Lukisan: Natale Attanasio, The Admirer, 1895
Yohanes 15: 9-15
Tinggallah di dalam kasih-Ku
Suatu perintah itu bersifat mengikat. Dan karena suatu ikatan, suatu perintah menuntut adanya ketaatan. Lihat saja hal itu dalam dunia militer ketika seorang prajurit diperintah oleh atasannya. Nah tuntutan akan ketaaan inilah yang membuat suatu perintah itu membebani manusia. Bahkan perintah itu menjadi hal yang sulit dilakukan. Apalagi kalau perintah dijadikan suatu hukum.
Hari kita mendengarkan salah satu hukum kasih versi Yohanes dan perintah itu berbunyi demikian: “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi satu sama lain, seperti Aku telah mengasihi kamu”. Lalu apa maksud Yesus ketika kasih itu dijadikan suatu hukum? Apakah hukum kasih itu membebani manusia?
Manusia selalu memiliki kecenderungan untuk mengasihi dirinya sendiri secara berlebihan. Kasih diri yang demikian mengarahkan manusia untuk menjadi pribadi yang tertutup bagi sesama. Tidak ada ruang bagi sesama di dalam dirinya. Nah saat kasih itu dijadikan hukum oleh Yesus, Yesus memperbaharui dan menebus kasih manusia yang tidak sempurna. Kristus melalui misteri paskah mengajarkan kepada manusia untuk keluar dari kasih diri. Kasih yang sejati itu tidak berkutat pada diri sendiri. Kasih itu harus merangkul dan memberi ruang kepada orang lain.
Dalam susunan Injil Yohanes, hukum kasih itu diberikan pada saat Yesus mengadakan pesta perpisahan dengan murid-murid-Nya sebelum disalibkan. Itu berarti bahwa ia sendiri yang mengatakan dan dialah yang pertama kali melakukan hukum kasih itu. Hukum kasih itu diwujudkan menjadi suatu tindakan kasih yang nyata dengan kematian-Nya di kayu salib dan kebangkitan-Nya dari maut. Melalui paskah Kristus, hukum kasih menjadi perbuatan kasih dalam kehidupan. Hukum kasih bukanlah sekedar hukum yang hanya terdiri dari konsep-konsep melulu tetapi hukum kasih adalah perbuatan mengasihi sesama. Jadi misteri Paskah adalah bukti kasih kristus yang nyata, bukti bahwa kasih-Nya itu tidak terbatas.
Kasih Kristus itu menjadi pilar kehidupan seorang pengikut Kristus: “Tinggallah di dalam kasih-Ku”. Dan sebagaimana Bapa mengasihi diri-Nya, demikian juga Kristus mengasihi murid-murid-Nya sedemikian rupa. Para murid harus melakukan apa yang diperbuat oleh sang guru yaitu saling mengasihi satu sama lainnya. Kasih Kristus kepada Bapa merupakan model bagi para murid dalam mengasihi sesama. Keharusan untuk saling mengasihi menjadikan para murid sebagai manusia yang baru. Kebaharuannya itu terletak pada diri yang membuka bagi sesama, diri yang memberi tempat untuk sesamanya. Kasih diri manusia yang tidak sempurna itu disempurnakan oleh Yesus berkat hukum kasih.
Dengan hukum kasih itu, pengenalan dan pengertian seorang pengikut Kristus akan sesamanya diperluas. Sesamaku tidak hanya mereka yang menjadi teman-temanku yang menyenangkan. Juga sesamaku bukan hanya mereka yang kukenal. Namun sesamaku adalah setiap wajah yang sejauh mataku mampu melihatnya. Sesamaku adalah setiap suara yang sejauh telingaku mampu mendengar seruannya. Sesamaku adalah setiap tangan sejauh tanganku mampu merengkuhnya. Itu berarti kasih yang dijadikan hukum tidaklah mengenal batas. Maksudnya mengasihi tidak hanya mengasihi kesempurnaannya, kelebihan, tetapi mengasihi sepenuhnya baik kesempurnaanya dan keterbatasannya. Malahan dengan hukum kasih, kasih merangkul mereka yang tampaknya bukan orang yang pantas untuk dikasihi. Hukum kasih memampukan kita menyangkal diri. Kita berhenti menjadi egois. Apa yang menjadi syarat agar aku dapat mengasihi dirimu dihapus oleh hukum kasih. Tidak ada lagi sebuah seruan diri yang berkata aku mengasihimu jika … atau aku mengasihi ketika… Syarat-syarat yang bergema di dalam kata jika dan ketika itu telah dihapus oleh hukum kasih. Itu berarti hukum kasih memurnikan kasih itu sendiri. Tidak ada lagi kepalsuan. Bahkan dengan hukum kasih kita mampu memberikan hidup kita bagi sesama.“Tiada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya bagi sahabatnya”. Memberikan nyawa bagi sahabat menjadi kenyataan melalui hukum kasih.
