Lukisan Sieger Koder, Last Supper Meditation
Yohanes 13: 1-15
Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu,maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu,supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.
Ada sebuah lukisan dengan judul la ultima cena (Perjamuan terakhir) karya Sieger Koeder. Lukisan ini memiliki kedalaman arti yang menjelaskan misteri perjamuan malam terakhir. Dalam lukisan ini Yesus tidak ditampilkan seperti lukisan perjamuan malam terakhir pada umumnya tetapi pelukis hanya menghadirkan wajah-Nya yang terpantul di dalam air anggur yang ada di piala. Piala air anggur yang memantulkan wajah Yesus ada di tengah-tengah tangan-Nya yang menengadah. Meja perjamuan dialasi dengan kain berwarna putih. Dan di atas meja ada sebuah roti yang telah terpotong–potong, tercuil-cuil sebanyak sebelas potong. Sebelas cuilan atau potongan roti itu membentuk tulisan atau lambang Yunani XP yang berarti Kristus. Para murid sedang menatap Yesus, sementara Petrus tunduk ke bawah karena ia yang pertama menerima cuilan roti. Sementara para murid melihat dan merenungkan Yesus, Yudas berjalan meninggalkan ruangan. Wajah Yudas yang meninggalkan ruangan itu berubah menjadi wajah tengkorak.
Perjamuan malam terakhir diwarnai tiga peristiwa penting yaitu: pertama, peristiwa Yesus membagikan roti dan anggur. Pada saat Yesus membagikan roti ia berkata “Inilah Tubuhku yang diserahkan bagimu, perbuatlah ini untuk mengenangkan daku!” Lalu, sesudah makan ia memberikan piala anggur kepada murid-murid-Nya dan berkata “Piala ini adalah perjanjian Baru yang dimeteraikan dalam darah-Ku. Setiap kali kamu meminumnya, perbuatlah ini untuk mengenangkan Daku”. Jadi roti dan anggur perjamuan malam terakhir adalah tubuh dan darah-Nya sendiri. Yang kedua adalah peristiwa pembasuhan kaki para rasul oleh Yesus Kristus. Kata Yesus: “Akulah Guru dan Tuhan-Mu. Nah jikalau Aku, Tuhan dan Gurumu membasuh kakimu maka kamu wajib saling membasuh kaki. Sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepadamu supaya kamu berbuat seperti yang telah kuperbuat padamu”. Peristiwa yang ketiga adalah pengkhianatan Yudas Iskariot. Apa artinya ketiga peristiwa perjamuan malam terakhir bagi para murid Kristus zaman sekarang ini?
Yesus adalah Kristus, Yesus adalah Tuhan. Maka, Yesus yang membagikan roti dan memberikan piala anggur pada perjamuan malam terakhir berarti Tuhan memberikan diri-Nya, hidup-Nya yaitu tubuh dan darah-Nya sendiri sebagai makanan kepada murid-murid agar para murid-Nya beroleh keselamatan dan kehidupan. Barang siapa makan dagingku dan minum darah-Ku, ia memperoleh hidup yang kekal. Bahkan, melalui persekutuan dengan tubuh dan darah-Nya, Kristus juga mengkomunikasikan Roh-Nya kepada para murid. Santo Ephrem menulis: “Dia menyebut roti itu tubuhnya yang hidup, mengisinya dengan dirinya sendiri dan Rohnya. […] Dan dia yang memakannya dengan iman, memakan api dan roh. […] Ambillah, makan semuanya, dan makanlah Roh Kudus bersamanya. Melalui Tubuh dan darah-Nya, Kristus bertumbuh di dalam para murid karunia Roh-Nya. Jadi dengan tubuh-Nya, ia memberikan makanan kepada para murid dan dengan darah-Nya ia memberikan kepenuhan Roh Kudus sehingga para murid menjadi satu tubuh dan satu roh di dalam Kristus[1]. Para murid bersatu secara sempurna dengan Kristus di dalam perjamuan malam terakhir.
