XIII
Kebaikan Dan Kebaikan Kodrat
Francis Bacon
Lukisan Luigi Chialiva, The Young Shepherdess
Saya memaknai kebaikan dalam pengertian ini, sesuatu yang mengubah kelemahan manusia, yang oleh orang-orang Yunani disebut philanthropia; dan kata humanity (yang umum digunakan) kurang tepat untuk mengekspresikannya.
Kebaikan, saya mengertinya sebagai kebiasaan sementara kebaikan kodrat sebagai keterarahan. Semua kebaikan dan segala keagungan akal budi adalah yang tertinggi; menjadi karakter Ketuhanan: dan tanpa kebaikan dan akal budi, manusia hanya merupakan ciptaan yang keras, ciptaan yang menyedihkan, ciptaan yang jahat; tidak lebih baik daripada sejenis kutu. Kebaikan menjawab keutamaan teologal, menjawab kasih dan kebaikan menolak adanya ekses. Sayangnya, kekeliruan yang terjadi adalah adanya ekses. Hasrat akan kekuasaan dalam ekses menyebabkan para malaikat jatuh; hasrat akan pengetahuan dalam ekses membuat manusia terjungkal: tetapi di dalam kasih tidak ada ekses, baik malaikat maupun manusia tidak akan dibahayakan oleh ekses kasih.
Keterarahan kepada kebaikan ditanamkan secara mendalam di dalam kodrat manusia; jika tidak demikian, maka akan diberikan kepada ciptaan yang lain; dan seperti yang terlihat di dalam orang-orang Turki, suatu bangsa yang kejam yang meskipun begitu baik kepada binatang dan memberi makan anjing-anjing dan burung-burung; lantaran seperti yang dilaporkan oleh Busbechius[1], seorang anak Kristiani di Konstantinopel telah dirajam karena dalam canda tanpa sengaja mencekik seekor unggas. Kekeliruan-kekeliruan di dalam keutamaan kebaikan atau kasih sungguh mungkin dilakukan. Maka, orang–orang Italia mempunyai pepatah yang tidak ramah, tanto buon che val niente (begitu baiknya dia sehingga dia tidak baik sama sekali).
Dan salah satu doktor Italia, Nicholas Machiavelli[2], begitu percaya diri untuk menulis perkataan berikut ini, nyaris dalam term yang jelas, Bahwa iman Kristiani telah melahirkan orang-orang yang begitu baik sehingga menjadi mangsa orang-orang yang tiran dan tidak adil. Hal ini dikatakan olehnya karena tidak pernah ada hukum atau sekte atau opini yang begitu mengagungkan cinta kasih selain daripada agama Kristiani[3]. Oleh karena itu, untuk menghindari baik skandal dan bahaya yang dibuat oleh cinta kasih, adalah memiliki pengetahuan tentang kekeliruan dari suatu cara hidup yang demikian sempurna ini. Carilah kebaikan orang lain, tetapi kiranya tidak terjerat di dalam perhambaan yang tercermin dalam wajah atau angan-angan mereka; karena wajah dan angan-angan manusia adalah kecakapan atau kelembutan yang memenjarakan sebuah pikiran yang murni[4]. Janganlah pula kamu memberikan sebuah mutiara kepada ayam jago seperti dalam dongeng Aesop[5], yang kiranya lebih senang dan lebih bahagia jika mendapatkan gandum-jagung. Contoh-contoh Tuhan mengajarkan suatu pelajaran dengan benar: memang Tuhan menurunkan hujan dan menerbitkan matahari bagi orang benar dan orang tidak benar[6]; tetapi Tuhan juga tidak menurunkan hujan kekayaan maupun menyinari kehormatan dan keutamaan atas semua manusia dengan setara. Semua kebaikan umum haruslah dikhabarkan kepada semua orang; tetapi semua kebaikan partikular disampaikan dengan pilihan. Dan waspadalah ketika kamu melukis sebuah lukisan malah merusak polanya. Sebab keilahian membuat cinta akan diri kita sendiri[7] sebagai suatu pola sementara cinta kepada sesama[8] sebagai suatu lukisan. Juallah segala milikmu dan berikanlah kepada yang miskin, dan ikutlah aku[9]: janganlah kamu menjual segala sesuatu yang kamu punya, kecuali kamu datang dan mengikuti aku; yaitu, kecuali kamu memiliki suatu panggilan yang dengan panggilan itu kamu kiranya melakukan banyak kebaikan dengan sarana-sarana yang sederhana seperti juga dengan sarana-sarana yang hebat; karena jika kamu melakukan banyak kebaikan tetapi hanya dengan sarana-sarana yang hebat maka ibarat mengaliri aliran sungai tetapi mengeringkan mata air.