Ketika seseorang berubah atau menjadi pribadi yang menyebalkan kerap kali kita meninggalkan dia, kita tidak lagi mengasihi dia. Muncul ungkapan-ungkapan seperti aku lelah mengasihi dia, kasihku telah habis. Ungkapan itu menandakan bahwa kasih kita telah binasa, kasih kita telah habis. Kasih yang telah habis dan binasa itu tak lain adalah kebencian. Sebab kasih telah kehilangan kesegaraannya, kehilangan nyalanya, hasratnya, dan sukacitanya.
Tetapi ketika kasih itu yang dijadikan hukum, hukum kasih itu menjaga kasih agar kasih tidak habis dan tidak berubah menjadi kebencian. Hukum kasih itu membuat kasih itu terus bernyala, germerlap, dan bercahaya. Dengan hukum kasih, kasih seorang murid Kristus kepada sesamanya tidak pernah dan tidak dapat berubah meskipun sesama itu diterpa perubahan. Sebab sama seperti kasih Kristus tidak pernah berubah, demikian juga kasih kita terhadap terhadap sesama tidak pernah berubah. Kasih kita yang tidak berubah terhadap sesama itu berarti bahwa kita melakukan hukum kasih. Kita tinggal di dalam kasih Kristus. Kata Yesus:“Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. Dengan melakukan hukum kasih apa yang dijanjikan Yesus yaitu sukacita menjadi ganjaran kita. Kita memiliki sukacita yang penuh. Sukacita Kristus ada di dalam kita. Jadi kasih yang murni itu menghantar kita kepada sukacita.
Hukum kasih itu bukan sesuatu yang membebani manusia. Hukum kasih itu membebaskan dan menyempurnakan manusia. Hukum kasih itu melampaui hukum-hukum yang pernah dibuat manusia. Hukum kasih itu kehidupan. Sebab hukum kasih adalah hukum yang menyelamatkan dan menyempurnakan manusia. Buktinya: ketika kita memiliki berbagai keinginan tanpa batas, hukum kasih itu menahannya; ketika kita kehilangan semangat dalam mengasihi, hukum kasih menguatkan; ketika kita menjadi lelah bahkan padam dalam mengasihi, hukum kasih itu menyalakan kembali kasih yang letih dan padam itu; ketika kasih berada di dalam kepalsuan, hukum kasih memurnikannya; ketika kita tidak tahu apa yang harus kita perbuat bagi sesama, maka hukum kasih akan memberitahukan apa yang harus dikerjakan; ketika kita berkata tidak mungkin dapat aku mengasihi musuhku, hukum kasih malah memampukan kita untuk mengasihi musuh. Hukum kasih itu berkata dengan lembutnya: Pejamkan mata dan ingatlah kata-kata hukum kasih: kasihilah satu sama lain seperti Aku telah mengasihi kamu. Maka musuh berubah menjadi sahabat. Dia bukan lagi yang kubenci tetapi yang kukasihi. Dan pada saat itu pula kita berada di jalan kesempurnaan kasih. Inilah keterpilihan dan kekhususan kita sebagai pengikut Kristus: memiliki hukum kasih yang selalu bergema dengan lembutnya di dalam hati kita. Yesus sendirilah yang menanamkan hukum kasih di dalam hati setiap pengikut-Nya. Bukan kamu yang memilih aku, tetapi aku yang memilih kamu. Hukum kasih adalah rahmat, rahmat yang selalu menjadi milik semua pengikut Kristus.
Karena rahmat, sekarang marilah kita pergi melakukan hukum kasih dan menghasilkan buah-buah kasih. Sebab hukum kasih meminta kenyataan dan tindakan kasih. Dan juga hukum kasih hanya dapat dikenali dari buah-buahnya. Untuk itu, tinggallah selalu di dalam kasih. Hanya yang tinggal di dalam kasih itulah yang dapat mengetahui dan merasakan serta berbuat kasih itu sendiri.
Copyright © 2018 ducksophia.com. All Rights Reserved