Mazmur 8

Lukisan: Nico Jungman, A Boy Smoking Volendam, 1904

Mazmur 8

 Jika Aku Melihat Langit-Mu, Buatan Jari-Mu

8:1 Untuk pemimpin biduan. Menurut lagu: Gitit. Mazmur Daud.

(8-2) Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan-Mu yang mengatasi langit  dinyanyikan. 8:2 Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk membungkamkan musuh dan pendendam.

8:3  Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu,  bulan dan bintang-bintang  yang Kautempatkan: 8:4 apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia , sehingga Engkau mengindahkannya?

8:5  Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Tuhan, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. 8:6 Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya:   8:7 kambing domba dan lembu sapi sekalian, juga binatang-binatang di padang;  8:8  burung-burung di udara dan ikan-ikan di laut, dan apa yang melintasi arus lautan.

8:9 Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi!

 

Eksegese

8:1 Untuk pemimpin biduan. Menurut lagu: Gitit. Mazmur Daud.

Mazmur 8 adalah sebuah madah yang dinyanyikan dalam peribadatan Israel. Hal ini nampak jelas dalam ayat pertama untuk pemimpin biduan, menurut lagu: Gitit. Mazmur Daud. Madah kemungkinan diringi dengan alat musik kecapi. Syair Mazmur 8 ditulis dengan permenungan yang begitu mendalam dan merupakan salah satu karya sastra yang paling indah yang menggugah kesadaran orang dari pelbagai zaman tentang jati diri manusia ciptaan dalam hubungannnya dengan TUhan sang pencipta dan kedudukan dan perannya terhadap ciptaan lain dan kosmos.

(8-2) Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan-Mu yang mengatasi langit  dinyanyikan. 8:2 Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk membungkamkan musuh dan pendendam.

Madah dibuka dengan seruan secara khidmat akan kemuliaan Tuhan yang bergema di segala tempat di muka bumi ini. Tidak ada tempat di mana pun yang tidak mencerminkan kemuliaan nama-Nya. Tuhan Israel mempunyai nama yang dipanggil dengan Yahwe. Nama-Nya menunjukkan identitas-Nya sehingga dengan nama-Nya membuat orang bisa mengakses, mengenali siapakah Tuhan Israel itu; siapakah Yahwe? Ya, Ia adalah Tuhan pencipta segala yang ada. Betapa mulianya nama-Mu menunjukkan bahwa Tuhan Israel adalah Yahwe yang kemuliaan-Nya tidak dapat disamai dengan apa pun yang ada maupun dibandingkan dengan segala yang ada di semesta ini. Nama-Nya juga mengungkapkan kenyataan bahwa Dia terus-menerus mengungkapkan diri dan revelasi-Nya yang membuat kita manusia mengenal segala karya-Nya dan mengundang kita semua selalu berelasi dan memuji kemuliaan-Nya lewat karya-Nya. Itulah sebabnya mengapa pemazmur berseru Ya Tuhan, Tuhan kami.

Pemazmur menegaskan sekali lagi bahwa Tuhan adalah Tuhan yang agung karena karya-karya-Nya yang begitu menakjubkan dan semua yang ada di semesta ini merupakan karya dan ciptaan-Nya. Keagungan-Nya melampaui segala yang ada termasuk langit itu sendiri karena langit hanya merupakan salah satu karya-Nya padahal kalau menatap langit sendiri orang akan melihat keagungan langit. Pemazmur bersyukur dan terpesona akan karya-Nya sehingga keagungan-Nya harus dinyanyikan. Dinyanyikan sama dengan disyukuri dan dirayakan dengan penuh kegembiraan dan ketakjuban dalam alunan melodi.

Lalu, menurut pemazmur, relasi manusia kepada Tuhan sudah dimulai sejak bayi dan anak-anak. Maksudnya, kemampuan manusia untuk memuji dan kagum akan keagungan Tuhan sang pencipta telah ditanamkan oleh-Nya di dalam diri manusia sejak bayi dan anak (Bertold Anton Parreira). Juga bahwa bayi dan anak-anak merupakan cermin kesederhanaan dan kelembutan. Tuhan memberikan kekuatan kepada manusia untuk memuji-Nya, mengenal-Nya bahkan kepada yang terlemah dan yang termuda yaitu bayi dan anak (Robert Alter). Hebatnya, pujian kepada Tuhan yang datang dari mulut bayi dan yang diungkapkan dengan kelembutan anak dapat mengalahkan musuh dan pendendam.

