Esse atau Actus Essendi Dalam Metafisika

 

Lukisan Louis Aston Knight, The Blue Cottage

 

“Actus Essendi adalah bukti keagungan sang Pencipta, suatu proklamasi akan eksistensi-Nya, suatu nyanyian ilahi dalam setiap ada ciptaan”

Ada, ens, being komposisi (ciptaan) adalah itu yang memiliki esse dan esensi. Esse mencakup segala kesempurnaan yang dimiliki ada sementara esensi membatasi esse di dalam determinasi tertentu sehingga ada menjadi ada yang unik dan partikular. Jadi esse dan esensi adalah dua komponen yang saling terkait satu sama lain sebagai aktus dan potensi yang membentuk substansi ada komposisi (ens commune).

Berkat esse[1], kita dapat menyebut realitas sebagai ada-ada karena segala yang ada pasti memiliki esse. Tetapi itu bukan berarti bahwa ada adalah esse karena segala ada merupakan modus partikular (baca: esensi) dari esse. Maka, esse memiliki keistimewaan karena esse (act of being) menyatakan kebenaran metafisika yang sederhana yaitu bahwa realitas adalah ada (esse, act of being) atau tidak ada realitas yang bukan ada (is not).

 Pengertian esse

 Esse (act of being, ) dapat didistingsi  sebagai copula (yaitu dalam kalimat sebagai kata kerja adalah, to be,) dan juga dalam arti bahwa esse menunjukkan realitas ada.

  • Esse di dalam realitas ada

Thomas mendefinisikan esse sebagai demikian:

  1. Esse adalah itu yang paling sempurna (…), esse adalah aksi dari segala aksi dan kesempurnaan dari segala kesempurnaan[2].

Esse menyoal aksi yang paling sempurna. Terminologi aksi (action) di dalam metafisika digunakan untuk menggambarkan segala kesempurnaan sehingga pengertian aksi tidak bisa dirujukkan secara eksklusif kepada tindakan atau operasi (seperti aksi berpikir, bermain, menulis, dst). Jadi, aksi (action) dalam metafisika lebih luas dari tindakan atau operasi. Mengapa? Setiap aksi (tindakan-operasi) apapun menyatakan esse meskipun di dalam cara yang berbeda. Keutamaan, warna, berat, kehidupan berpartisipasi di dalam esse walaupun di dalam tingkatan yang berbeda. Dengan kata lain, esse dimiliki oleh ada-ada  di dalam gradasi intensitas yang berurutan dari ada yang tak sempurna sampai kepada Tuhan yang adalah sempurna (Ipsum esse subsistens). Gradasi kesempurnaan ada-ada itu mencerminkan gradasi intensitas esse di dalam ada-ada sehingga menunjukkan pula hirarki ada di dalam semesta ini.  Walaupun terdapat hirarki ada karena adanya gradasi esse tetapi yang pasti adalah bahwa segala ada memiliki esse. Itu berarti esse adalah yang pertama dari segala aksi: bahwa esse menjadi syarat bagi segala aksi dan segala substansi sebab tanpa esse segala sesuatunya akan tiada.

 Esse juga mendeklarasikan kesempurnaan yang unik. Bunga mawar merah memberikan kesempurnaan yang spesifik. Maka, esse adalah aksi pokok dalam arti bahwa tidak ada properti ada yang dapat menciptakan ada karena properti-properti tersebut agar dapat menghasilkan efek haruslah memiliki esse. Sebabnya, sebelum segala sesuatu, setiap aksi haruslah memiliki act of being (esse), jika tidak demikian, yang terjadi adalah ketiadaan. Dengan demikian esse merupakan aksi yang paling utuh, penuh dan total. Karena aktualitas yang paling sempurna maka esse secara causalitas menstransendensi aktualitas yang menspesifikasikan ada-ada di dalam cara-cara yang beragam.

