Kategori Ada

 

Lukisan Mary Irwin, Victorian Teapot and Pansies, 1996

      

Ada dengan kategorinya membuat akal budi dan jiwa menyelami makna dirinya untuk mengkontemplasikannya dalam terang ilahi

 

Ada haruslah diartikan dan dimaknai. Sebagai usaha untuk memaknai dan mengartikan sekaligus mengklasifikasikan ada muncullah kelas-kelas ada yang disebut dengan kategori[1]. Kategori (bahasa Yunani) berarti predikat (predicamentia). Disebut predicamentia karena esensi suatu ada dibagi menjadi sepuluh predikat atau kategori: substansi dan sembilan aksiden yang ditetapkan sebagai kelas-kelas tertinggi (genus supremum entis)[2]. Predikat ini tentu sebagai cara-cara untuk mengekspresikan ada, dengan kata lain, bagaimana ada dikatakan. Maka predikat adalah tindakan untuk mengafirmasi atau menyangkal sebuah konsep.

Sebagai contoh Xavi Hernandes (subyek) adalah orang Spanyol dan pemain FC. Barcelona (predikat). Apa yang kita afirmasi atau yang kita sangkal adalah predikat sementara itu yang kita afirmasi atau kita sangkal adalah subjek. Maka predikat adalah suatu universal dan real. Ketika kita mengatakan Xavi Hernandes adalah orang Spanyol dan Xavi Hernandes adalah pemain FC. Barcelona, kita menyatakan suatu afirmasi yang real. Yang pertama afirmasi berkaitan dengan konsep generik, sedangkan yang kedua dengan spesifikasi. Predikat juga mengacu kepada cara-cara yang berbeda-beda untuk mengatributkan suatu konsep kepada subjek. Misalnya putih. Putih adalah suatu aksiden bagi manusia tetapi merupakan hal penting bagi salju.

Predikat-predikat yang mempredikatkan subjek dapat dibagi dan diklasifikasikan dalam sepuluh kategori:

  1. Leo Messi adalah manusia (substansi)
  2. Berat Leo Messi 74 kg (quantitas)
  3. Leo Messi anak yang pintar (qualitas)
  4. Leo Messi adalah adik dari Maria Sol (relasi)
  5. Leo Messi sedang bermain bola (aksi)
  6. Leo Messi haus (pasif atau hasrat)
  7. Leo Messi di belakang rumah (tempat)
  8. Leo Messi mencetak gol kemarin (waktu)
  9. Leo Messi sedang tersenyum (posisi)
  10. Leo Messi memakai sepatu adidas (kepemilikan)

Ketika Leo Messi dikatakan sebagai manusia berarti merujuk kepada substansi, ketika Messi dikatakan sebagai anak yang pintar berarti merujuk kepada qualitas dan seterusnya. Kesepuluh kategori (predikat) tetap merupakan ada tetapi kategori mengkarakterkan ada menjadi ada yang spesifik, unik dan berbeda dengan ada-ada yang lain. Kategori disebut sebuah ada, bukan karena kategori mempunyai suatu act of existence, tetapi karena suatu substansi dispesifikasikan, diunikkan dan dibedakan dengan dan oleh kategori. Substansi adalah ada itu sendiri sedangkan kesembilan kategori bukanlah ada tetapi memiliki ada di dalam sesuatu yang lain (substansi).

Ada yang terbagi menjadi sepuluh kategori berarti bahwa natura dari sepuluh kategori adalah aktual ataupun potensial (being real). Akibatnya, kategori menggambarkan cara suatu ada mengada secara real sehingga cara-cara mengada dari ada menghasilkan nama-nama genus atau kelas.