Yang ada ternyata bukanlah suatu kebiasaan kebaikan, yang diarahkan oleh akal budi yang benar, tetapi yang ada adalah beberapa orang mempunyai suatu disposisi yang mengarah kepada kebaikan secara kodrati; sebagaimana juga ada beberapa orang yang mempunyai kecenderungan natural kepada kejahatan. Namun, mereka yang memiliki kecenderungan natural kepada kejahatan tidak pernah menghancurkan kebaikan manusia yang lain. Jenis kejahatan kecil berubah menjadi kemarahan, kesenangan, atau kecerdasan untuk menciptakan perseteruan, atau kemurungan atau yang semacamnya; tetapi jenis kejahatan besar berubah menjadi iri hati dan kejahatan yang nyata. Orang–orang yang jahat terhadap kesusahan sesamanya, seolah-olah malah membumbui dan bahkan menjadi orang yang membebani sesamanya yang menderita: tidak sebaik seperti anjing-anjing yang menjilati borok-borok Lazarus[10]; tetapi jahat seperti lalat-lalat yang mendengung di atas segala benda yang busuk; orang yang demikian disebut dengan misantropi (pembenci manusia), yang praktisnya para pembenci manusia menyebabkan sesamanya gantung diri meskipun bukan maksud mereka yang sebenarnya[11], seperti yang dibuat Timon[12]. Disposisi-disposisi manusia yang seperti itu adalah sungguh kekeliruan-kekeliruan kodrat manusia; dan kendati demikian disposisi yang seperti itu merupakan kayu yang paling cocok untuk membangun politik yang hebat; ibarat kayu setinggi lutut yang baik untuk kapal, yang memang tertakdirkan untuk terombang-ambing; tetapi bukan untuk membangun perumahan yang berdiri kokoh kuat.
Peranan-peranan dan tanda-tanda kebaikan begitu melimpah. Jika seseorang kiranya hangat dan ramah kepada orang-orang asing, maka menunjukkan bahwa dia adalah warga negara dunia; dan bahwa hatinya bukanlah suatu pulau yang terpisah dari pulau-pulau lain, tetapi suatu benua yang menyatukan pulau-pulau. Jika dia berbelas kasih kepada penderitaan sesamanya, maka menunjukkan bahwa hatinya seperti pohon yang agung yang melukai dirinya sendiri untuk menghasilkan balsam. Jika dia dengan mudah mengampuni dan menebus kesalahan-kesalahan sesamanya, maka menunjukkan bahwa pikirannya ditanam di atas luka-luka; sehingga dia tidak dapat dihancurkan. Jika dia selalu bersyukur akan hal-hal kecil, maka menunjukkan bahwa dia mengkontemplasikan pikiran manusia dan bukan sampah-sampah manusia. Tetapi yang terpenting, jika dia memiliki kesempurnaan St. Paulus[13], bahwa kiranya dia berkehendak untuk anathema (dikutuk) oleh Kristus demi keselamatan sesamanya, maka tindakannya menunjukkan kodrat keilahian dan dia pun menyerupai Kristus[14] sendiri.
[1] Ogier Ghiselin de Busbecq (nama Latinnya: Augerius Gislenius Busbequius; kadang juga disebut Augier Ghislain de Busbecq) adalah seorang penulis, ahli herbal dan diplomat kerajaan Austria. Sebagai diplomat, ia ditugaskan oleh Raja Ferdinand I sebagai duta besar Austria untuk kemaharajaan Ottoman Turki di Constantinopel. Ia menulis sebuah buku dengan judul Turkish Letters yang menggambarkan situasi Turki selama ia bertugas di sana.
[2] Niccolo di Bernardo dei Machiavelli adalah seorang filsuf politik Italia dan bapak ilmu politik modern. Dia menulis buku politik yang begitu terkenal yaitu Il Principe dan buku-buku lainya. Il Principe berisi serangkain maxim politik. Misalnya untuk mempertahankan kekuasaan, seorang penguasa yang mendapatkan kekuasaannya lewat suksesi haruslah mempertahankan institusi-institusi sosial politik yang mana rakyat sudah terbiasa dengan institusi-institusi tersebut; demi mempertahankan ataupun merebut kekuasaan segala cara harus dihalalkan termasuk dengan kekerasan dan tanpa moralitas sekalipun. Seiring dengan berjalannya waktu, filsafat Machiavelli ini amat mempengaruhi banyak penguasa Eropa entah Katolik maupun Protestan. Misalnya dalam kasus perang agama di Perancis, Catherine de Medici ibunda dari raja Charles IX memakai cara Machiavelli sehingga terjadilah pembantaian St. Bartolomeus itu (bandingkan dengan essai III; no. 21)
[3] Agama Kristiani menekankan dan melaksanakan hukum cinta kasih seperti yang dikatakan oleh Yesus Kristus sendiri: “Hukum yang utama dan pertama; Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini”. (Markus 12:29-31). Iman Kristiani mempercayai bahwa Allah adalah cinta dan cinta kepada Allah dilakukan dengan mencintai sesamanya tanpa memandang agama, suku, kelompok, golongan.