  1. Esse itu sendiri adalah kesempurnaan yang paling sempurna dari segala hal, sebab esse dibandingkan dengan segala hal sebagai act; karena tidak ada yang memiliki aktualitas kecuali sejauh memiliki esse. Oleh sebab itu pula esse itu sendiri adalah aktualitas segala hal, bahkan untuk forma itu sendiri (entah substansial ataupun aksidental)[3]

Esse adalah aktualitas sehingga esse merupakan kesempurnaan yang paling sempurna dari suatu ada. Karena aktualitasnya pula, esse adalah aksi dari segala aksi dari suatu ada karena esse mengaktualkan segala kesempurnaan yang lain yang dimiliki ada dan menjadikan kesempurnaan yang lain suatu ada mengaktual.

Akibatnya, esse meliputi dan menaungi segala sesuatunya yang terdapat di dalam ada itu sendiri ibarat sebuah payung. Selagi aksi yang lain hanya mengacu kepada bagian atau aspek-aspek tertentu ada, tetapi esse adalah kesempurnaan yang mencakup segala sesuatunya yang dimiliki ada tersebut tanpa terkecuali. Warna merah sebuah bunga tidak menyatakan keseluruhan kesempurnaan bunga tersebut. Tetapi esse selalu menyatakan kesempurnaan total dan itu termasuk semua bagian atau aspek-aspek ada. Misalnya pohon, maka esse pohon adalah pohon itu seluruhnya termasuk warnanya, besarnya, daunnya, bunganya, bentuknya, dan seterusnya. Tidak ada kesempurnaan di dunia ini yang tanpa memiliki esse sebagai causanya, bahkan segala kesempurnaan tak lain adalah modus esse yang spesifik. Esse itu sendiri superior dari segala kesempurnaan yang ada sehingga di antara segala prinsip, esse adalah yang paling sempurna. Maka kita pun dapat mengatakan bahwa esse adalah aksi universal karena esse milik segala hal. Konsekuensinya ketika kita berbicara mengenai segala hal, kita harus mengenali terlebih dahulu esse (to be, adalah) karena tanpa esse kita tidak akan mengerti apa-apa. Misalnya burung adalah, laut adalah

  1. Esse adalah itu yang paling dalam di dalam masing-masing hal dan yang paling melekat di dalam segala hal, karena esse memiliki peran forma (aksi, sesuatu yang menginformasikan atau mengaktualkan) dalam kaitannya dengan segala ada[4].

Esse tidak hanya menjadi bagian dari tatanan hal-hal (res, natura) tetapi mengada di dalam tingkat yang mendasar; esse adalah sumber dari ada real dari hal-hal yang mengada. Dengan demikian esse merupakan itu yang paling mendalam dan intim di dalam hal sehingga esse adalah itu yang memberikan stabilitas dan ketenangan.

Dalam konteks forma, esse adalah aksi dari forma. Karena itu, esse berarti itu yang menjadikan forma menjadi ada, aktual. Esse adalah aktualitas dari setiap forma. Maka esse dapat dikatakan sebagai tindakan-aksi suatu ada yang terakhir karena segala hal dan kesempurnaannya masing-masing tak lain adalah forma yang dimiliki dalam suatu cara yang terbatas (baca: berpartisipasi). Memang esse dibatasi oleh forma yang membatasi tingkatan kesempurnaan esse. Tetapi forma dapat mengada karena esse sebab esse adalah eksistensi aktual dari forma. Lalu apa bedanya esse dan forma? Untuk mengerti perbedaan esse dan forma haruslah kita bertitik tolak dari esensi. Esensi terdiri dari materi (potensi) dan forma (aktualitas). Dalam konteks ini, forma adalah causa bagi esse dalam bingkai causa formal yaitu bahwa forma membuat substansi menjadi real. Forma memberikan esse, menjadikan sesuatu di dalam realitas atau segala sesuatu mengada melalui formanya. Forma memberikan eksistensi kepada esse sehingga esse adalah aksi terdalam dari forma.