Siapakah musuh dan pendendam di sini? Memang serba misteri siapakah yang dimaksudkan sebagai musuh dan pendendam. Bisa jadi orang-orang yang tetap tegar hati dan menolak Tuhan meskipun tahu dan mengerti akan keindahan ciptaan-Nya. Sementara, si pendendam akan luluh dengan kelembutan bayi dan kesederhanaan anak kecil karena kelembutan dan kesederhanaan ibarat air yang memadamkan api murka pendendam. Ia memang Tuhan yang memberikan damai dan hanya di dalam kelembutan dan kesederhanaan Tuhan mengalahkan segala musuh-Nya .

8:3  Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: 8:4 apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?

Tuhan telah mencipta semesta ini dengan desain dan sulaman yang sempurna. Benda-benda angkasa yang disebutkan oleh pemazmur yaitu langit, bulan dan bintang mengungkapkan bahwa alam semesta merupakan maha karya-Nya yang indah, bercahaya, manis, begitu mempesona penuh keagungan dan kemuliaan-Nya. Buatan jari-Mu menunjukkan bahwa Ia menciptakan kosmos ini dengan sentuhan ringan dan lembut ibarat seseorang yang memainkan senar kecapi dengan jari-jarinya. Langit, bulan dan bintang menceritakan kemuliaan-Nya karena ada manifestasi ilahi  di dalam semuanya itu”. Bulan bintang yang Kautempatkan artinya yang disusun-Nya kiranya merupakan pekerjaan tangan-Nya. Segala karya-Nya mengungkapkan keindahan seni yang membuat hati dan pikiran manusia terkagum-kagum untuk mengkontemplasikan-Nya.

Pemazmur mengkontemplasikan semauanya dalam keheningan malam. Malam memang merupakan saat yang tepat untuk tenggelam menyaksikan keagungan Tuhan melalui langit, bulan dan bintang yang bercahaya. Aktivitas kontemplasi si pemazmur tercermin dari kata kerja melihat. Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: 8:4 apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? Dari kontemplasi akan keindahan natura dan keagungan kosmos pemazmur sampai kepada pengetahuan ilahi dan kebijaksanaan. Sebabnya, keagungan TUhan yang mengatasi langit ternyata dapat dengan jelas dilihat, dirasakan dan dimengerti lewat ciptaan. Bisa dikatakan bahwa natura tak lain adalah pengetahuan tentang seni tertentu, secara konkret seni ketuhanan yang tertulis dalam benda-benda sehingga dengan sendirinya benda-benda merefleksikan keagungan dan kemuliaan Tuhan (Laudato si art 80).

Dalam pengetahuan dan kebijaksanaan, disposisi batin-hati, pikiran dan jiwa pemazmur tersentak dan terheran-heran akan fakta manusia. Di hadapan keagungan segala karya-Nya yang diciptakan-Nya, manusia hanyalah suatu makhluk kecil nan rapuh yang tiada apa-apanya jika dibandingkan karya-karya-Nya di dalam kosmos begitu luas. Itulah sebabnya mengapa si pemazmur bertanya apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?

Paradoksnya adalah justru Tuhan mengingat dan mengindahkan manusia yang rapuh ini. Mengingat dan mengindahkan artinya Tuhan paling mencintai, menyayangi dan menjaga manusia dengan kebaikan-Nya di antara segala ciptaan dan segala karya-Nya. Di dalam diri manusia yang terbatas dan kecil ini, Tuhan yang maha agung itu justru malah menyerahkan diri-Nya.

8:5  Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Tuhan, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. 8:6 Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya:   8:7 kambing domba dan lembu sapi sekalian, juga binatang-binatang di padang;  8:8  burung-burung di udara dan ikan-ikan di laut, dan apa yang melintasi arus lautan.