Dari manakah asal-usul kesepuluh aspek kategori? Aspek-aspek kategori ada berasal dan mengalir dari esensi unik suatu ada[3]. Maka, pada tataran esensi suatu ada penyebab kesatuannya adalah forma sehingga kesepuluh kategori ini disebut dengan kesatuan predicamental. Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa kategori misalnya substansi tidak menambahkan sesuatu yang baru kepada ada dalam hubungannya dengan esse (act of being); tetapi substansi hanya mengekspresikan cara khusus suatu ada, yaitu ada dari dirinya sendiri. Kategori merupakan cara-cara ada yang eksklusif: apa pun yang disebut substansi bukanlah aksiden; quantitas bukanlah qualitas, dan seterusnya.

 

Kesepuluh kategori dan penjelasannya

  1. Substansi

Kata scholastik: substantia est id cui competit esse in se et non in alia sicut in subiecto. Substansi adalah itu yang mengada di dalam dirinya sendiri dan bukan di dalam yang lain tetapi di dalam suatu subjek. Menurut Thomas Aquinas segala sesuatu yang dikatakan sebagai kategori substansi tersusun dari esse dan quod est yaitu act of being dan essensi[4].

  1. Quantitas

Quantitas adalah sebuah determinasi materi substansi sehingga dengannya semua substansi korporal dan material memiliki quantitas. Quantitas juga dapat dipahami sebagai itu yang dapat dibagi-bagi menjadi bagian-bagian pokok. Konsekuensinya, quantitas adalah itu yang membuat dan menetapkan materi secara konkret untuk menjadi materi ini dan bukan materi itu.[5].

Quantitas terdiri dari dua tipe yaitu quantitas yang sifatnya pluralritas dan quantitas yang dilihat dari besarnya (magnitude). Pluralritas bersifat numerik (contohnya, panjang jembatan itu 10 km) dan magnitude bersifat dapat diukur (luas gedung itu 1000 m2). Quantitas itu dinyatakan di dalam ekstensi, ukuran dan volume. Maka yang termasuk quantitas antara lain, bilangan dan kata-kata, garis, permukaan, benda dan ruang & waktu.

  1. Qualitas

Qualitas adalah determinasi atau sesuatu yang mengalir dan berasal dari forma suatu substansi[6]. Memang ada banyak jenis qualitas, tetapi jenis qualitas dapat dikelompokkan menjadi empat bagian berikut:

  1. Qualitas adalah kebiasaan (habitus) atau disposisi[7]. Habitus dan disposisi tidak sepenuhnya sama. Habitus adalah qualitas-qualitas yang lebih stabil dan lebih mengakar daripada qualitas-qualitas yang bersumber dari disposisi. Contoh qualitas habitus: keutamaan, pengetahuan, pengekangan diri. Disposisi berarti suatu qualitas yang dengan mudah sekali berubah bahkan perubahannya menjadi kebalikannya. Misalnya panas-dingin, sehat-sakit. Manusia terdisposisikan pada qualitas-qualitas ini oleh karena cepat mengalami perubahan, sehat menjadi sakit, dst. Qualitas-qualitas ini mempengaruhi substansi sehingga substansi rentan terhadap perubahan fisik[8]. Maka, qualitas-qualitas ini disebut sebagai qualitas yang berubah-ubah karena mampu menghasilkan suatu afeksi dalam persepsi. Misalnya manis memiliki kekuatan untuk mempengaruhi fakultas rasa, panas untuk sentuhan. Perubahan warna terjadi karena afeksi. Ketika manusia malu, wajahnya memerah; ketika manusia takut dia menjadi pucat.
  1. Tipe qualitas yang kedua berkaitan dengan kemampuan atau fakultas yang memampukan substansi untuk beraksi sehingga disebut dengan kekuatan-kekuatan operasional[9]. Yang termasuk dalam qualitas ini adalah intelegensi, kehendak dan memori yang membuat manusia mampu untuk memahami, berhasrat dan mengingat. Kemampuan reproduktif tumbuhan dan binatang, energi kinetik adalah contoh dari kekuatan operasional. Kemampuan alami atau bakat juga termasuk kekuatan-kekuatan operasional karena memampukan manusia mengembangkan dirinya. Misalnya seorang pelari yang hebat terjadi karena selain latihan yang keras juga karena bakat yang dimiliki.
  1. Qualitas yang keempat adalah bentuk dan figur korpus yang mendefinisikan batas quantitas dan memberikan quantitas garis bentuk dan dimensi-dimensinya[10]. Misalnya bentuk segitiga atau bujur sangkar sesuatu hal jelas memiliki suatu karakter yang spesifik. Figur biasanya digunakan untuk menggambarkan garis bentuk natural dari korpus suatu substansi. Misalnya figur seekor burung, figur seorang manusia, dst. Bentuk dipergunakan untuk menggambarkan proporsionalitas yang ada di antara bagian-bagian suatu hal.
  1. Qualitas yang mencakup perbedaan substansial[11]: perbedaan yang mana dengan perbedaan tersebut sesuatu hal dibedakan satu sama lain secara substantial dan perbedaan tersebut dimasukkan di dalam definisi substansi. Contoh: apa itu binatang manusia, binatang kuda, lingkaran? Binatang manusia adalah dia yang berkaki dua, binatang kuda adalah binatang berkaki empat, lingkaran adalah sesuatu yang tidak bersudut. Berkaki dua, berkaki empat, sesuatu yang tidak bersudut merupakan perbedaan yang substansial yang menjadi definisi.
  1.  Relasi