Perjamuan malam terakhir adalah Ekaristi yang pertama kali. Artinya Misteri Ekaristi dilembagakan dan diinstitusikan oleh Kristus pada perjamuan malam terakhir. Misteri Ekaristi menyatakan bahwa lewat roti dan anggur Ekaristi kita mempunyai Yesus, kita mempunyai pengorbanan Sang Penebus, kita mempunyai kebangkitan-Nya, kita memiliki rahmat Roh Kudus, kita memiliki ketaatan dan cinta-Nya kepada Bapa[2]. Ia menunjukkan suatu kasih yang murni, suatu kasih yang tak mengenal batas kepada segala ciptaan. Di dalam Ekaristi, Kristus menunggu kita sebagai sahabat dengan segala cinta ilahi-Nya. Karena alasan ini, Ekaristi adalah cara terbaik, yang telah Tuhan berikan kepada kita, untuk menikmati kasih-Nya di dalam Kristus dan untuk Kristus. Dalam komuni kudus, Ia membiarkan diri-Nya dimakan oleh kita supaya kita menyerupai diri-Nya dan bersatu secara sempurna dengan Diri-Nya seperti pada perjamauan malam terakhir. Ia mentransformasi diri kita, menjadikan kita seperti dirinya dan memberi kita kehidupan. Memang, roti dan anggur adalah tubuh dan darah-Nya, tetapi hanya mereka yang punya iman yang dapat melihat dan merasakan kehadiran Yesus Kristus dalam rupa roti dan anggur Ekaristi.
Ekaristi berarti bahwa setiap kali kita makan dan minum tubuh dan darah-Nya kita mewartakan wafat-Nya sampai Ia datang kembali karena Ekaristi adalah kenangan dan peringatan sekaligus penantian dan harapan akan kedatangan-Nya. Kenangan dan peringatan akan Yesus Kristus bukan semata-mata kenangan biasa tetapi peringatan dan kenangan yang memberi kekuatan dan keselamatan untuk kehidupan dunia. Mengapa? Dalam tanda sederhana roti dan anggur, yang kemudian berubah menjadi tubuh dan darah-Nya, Kristus menyertai kita sehingga ia menjadi harapan dan kekuatan kita dalam mengarungi kehidupan. Kata-katanya aku selalui menyertaimu sampai akhir zaman selalu bergema dan menjadi kenyataan dalam Ekaristi, dalam roti dan anggur yang adalah tubuh dan darah-Nya. Perjamuan malam terakhir sungguh suatu misteri yang kudus, misteri kasih dan misteri belas kasihan yang sempurna. Perjamuan malam terakhir awal dari peristiwa Paskah. Peristiwa perjamuan malam terakhir di mana roti dan anggur menjadi tubuh dan darah-Nya, peristiwa Calvari di mana ia wafat dan peristiwa kebangkitan-Nya adalah satu kesatuan yang menggenapi sejarah keselamatan.
Tetapi Ekaristi baru menjadi kehidupan, keselamatan kalau kita mengambil bagian dalam hidup Kristus. Bagaimana kita mengambil bagian dalam hidup Kristus itu? Yaitu dengan merayakan Ekaristi –makan tubuh dan minum darah-Nya- dan pelayanan. Ekaristi dan pelayanan merupakan dua syarat dasar untuk ambil bagian dalam hidup Kristus. Ekaristi dan pelayanan membentuk satu kesatuan yang tidak mungkin berdiri sendiri.
Lalu apa itu pelayanan? Dalam perjamuan terakhir, Yesus membasuh kaki para rasul. Pembasuhan kaki oleh Yesus dapat dikatakan sebagai kasih salib karena Ia membasuh kaki para murid untuk membersihkan para murid dari dosa yang nantinya diaktualkan dengan darah-Nya di atas kayu salib. Perjamuan malam terakhir menjadi langkah kasih salib yang menghantar diri-Nya kepada pengorbanan di kayu salib. Peristiwa pembasuhan kaki pada malam perjamuan terakhir berlangsung pula di atas kayu salib. Tubuhnya yang tergantung dan darah-Nya yang mengalir dari atas kayu salib membasuh dunia agar dunia memiliki hidup yang baru di dalam diri-Nya. Lewat pembasuhan kaki pada perjamuan malam terakhir, Yesus memberikan kasih kepada murid-muridnya dengan menjadi hamba sekaligus mendefinisikan arti pelayanan: pelayanan adalah merendahkan diri untuk menjadi hamba. Kita dapat melayani jika kita menjadi hamba (Bertold Parreira). Dengan demikian Kristus yang mencuci kaki para murid menjadi bukti Allah merendahkan diri untuk melayani kita agar kita dan seluruh ciptaan memperoleh keselamatan dan penebusan. Perayaan Ekaristi kita yang rayakan selalu mematri perintah bahwa kita para murid-Nya wajib saling mencuci kaki satu sama lain karena Kristus selalu hadir di dalam diri sesama. Saling mencuci kaki berarti kita saling membantu dan memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan sesama kita.