Ayat 5 kiranya merupakan puncak keindahan mazmur ini. Pertanyaan reflektif siapakah manusia dijawab oleh pemazmur sendiri berdasarkan kontemplasinya. Menurutnya, manusia diciptakan hampir sama seperti Tuhan yang berarti manusia serupa dengan Tuhan; manusia adalah gambar dan rupa-Nya. Kemudian, Tuhan yang begitu agung justru membungkuk di atas manusia dengan memahkotainya seolah-olah dia raja muda dalam kemuliaan dan hormat: “Engkau memahkotainya dengan kemuliaan dan martabat. Mahkota manusia adalah karena Tuhan menjaganya, mencintainya. Maka berkat mahkota dan kesetarannya yang nyaris hampir sama dengan Tuhan membuat manusia yang adalah makhluk hina menjadi makhluk mulia. Mahkota yang diberikan dan nyaris setara dengan diri-Nya berarti Tuhan bermaksud untuk tinggal di dalam diri manusia dan menjadi kemuliaan bagi hidup manusia. Sekarang ia menjadi mulia dan agung karena mahkotanya dan rupanya. Dengan demikian, di antara segala ciptaan, manusialah yang memiliki hubungan yang unik dengan Tuhan dan ciptaan yang paling dekat dan intim dengan-Nya. Dia adalah satu-satunya makhluk ciptaan yang dapat mengagumi sang pencipta, bertanya kepada-Nya, mengkontemplasikan-Nya sekaligus menjawab dan menyesuaikan dirinya terhadap hubungan istimewa yang diberikan oleh Tuhan kepadanya. Dalam relasi istimewa ini terjadi aktualisasi revelasi Tuhan bersama dengan manusia yang rapuh dan kecil.

Tidak berhenti itu saja rahmat Tuhan yang diberikan kepada manusia. Selanjutnya, Tuhan menjadikan manusia berkuasa atas karya-karya-Nya. Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya: 8:7 kambing domba dan lembu sapi sekalian, juga binatang-binatang di padang;  8:8  burung-burung di udara dan ikan-ikan di laut, dan apa yang melintasi arus lautan.

Membuat manusia berkuasa atas karya-karya-Nya menyiratkan mandat Tuhan kepada manusia yaitu bahwa Tuhan mempercayakan seluruh alam semesta kepada manusia supaya manusia dapat mengetahuinya dan mempertahankannya dengan penuh kemuliaan sesuai mahkotanya dan gambar dan rupa Tuhan sendiri. Maka kekuasaan yang diberikan Tuhan kepada manusia atas ciptaan dapat dimengerti secara ilahi. Berkuasa atas hewan mengingatkan tugas manusia yang tersirat di dalam kitab kejadian yaitu memberi nama binatang-binatang tersebut. Memang, ada superioritas manusia atas ciptaan yang tercermin di dalam kalimat segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya:  8:7 kambing domba dan lembu sapi sekalian, juga binatang-binatang di padang;  8:8 burung-burung di udara dan ikan-ikan di laut, dan apa yang melintasi arus lautan. Tetapi superioritas manusia atas makhluk lain bertujuan agar manusia  menemukan realitas yang mendalam, menghormati segala ciptaan supaya menjadi sumber keindahan dan kehidupan. Kekuasaan manusia atas ciptaan dan superioritasnya atas ciptaan lain justru menunjukkan tanggung jawab manusia terhadap ciptaan dengan menyayangi, menjaga, melestarikan ciptaan. Bukan menghancurkan, membunuh, merusak semesta. Dengan memberikan kekuasaan kepada manusia justru menguak peran manusia bahwa manusia adalah instrument kebaikan, kepedulian bahkan kasih terhadap karya dan ciptaan-Nya.

8:9 Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi!