Relasi merupakan bagian penting klasifikasi ada. Kenyataannya, semesta ini tidak terdiri dari individu-individu yang terisolasi atau tidak berhubungan satu sama lain. Sebaliknya, ada jaringan relasi-relasi yang tak terhingga yang terjadi di semesta ini. Lalu apa itu relasi? Definisi scholastik: relatio est accidens cuius totum inesse est ad aliud se habere. Relasi adalah aksiden yang keseluruhan adanya diatur menuju yang lain. Untuk makin memperjelas pengertian relasi dalam kategori, ada baiknya kalau kita bandingkan relasi dengan substansi dan quantitas serta qualitas: substansi adalah sesuatu yang mengada untuk dirinya sendiri, quantitas dan qualitas adalah aksiden-aksiden yang yang mengada di dalam sesuatu yang lain, sementara relasi adalah aksiden yang tidak hanya mengada di dalam sesuatu yang lain tetapi juga memiliki ada di dalam referensi menuju sesuatu yang lain. Referensi menuju sesuatu yang lain itulah yang membedakan relasi dengan aksiden yang lain maupun dengan substansi.

Ada tiga komponen dalam relasi:[12]

  1. Subjek relasi                     : itu yang mengacu kepada yang lain. Itu di sini bisa manusia                                        atau hal di mana relasi terjadi. Misalnya ayah adalah subjek                                   relasi keayahan.
  2. Terminus : itu yang lain di mana subyek mengacu atau berelasi                                                      Misalnya dalam relasi ayah-anak (keayahan), anak                                  adalah terminus.
  3. Fundamen relasi : causa yang membuat subyek mengacu kepada terminus.                                           Misalnya dalam relasi ayah- anak fundamen relasinya                                                     (causanya) adalah keturunan.

Mengutip Tomas Alvira[13], relasi memiliki peran yang amat vital:

