dari pada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan ke dalam neraka. Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah dengan bermata satu dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka, di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam”.
Kaki, mata dan tangan sesat itu menyoal tindakan yang bersumber pada motif dan intensi yang sesat sehingga ujungnya kepalsuan bahkan kejahatan, kesesatan. Dan kejahatan dan kepalsuan tidak ada tempatnya di dalam kerajaan surga. Tempatnya di dalam neraka, di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam.
Memang kata-kata Yesus keras tetapi dengan kecaman-Nya Yesus bertujuan untuk membangun tindakan yang sejati dari para muridnya. Tindakan yang sejati menyingkapkan iman dan cinta kasih serta manifestasi dari iman dan cinta kasih itu sendiri. Tindakan yang sejati mencerminkan diri yang baik dan menjadi nubuat karena Roh Tuhan hinggap di dalam diri dan tindakan yan baik –seperti yang dikatakan dalam bacaan pertama. Murid Kristus harus bernubuat di dalam tindakanya yang sejati dan baik.
Agar intensi dan motif kita selalu benar dan baik demi menghasilkan tindakan yang baik maka kita harus dekat dengan Yesus sendiri supaya Yesus mengingatkan dan menegur kita atas kekeliruan kita. Bisa jadi kita memiliki motif dan intensi benar tetapi tindakan kita justru keliru. Misalnya orang tua berintensi mendidik anaknya secara baik tetapi dengan mencaci maki atau memukuli. Yesus harus menjadi motif dan intensi kita untuk segala aksi kebaikan dan kerajaan Allah dan supaya kita menghasilkan tindakan yang baik demi kehidupan yang baik. Yesus seperti layar sebuah kapal yang menuntun segala perbuatan kita; Yesus seperti kompas yang menunjukkan arah tindakan kita. Sabda dan perintah-Nya harus meresapi hati dan pikiran kita supaya motif dan intensi dan tindakan selalu berada di dalam koridor kerajaan Allah. Sabda-Nya adalah kebenaran dan di dalam sabda-Nya kita diingatkan, dimurnikan dan dituntun oleh-Nya. Sabda-Nya adalah roh yang menerangi segala motif, intensi dan tindakan kita supaya menjadi tindakan yang benar. Di dalam Kristus tindakan yang sejati menyegarkan jiwa membuat diri bersahaja.
Kita pun menjadi murid Kristus yang sejati karena berkat tindakan kita yang sejati peristiwanya adalah keselamatan. Narasinya atau ceritanya pun adalah narasi keselamatan dan dinarasikan kepada kehidupan sehingga menjadi kabar gembira. Kabar gembira berarti narasinya memberi kesegaran kepada dunia seperti air yang menghijaukan ladang ladang; ibarat air yang mengairi tanah kering. Kerajaan surga hadir secara nyata di dalam tindakan para murid Kristus. Secangkir air dihidangkan kepada para murid Kristus yang sejati. Berikut adalah kata-kata St. Theresia dari Liseux yang menggugah kesadaran dan tindakan kita yang mengklaim dirinya sebagai murid Kristus agar selalu bertindak dan beraksi sungguh-sungguh sebagai murid Kristus:
“Kebaikan adalah satu-satunya bintang penunjukku. Dalam terangnya, aku berlayar lurus, aku memiliki moto yang tertulis di layarku: hidup di dalam cinta.”
Copyright © 2018 ducksophia.com. All Rights Reserved