Madah ini ditutup dengan kalimat yang sama dengan kalimat pembukaan. Seruan Ya Tuhan, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi yang ada di pembukaan dan penutup madah membingkai dan mengapit madah ini. Artinya ketika manusia menyadari kemuliaannya, tugasnya, tanggung jawabnya terhadap karya ciptaan membuat nama Tuhan semakin mulia di seluruh bumi. Mazmur 8  menjadi madah kemuliaan Tuhan karena manusia yang menyadari dirinya dan melaksanakan perannya bersama dengan dan di dalam Tuhan pencipta. Memuji Tuhan tidak hanya di dalam peribadatan ataupun liturgi tetapi memuji Tuhan harus menjadi hidup itu sendiri. Keberadaan manusia bukan hanya karena kekuatan Tuhan, tetapi juga karena rahmat-Nya dan persatuan hidupnya dengan Tuhan sendiri. Itulah sebabnya itu kita memuji Tuhan dari awal kehidupan dan sampai akhir kehidupan, dari kelahiran sampai kepada kematian: Ya Tuhan, TUhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi

 

Makna

Tuhan telah menuliskan suatu madah nan indah yang kata-katanya tersusun dari segala ciptaan yang tersebar di semesta ini. Sebabnya, segala natura maupun kosmos merupakan karya-Nya, manifestasi-Nya dan tempat kehadiran-Nya. Maka, Mazmur ini merupakan suatu kesadaran dan permenungan manusia akan kehinaannya sebagai makhluk ciptaan tetapi menjadi mulia dan juga suatu permenungan akan karya Tuhan. Dengan demikian, Mazmur 8 lahir dari perjumpaan manusia dengan Tuhan lewat natura dan ciptaan (Bertold Anton Parreira).

Yesus Kristus memanggil kita para murid-Nya untuk menjadi penuh perhatian terhadap keindahan yang ada di semesta ini. Yesus sendiri selalu berelasi dengan natura dan menyanyikan keindahannya dengan ketertakjuban. Dalam ketertakjuban,  Ia mengkontemplasikan keindahan: “Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai” (Yohanes 4:35). Ia dekat bahkan menyatukan diri-Nya dengan alam ciptaan sehingga Ia membandingkan kerajaan Tuhan dengan biji sesawi.

Meneladan Yesus Kristus, para murid-Nya harus juga memiliki kesadaran terhadap keindahan karya Tuhan. Bahkan tidak hanya menyadari tetapi juga menyanyikan, mencintai, menyatukan diri dengan natura seperti yang dilakukan oleh-Nya. Semua tindakan tersebut diawali dengan mengkontemplasikannya. Kontemplasi menjadi kunci untuk mencercap keindahan  misteri penciptaan. Mengkontemplasikan dan berelasi dengan natura harus menjadi bagian dari hidup kemuridtan Kristus karena murid Kristus tinggal bersama, mengada bersama dengan ciptaan dan merupakan bagian dari semesta ini. Mengkontemplasikan penciptaan juga berarti mendengarkan pesan ilahi, mendengarkan suara paradoks, keheningan dan kebijaksanaan. Sebab, di dalam segala ciptaan tinggallah Roh Hidup yang memanggil kita semua untuk berelasi dengannya. Setiap makhluk mencerminkan sesuatu tentang Tuhan dan memiliki pesan untuk mengajar kita tentang keindahan dan keagungan karya-Nya. Murid Kristus menemukan jati dirinya, panggilannya, identitasnya, kemuliaannya dengan mendengarkan dan mengkontemplasikan alam semesta. Bahkan iman, harapan dan kasih muncul dari hasil kontemplasi terhadap semesta. Dekat dan menyatukan diri dengan natura dalam kelucuan ataupun keindahannya membuat para murid Kristus semakin menemukan arti iman, harapan dan kasih sekaligus mencercap keagungan Tuhan pencipta. Keindahan semesta dan segala ciptaan merupakan sumber kasih, iman dan harapan yang memperbaharui dan memberikan kesegaran kepada para murid dalam menjalani tugas perutusan di dunia ini. Sebenarnya melalui keindahan natura hidup para murid Kristus dipenuhi dengan keindahan dan kebaikan bahkan menjadi kekuatan untuk menyebarkan kasih-Nya kepada semesta ini. Mereka pun menjadi bercahaya seperti bulan di keheningan malam.