Ada kecenderungan dalam diri kita bahwa kita semua tidak mau menjadi hamba artinya tidak mau merendahkan diri untuk melayani orang lain. Hal itu tampak jelas dari protes Petrus: “Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?” dan protes Petrus adalah protes kita semua (Bertold Anton Parreira). Kita semua adalah manusia yang sombong untuk menjadi hamba apalagi untuk melakukan perbuatan kasih yang merendahkan diri kita sendiri. Lalu bagaimana mengatasi kesombongan kita ini? Hanya dengan makan dan minum tubuh dan darah-Nya di dalam Ekaristi, kita akan belajar menyerahkan diri bagi sesama; hanya dengan merayakan Ekaristi dengan iman kita dapat belajar melayani sesama kita dan belajar menjadi hamba. Karena di dalam Ekaristi kita diubah menjadi manusia baru, karena di dalam Ekaristi kita menjadi satu dengan pengorbanan-Nya sehingga kita belajar berkorban bersama dengan Kristus. Dengan menerima tubuh dan darah-Nya, Kristus akan menjadikan kita seperti diri-Nya dan dia amenjadi pusat kehidupan kita.
Perjamuan malam terakhir meninggalkan suatu pesan dan teladan Kristus yang tergores secara kekal di dalam setiap hati dan hidup para murid: Ekaristi, pelayanan dan kasih. Goresan di hati selalu mendorong kehidupan para murid untuk melayani, merayakan Ekaristi dan melakukan kasih. Maka, para murid Kristus dalam setiap momen hidupnya, dalam segala tindakannya harus selalu membawa kain lap pelayanan dan baskom pembasuhan serta makan roti dan anggur Ekaristi di mana pun ia berada dan ke mana pun ia pergi. Semuanya itu membuat para murid Kristus mengambil bagian dalam hidup Yesus Kristus secara sempurna. Sebaliknya pula, orang–orang Kristiani maupun para murid yang tidak pernah merayakan Ekaristi dan yang menolak untuk melayani tentu saja wajah mereka berubah menjadi wajah tengkorak seperti yang terjadi pada Yudas. Bagaimana mungkin kita sebagai murid Kristus menolak melayani dan merayakan Ekaristi? Jika kita mengabaikan Ekaristi, bagaimana kita memperbaiki kemiskinan diri kita? Jika kita menghindari melayani sesama kita, bagaimana kita meneladani Kristus; tidakkah dengan menolak melayani dan malas merayakan Ekaristi kita membawa diri kita kepada kematian? Itulah mengapa Yesus mengatakan bahwa tidak dari kamu semua bersih.
Lewat pelayanan, Ekaristi dan cinta, kain lap pelayanan yang kita bawa terendra dan terajut dengan lambang XP. Setiap kali kita membasuh kaki sesama, wajah Yesus terlihat di dalam air baskom pembasuhan. Dan perjamuan Ekaristi yang selalu kita rayakan menjadi perayaan syukur karena tubuh dan darah-Nya pada akhirnya membawa kita kepada kebahagiaan abadi. Kita pun berseru: “Bagaimana akan kubalas kepada Tuhan segala kebaikan-Nya kepadaku. Aku akan mengangkat piala keselamatan dan menyerukan nama Tuhan”.
Kata Teilhard De Chardin:
“Ketika aku merayakan Ekaristi, aku akan bereaksi dengan seluruh daya hidupku, hidupku hari ini dan hidupku esok, hidup pribadiku dan hidupku yang dipersatukan dengan semua kehidupan yang lain. Secara berkala, spesies suci ini mungkin menghilang dalam diriku. Tetapi, komuni suci ini setiap kali membiarkan diriku untuk sedikit lebih tenggelam di tangan yang Mahakuasa: aku yang hidup ataupun aku yang mati, tidak ada waktuku yang akan berhenti demi bergerak maju bersama-Mu, Tuhan. Ekaristi harus menyerbu hidupku. Syukur atas sakramen ini karena berkat sakramen ini, hidupku selalu dibuat untuk berelasi tanpa akhir dan tanpa akhir dengan-Mu…Hidupku sekarang kutemukan sebagai Komuni melalui Dunia dengan diri-Mu. Sakramen kehidupan. Sakramen hidupku, hidup yang kuterima, hidup yang kuhidupi, hidupku yang kupasrahkan”.
Copyright © 2019 ducksophia.com. All Rights Reserved
[1] Ecclesia de Eucharistia. art 17
[2] Ibid.art 60