[4] Emmanuel Levinas membangun suatu filsafat tentang etika wajah. Menurut Levinas, di hadapan wajah, aku tertawan karena wajah manusia menggambarkan kemiskinan seorang manusia dan keilahian manusia. Konsekuensinya, tertawan di dalam wajah manusia membuat aku diriku bertanggung jawab demi dan untuknya.
[5] Aesop adalah seorang Yunani penulis fabel. Namun identitas Aesop sendiri tidak jelas (ada yang mengatakan bahwa dia adalah orang Afrika Ethiopia). Karya-karya dongengnya yang asli telah punah dan dongeng-dongengnya yang masih dapat dinikmati berasal dari petikan-petikan orang lain (Aristoteles, Herodotus, dan Plutarch). Hebatnya, tokoh Aesop sering muncul dalam buku, film dan program televisi dan dongeng-dongengnya memberikan pedagogi dan pesan moral yang dalam. Berikut ini dongeng Aesop dengan judul Ayam Jago dan Berlian. Seekor ayam jago, yang sedang menggaruk-garuk tanah untuk mencari makanan, tiba-tiba menemukan sebuah berlian. “Wow”, kata ayam jago itu, “begitu indahnya kamu berlian, tak ragu lagi, dan betapa beruntungnya dan senangnya dia yang menemukan kamu, berlian. Tetapi bagiku, kamu, si berlian, tak berguna sama sekali. Aku lebih suka sebiji jagung daripada semua berlian di seluruh dunia”.
[6] Kata-kata tersebut merupakan kata-kata Kristus tentang pengampunan. Lengkapnya sebagai berikut: “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang jahat dan orang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya daripada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian. Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna”. (Matius 5:43-48)
[7] Bacon mengambil analogi yang diinspirasikan dari hukum cinta kasih yang kedua: cintailah sesamamu seperti dirimu sendiri. Lihat no. 3
[8] Ibid.
[9] Lukas 19:21. Lengkapnya sebagai berikut: Kata Yesus kepada orang muda yang kaya itu:“Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku”
[10] Kisah Lazarus yang miskin dan orang kaya dapat dibaca dalam Lukas 16:19-31.
[11] Teks harafiahnya sebagai berikut: para pembenci manusia membawa sesamanya kepada sebuah dahan, meskipun pohon tersebut tidak dimaksudkan untuk taman-taman mereka.
[12] Timon orang Athena dikenal sebagai misantrophi (pembenci manusia). Menurut Lucianus, Timon adalah anak seorang kaya yang bernama Echecratiades dan suka menghambur-hamburkan uangnya untuk menyenangkan teman-temannya. Ketika dia kehabisan uang dan jatuh miskin, semua teman-teman Timon meninggalkannya dan Timon sendiri terpaksa bekerja sebagai petani. Suatu hari di ladang, dia menemukan suatu jambang emas dan segera teman-temannya datang kembali. Kali ini Timon mengusir mereka dengan gumpalan kotoran lumpur. Selanjutnya, menurut Aristophanes Timon menjadi pembenci manusia yang begitu murka dan mengagungkan Alcibiades karena ia percaya bahwa Alcibiades suatu hari akan menghancurkan dan menyakiti orang-orang Athena. Kisah Timon orang Athena ini menginspirasikan Shakespere untuk membuat drama tentang Timon orang Athena ini. Lalu apa yang dilakukan Timon? Plutarch dalam bukunya Life Of Marcus Antonius menceritakan bahwa suatu hari Timon naik ke mimbar pasar untuk mengumumkan kepada pulbik bahwa ia mempunyai pohon ara di kebunnya di mana pada waktu itu pohon ara dipakai untuk menggantung diri. Dia telah menempatkan pohon ara tersebut di suatu lokasi di kebunnya supaya ketika ada orang yang putus asa, mereka dapat menggantung dirinya di kebunnya.
[13] Tentang St. Paulus lihat essai III; no. 4
[14] Kristus adalah terjemahan Yunani dari kata Ibrani Mesias (Al-Masih), artinya: “yang diurapi Tuhan”. Yesus disebut Kristus karena Dialah yang dipilih Allah menjadi Penyelamat; Ia adalah Putra Allah yang menjadi manusia (inkarnasi) untuk menyelamatkan manusia dari dosa dan maut lewat sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya.
Copyright © 2016 ducksophia.com. All Rights Reserved