Memang forma adalah aktualitas esse yang berarti forma prinsip esse atau forma memberikan esse tetapi aktualitas forma terjadi karena forma memiliki esse. Forma ada karena esse. Forma adalah aktus dalam hubungannya dengan materi tetapi adalah potensi dalam kaitannya dengan esse. Sementara esse adalah elemen yang paling mendeterminasi karena esse membawa ada kepada realitas dan memberikan kesempurnaan. Dengan demikian, esse menstransendensi segala kesempurnaan baik forma substansial maupun forma aksidental.

Di dalam realitas terdalam esse adalah simplicity dan kesempurnaan yang melampaui multiplisitas dan limitasi hal-hal dan mengantar kepada unitas hal-hal, bahkan adalah kesempurnaan Tuhan. Maka esse di dalam ada-ada ciptaan tidak dapat dipahamai kecuali berasal dari esse Tuhan yang adalah Ipsum esse subsistens. Jelasnya bahwa esse ada ciptaan (ens commune) berpartisipasi di dalam esse Tuhan. Esse merupakan efek pertama yang disyaratkan oleh semua efek yang lain (causalitas Tuhan) dan tidak mensyaratkan segala efek yang lain[5]. Esse itu sendiri di atas proses menjadi dan waktu: esse manusia melampaui historitasnya sehingga esse itu sendiri itu lebih sempurna daripada ada manusia. Pada akhirnya esse adalah act of existing yaitu akar realitas sehingga merupakan prinsip dari segala prinsip realitas. Esse dipahami sebagai kesempurnaan universal – esse adalah aktualitas segala ada.

  • Esse di dalam kalimat

Di samping menyatakan ada di dalam kategori atau ada realitas, esse (act of being) juga hadir di sebagai kata kerja di dalam setiap bahasa manusia sebagai to be, adalah. Konsep to be dibentuk pada konsep being (ens) itu sendiri. Dalam tata bahasa kata kerja to be, adalah sebagai kata penghubung (copula) baik secara langsung maupun tak langsung. Secara langsung misalnya cinta adalah kebenaran yang tertinggi; Ivan adalah seorang pemain bola. Secara tak langsung misalnya kebenaran selalu memuaskan hasrat manusia sebagai makhluk berakal budi; matahari  terbit di timur. Di sini esse tidak tampak secara langsung tetapi di dalam koridor yang sebanding kita dapat mengatakan bahwa kebenaran adalah aspek transendental yang memuaskan hasrat manusia sebagai makhluk berakal budi, matahari adalah substansi yang selalu terbit di Timur.

Esse sebagai copula memiliki makna sebagai berikut:

  • Adalah (to be) berarti komposisi subyek dan predikat yang sifatnya sekarang ini di dalam setiap penilaian yang ditarik oleh pikiran. Misalnya Adam adalah seorang guru. Adalah menghubungkan predikat (seorang guru) dengan subyek (Adam) sehingga realitas komposisi dinyatakan olehnya. Fungsi esse tercetus dalam tataran logika yaitu bahwa esse menyatukan bagian-bagian dari satu kalimat bahkan ketika subyek dan predikat tidak real ataupun kiranya tidak bersesuaian satu sama lain di dalam realitas. Biasanya di dalam bahasa kita sehari-hari komposisi ini bersesuaian dengan realitas yang disodorkan. Namun, di dalam hal-hal tertentu juga terdapat ada non real tanpa komposisi yang diekspresikan di dalam penilaian kita. Hal ini terjadi ketika kita berbicara tentang privasi secara afirmatif, seperti di dalam kalimat Peter buta. Buta adalah sebenarnya bukan ada real melainkan negasi ada yaitu non ada. Contoh yang lain: keledai adalah binatang rasional. Pernyataan ini jelas pernyataan yang salah tetapi esse tetap menghubungkan subyek dan predikat walaupun preposisi tidak sesuai dengan realitas. Bahkan juga pernyataan kita tentang Tuhan: Tuhan itu ada; Tuhan adalah sang kebijaksanaan. Penilaian bahwa Tuhan itu ada dan Tuhan adalah sang kebijaksanaan adalah benar, meskipun demikan kita tidak dapat membuat pernyataan tentang realitas Tuhan yang paling dalam. Adalah di dalam atau tentang Tuhan berarti bahwa penilaian kita benar tetapi tidak mengeskpresikan ada Tuhan secara demikian karena Tuhan adalah Mahakuasa dan tak terselami. Kita hanya dapat menyatakan Tuhan secara analog dalam keterbatasan ciptaan. Kesimpulannya bahwa kata kerja adalah menyatakan itu yang terjadi pertama kali di dalam intelek sebagai aktualitas atau aktualitas dinyatakan di dalam cara kata kerja adalah
  • Adalah (to be) kiranya menunjukkan suatu kesempurnaan aktual yang melekat di dalam subyek yang diberikan. Pohon itu merah membuktikan bahwa qualitas tertentu telah menjadi properti dari pohon tersebut. Arti pertama dari adalah adalah realitas, aktualitas yang menggambarkan keseluruhan kekayaan ada. Maka adalah menyatakan keadaan ada (eksistensi) dan bahwa ada adalah kepenuhan dari kesempurnaan. Untuk menyatakan kesempurnaan di dalam subyek, kita menggunakan kata kerja adalah. Dengan demikian adalah menggambarkan suatu aktualitas yang menjadi to be dari suatu substansi. Di sini tersirat bahwa setiap forma atau aktualitas hadir di dalam subyek. Untuk memaknai atau mengartikan forma atau aktualitas di dalam subyek kita membutuhkan kata kerja adalah (to be). Kata kerja adalah secara prinsip berarti aktualitas secara universal dari dari setiap forma, substansi atau aksidental.
  • Realitas kata kerja adalah (to be) menyatakan esensi dan cara-cara yang beragam dari ada real. Misalnya buku yang ada di atas meja berwarna merah. Lalu, esse di dalam preposisi menunjukkan kebenaran realitas, apa yang ada di dalam pikiran sesuai dengan realitas. Maka, atribut predikat terhadap subyek menyatakan kebenaran bahwa apa yang diafirmasi adalah benar. Misalnya faktanya buku yang ada di atas meja berwarna merah lalu kita menyatakan realitas itu dalam pikiran bahwa buku itu adalah merah. Jadi ada kesesuaian antara realitas dan pikiran. Maka esse juga memiliki peran untuk mengetahui kebenaran dan kesalahan (jika preposisi tidak sesuai dengan realitas). Misalnya, faktanya buku itu hitam tetapi preposisi mengatakan buku itu kuning sehingga kita mengatakan hal itu salah. Di sini kata kerja adalah menunjukkan suatu komposisi dan bukan suatu sesuatu yang simple.

 

 Esse, realitas dan pengetahuan

Pernyataan-pernyataan (statement) yang kita buat misalnya laut yang biru, api membakar hutan umumnya mengacu kepada realitas konkret yang ditangkap oleh indra-indra kita. Bagaimana itu terjadi? Dalam hal ini, peranan fakultas indra-indra (via aestimativa, yang di dalam manusia disebut cogitative) memiliki peran yang penting. Fakultas indra-indra di bawah direksi intelek mengetahui realitas individual. Ketika intelek dihadapkan dengan suatu sintesis konkret (ini adalah bunga ungu) yang dipresentasikan oleh cogitative, maka intelek mengafirmasi realitas bunga ungu dan intelek menggunakan kata kerja adalah (to be) untuk melakukan afirmasi tersebut. Kemudian intelek, dengan menggunakan pengetahuan yang telah didapatnya, membentuk penilaian tentang apa yang mungkin, apa yang telah ada. Di sini, kata kerja adalah pertama-tama berarti kebenaran sintesis yang dinyatakan (atau disangkal) di dalam penilaian dan hanya di dalam makna tidak langsung struktur ontologis yang diungkapkan didasarkan pada pernyataan. Ketiga makna esse sebagai copula tersebut terkait sebagai kesatuan dalam setiap penilaian. Misalnya manusia adalah makhluk sosial, di sini adalah menunjukkan komposisi di mana predikat sosial dan subyek manusia diletakkan bersama, sosialitas merupakan kesempurnaan manusia dan preposisi ini adalah benar.