Tetapi juga, di hadapan karya ciptaan terpartri pula tanggung jawab dan peran murid Kristus terhadap natura ini. Tanggung jawab murid Kristus adalah mencintai, merawat dan menyelamatkan semesta. Sebabnya, manusia dianugerahkan akal budi dan hati. Akal budi dan hati inilah yang membuat manusia serupa dengan gambar dan rupa Tuhan tidak hanya secara fisik dan juga yang menjadikan manusia lebih superior dari makhluk lain yang mana semua kapasitas tersebut tidak dimiliki oleh mereka. Dengan akal budi dan hati nuraninya ia menjadi tuan atas tindakannya; ia tahu mana yang benar dan buruk, di dalam hatinya bergema suara: lakukanlah yang baik dan hindarilah yang jahat yang semuanya itu tidak dimiliki oleh makhluk lain. Berkat akal budi dan hati nurani ia harus menggunakan kekuasaan berdasarkan belas kasih dan cinta bukan dengan semena-semena dan kekejaman. Belas kasihan harus menjadi gerak hati dan kebaikan-kebenaran menjadi pedoman dan gerak akal budi dalam relasinya dengan makhluk lain. Semakin manusia berbelas kasih dan berbuat kebaikan terhadap ciptaan lain dengan akal budi dan hatinya semakin ia serupa dengan Tuhan dan semakin bercahaya mahkotanya. Justru karena mahkota kemuliaannya dan sebagai gambar dan rupa Tuhan manusia hanya bisa menyayangi, merawat, menyelamatkan makhluk-makhluk yang diletakkan di bawah kakinya itu. Hidupnya, tindakannya, gerak-geriknya kiranya membawa damai dalam kelembutan kepada ciptaan bukan membawa pedang atau menciptakan mesin yang merusak dan membunuh. Jelas bahwa tanpa ada kesadaran kalau kita adalah gambar dan rupa Tuhan dan mahkota kita karena kita dijaga dengan kasih dan kebaikan-Nya, tentu kita tidak akan berbuat baik kepada makhluk lain dan tidak akan mengenali tempat mereka yang sebenarnya. Sebaliknya, kita akan menuntut mereka terlalu banyak dengan cara eksploitasi. Mereka tetap yang terlemah dan terkecil di hadapan kita manusia karena mereka diletakkan di bawah kita dan karena kekecilan mereka, mereka tidak bisa memberi kita yang lebih tinggi dan superior (Laudato si art 88). Maka, kita sebagai para murid Kristus harus membungkuk terhadap makhluk yang ada di bawah kaki kita dengan kelembutan dan kasih sebagaimana Tuhan telah membungkuk kepada kita ketika Dia memahkotai kita. Yang pasti adalah Tuhan ikut menderita ketika lingkungan dirusak, Tuhan ikut menangis hewan disiksa, dibunuh dengan kejam hanya untuk industrisasi, makanan dan uang. Lewat penderitaan dan kematian-Nya di kayu salib, Kristus menyatukan diri-Nya seutuhnya dengan ciptaan sehingga  segala tindakan manusia kepada ciptaan entah kebaikan atau keburukan adalah tindakan terhadap Kristus sendiri.

Kemuliaan manusia berarti Tuhan menciptakan manusia untuk menjadi ekspresi kehidupan-Nya, sarana dari kehidupan ilahi, fakta yang mana Tuhan yang tidak terlihat membuat diri-Nya terlihat oleh ciptaan-Nya lewat kita manusia. Dari sebab itu, kita harus menjadi instrumen belas kasih-Nya, kebaikan-Nya yang melaluinya Tuhan akan menyelesaikan pekerjaan-Nya di dunia ini dan kita manusia ini menjadi ekspresi dan realitas kasih-Nya. Pada saat itu kemuliaan manusia adalah menjadi sahabat ciptaaan dengan membangun persaudaraan dengan natura seperti nyanyian matahari St Fransiskus Asisi: Terpujilah Engkau Tuhanku. Dengan menjadi sahabat ciptaan ia pun menjadi sahabat Tuhan pencipta; sahabat Yesus Kristus.