 

Esse, eksistensi, esensi

Esse tidaklah sama dengan eksistensi. Sebabnya, esse menyatakan suatu aksi sedangkan eksistensi hanya menyatakan bahwa suatu hal ada secara faktual. Eksistensi adalah fakta ada, fakta berarti apa yang dibuat; jadi ketika sesuatu sudah mengada atau memiliki eksistensi, sudah pasti memiliki esse (act of being) sehingga kita mengatakan bahwa hal itu ada dan bukan lagi suatu potensi. Singkatnya, esse adalah act of existence. Maka eksistensi merupakan konsekuensi dari memiliki esse dan esse mendahului eksistensi.  Eksistensi tak lain hanyalah aspek external dari esse. Dengan demikikan esse adalah itu yang paling penting di dalam eksistensi suatu hal karena esse adalah pusat metafsika ada suatu hal dan alasan terakhir untuk intelegibilitas eksistensi segala ada. Di sini terlukis ontologi existensial yang mana ada didefinisikan dalam fungsinya dengan esse-nya. Karena esse, eksistensi adalah hal yang paling sempurna dari segala hal, yang berkat esse eksistensi menjadi actual. Segala sesuatu tak mungkin memiliki aktualitas kecuali sesuatu itu mengada atau memiliki eksistensi. Jadi eksistensi berkat esse adalah itu yang mengaktualkan segala hal, bahkan forma-forma hal-hal tersebut. Esse adalah eksistensi segala yang ada dan segala yang ada memiliki eksistensi yang utama di dalam esse.

Sebagaimana dikatakan bahwa esse dan esensi sebagai satu kesatuan sama dengan aktus dan potensi. Di dalam realitas, ada, being, ens ciptaan adalah itu (id quod habet esse) yang memilik esse dan esensi. Setiap ada ciptaan merupakan ada komposisi karena esensi dan essenya berbeda. Bagaimanakah mengerti ini? Esse adalah realitas suatu ada (actus entis); realisasi dari esensi. Esse bukanlah sesuatu yang ditambahkan kepada esensi tetapi esse adalah itu yang menetapkan esensi menjadi ada. Sementara esensi memberikan kepada esse sesuatu yang unik, menjadikan sesuatu menjadi aktual secara unik, partikular, dan tertentu. Maka, tanpa esensi, aksi tidak akan menjadi act of being (esse) dalam arti bahwa esse tidak akan memiliki partikularitasnya, determinasinya, individualitasnya. Sebaliknya juga bahwa tanpa esse, esensi tidak dapat mengada. Esensi itu ada karena esensi berpartisipasi ke dalam esse, jadi esensi tidak bisa mengada sendiri. Sejauh esensi berpartisipasi ke dalam esse, maka esensi membatasi esse sesuai dengan kapasitas esensi. Dengan kata lain esse dibatasi dan diindividukan oleh esensi.

Pada akhirnya esse sebagai actus essendi adalah kesempurnaan dasar yang umum bagi Tuhan dan ciptaan yang merupakan basis untuk segala predikat analogis akan Tuhan dan ciptaan. Memang ada kesamaaan antara Tuhan dan ciptaan yaitu memiliki esse. Tetapi kesamaan esse Tuhan dan esse ciptaan bukan kesamaaan secara natura tetapi hanya secara analogi. Sebabnya, esse ciptaan yang terbatas, tidak sempurna berpartisipasi kepada esse TUhan yang sempurna, tak terbatas: Ipsum esse subsistens.

[1] Esse diidentifikasikan sebagai Actus Essendi, Thomas Aquinas, Summa Theologiae, I,q.3., a.4., ad.2

[2]  Thomas Aquinas, De Potentia, q.7, a.2, ad 9

[3] Ibid., Summa Theologiae, I, q.4, a.1, ad.3

[4]  Ibid., I, q.8., a.1

[5]  Ibid.,  De potentia,  q.3, a. 4

Copyright © 2017 ducksophia.com. All Rights Reserved

Author: Duckjesui

lulus dari universitas ducksophia di kota Bebek. Kwek kwek kwak

Leave a Reply