Finalitas semua ciptaan terkatub di dalam diri Yesus Kristus yang merupakan asal mula segala sesuatu: “Segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia” (Kol 1, 16). Prolog Injil Yohanes (1, 1-18) menunjukkan aktivitas kreatif Kristus sebagai Sabda ilahi (Logos). Namun prolog ini mengejutkan karena Sabda ilahi “menjadi daging” (Yoh 1:14). Dengan menjadi daging, Yesus Kristus Allah Tritunggal telah memasukkan diri-Nya ke dalam kosmos yang diciptakan, mengikat nasib-Nya bahkan sampai mati di kayu salib demi mengembalikan kemuliaan manusia dan keindahan ciptaan. Sejak permulaan dunia tetapi secara khusus sejak Inkarnasi, misteri Kristus bekerja secara diam-diam di seluruh realitas alam tanpa mempengaruhi otonominya demi keselamatan segala ciptaan (Laudato si art 99). Kemudian dalam misteri penderitaan dan wafat-Nya, Kristus telah mengambil dunia material ini di dalam dirinya sendiri dan sekarang dengan kebangkitan-Nya Dia tinggal di kedalaman setiap makhluk, mengelilinginya dengan kasih sayang-Nya serta menembusnya dengan cahaya keselamatan-Nya (Laudato si art 221).

Bersama Allah Tritunggal, manusia dan semesta ini akan menjadi madah yang indah. Lewat madah yang indah itu, kita akan menemukan kebahagiaan kita ketika kita berhadapan muka dengan keindahan Tuhan yang tak terbatas (bdk. 1 Kor 13, 12). Kita akan menyanyikan misteri alam semesta yang akan ikut bersama kita dalam kehidupan yang abadi dengan kekaguman yang bahagia. Kehidupan kekal akan menjadi keajaiban bersama yang mana setiap makhluk diubah dengan cara yang bercahaya sehingga segalanya akan menempati tempatnya (Laudato si art 243). Seruan penutup Mazmur 8 Ya Tuhan, Tuhan kami betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi seirama, satu melodi dan bergema di dalam kidung matahari St. Fransiskus Asisi:

Yang Mahaluhur, Mahakuasa, Tuhan yang baik, milik-Mulah pujaan, kemuliaan dan hormat dan segala pujian.

 KepadaMu saja, Yang Mahaluhur, semuanya itu patut disampaikan, namun tiada insan satu pun layak menyebut nama-Mu. 

Terpujilah Engkau, Tuhanku, bersama semua makhluk-Mu, terutama Tuan Saudara Matahari; dia terang siang hari, melalui dia kami Kau beri terang.

 Dia indah dan bercahaya dengan sinar cahaya yang cemerlang; tentang Engkau, Yang Mahaluhur, dia menjadi tanda lambang.

 Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudari Bulan dan Bintang-bintang, di cakrawala Kau pasang mereka, gemerlapan, megah dan indah.

Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudara Angin dan karena udara dan kabut, karena langit yang cerah dan segala cuaca, dengannya Engkau menopang hidup makhluk ciptaan-Mu.

 Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudari Air; dia besar faedahnya, selalu merendah, berharga dan murni.

 Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudari Api, dengannya Engkau menerangi malam; dia indah dan cerah ceria, kuat dan perkasa. 

Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudari kami Ibu Pertiwi; dia menyuap dan mengasuh kami, dia menumbuhkan aneka ragam buah-buahan, beserta bunga warna-warni dan rumput-rumputan.

 Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena mereka yang mengampuni demi kasih-Mu dan yang menanggung sakit dan duka-derita. Berbahagialah mereka, yang menanggungnya dengan tenteram, karena oleh-Mu, Yang Mahaluhur, mereka akan dimahkotai.

 Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudari kami Maut badani, daripadanya tidak akan terluput insan hidup satu pun.

 Celakalah mereka yang mati dengan dosa berat; berbahagialah mereka yang didapatinya setia pada kehendak-Mu yang tersuci, karena mereka takkan ditimpa maut kedua. 

Pujalah dan pujilah Tuhanku, bersyukurlah dan mengabdilah kepadaNya dengan merendahkan diri serendah-rendahnya.

Copyright ©2023 ducksophia.com. All Rights Reserved

Author: Duckjesui

lulus dari universitas ducksophia di kota Bebek. Kwek kwek kwak

Leave a Reply