  1. Segala ada, being membentuk suatu keteraturan hirarki sesuai dengan derajat kesempurnaan masing-masing. Dalam hirarki ini, semua ciptaan secara kodrati berelasi dengan Tuhan sebagai causa pertama dan sebagai tujuan akhir bagi ciptaan-ciptaan tersebut. Ada-ada yang lebih rendah melayani ada-ada yang lebih tinggi sehingga materi-materi yang ada di semesta ini untuk kepentingan manusia dan materi-materi menemukan maknanya melalui manusia, sementara manusia itu sendiri mengarahkan dirinya kepada Tuhan sang Pencipta.
  1. Relasi juga memiliki suatu peran yang menentukan dalam pengetahuan. Realitas keteraturan disyarakatkan dan dikaji terus-menerus oleh ilmu pengetahuan yang mencari fakta hubungan-hubungan dan relasi-relasi (causalitas, kesamaan) yang menghubungkan hal-hal secara bersamaan.
  1. Relasi adalah dasar dari kebaikan yang mana ciptaan-ciptaan mencapainya melalui aksi atau tindakan. Segala yang ada adalah baik sejauh memiliki act of being, tetapi supaya mencapai kesempurnaan, kebaikan tersebut haruslah diaktualisasikan melalui operasi atau aksi. Kebaikan itu sendiri memilki tujuan dan akhir. Maka, manusia dikatakan baik, jika dia berbuat dalam relasinya dengan Tuhan.

                Relasi real dan relasi akal budi

Ada dua tipe relasi yaitu relasi real dan relasi akal budi. Relasi akal budi adalah relasi yang hanya mengada di dalam pikiran dan relasi yang mengada di pikiran ini merupakan ciri dari intelegensi atau properti akal budi. Relasi akal budi terjadi ketika akal budi membandingkan hal-hal yang tidak berkaitan sama sekali. Jika salah satu komponen relasi (subyek, terminus, fondasi) tidak ada, maka yang terjadi adalah relasi akal budi. Relasi akal budi nantinya menghasilkan ens rationis. Untuk memperjelas pemahaman tentang relasi real dan akal budi, Henniger[14] menjelaskannya dari sudut pandang causa: relasi akal budi disebabkan oleh dan tergantung pada eksistensi aktivitas pikiran sementara relasi real disebabkan oleh dan tergantung pada eksistensi yang didasarkan pada extra-mental yang real dalam subjek relasi.

Relasi real terdiri dari esse (act of being). Contoh relasi real adalah relasi antara ayah dan anak, relasi komunitas, relasi negara. Untuk membuktikan relasi real, Thomas Aquinas mengajukan argumen berikut ini: keindahan segala yang ada adalah properti real yang dimiliki ada tersebut, sekarang keindahan tersebut terjadi bukan hanya disebabkan qualitas yang melekat pada hal-hal tersebut tetapi juga dalam keteraturan yang terjadi di antara mereka yang disebabkan oleh relasi-relasi yang ada di antara mereka. Kebaikan sebuah keluarga tidak hanya berdasarkan kebaikan masing-masing anggota keluarga tetapi juga relasi-relasi yang terjadi di antara masing-masing anggota, dan kebaikan masing-masing anggota tidak akan menjadi real jika relasi-relasi antar anggota tidak real.

Tipe-tipe relasi real dibagi menjadi tiga hal:

  1. Relasi non-mutual atau ketergantungan di dalam ada. Relasi non-mutual ini terjadi ketika suatu being tergantung kepada being yang lain. Misalnya relasi antara yang mengetahui (pengetahuan manusia) dan yang diketahui (objek), antara ciptaan dan sang pencipta. Adalah relasi real antara ciptaan dan sang pencipta karena ciptaan menerima being dari Tuhan, tetapi relasi antara sang pencipta dan ciptaan bukanlah relasi yang real melainkan relasi akal budí karena Tuhan tidak tergantung kepada ciptaan. Juga relasi objek kepada pengetahuan manusia merupakan relasi akal budi karena objek-objek tidak bergantung kepada subyek manusia yang mengetahui.
  1. Relasi mutual berdasarkan aksi dan hasrat (passio) seperti relasi antara seorang anak kepada ayahnya dan orang tua kepada anaknya; relasi antara pemerintah kepada rakyatnya juga relasi rakyat kepada otoritas. Relasi-relasi ini dikatakan mutual karena relasi-relasi tersebut berakal pada fondasi yang sama yang mensyaratkan dua hal yaitu aksi di satu sisi dan hasrat (passio) di sisi yang lain.
  1. Relasi menurut kecocokan atau kepantasan berdasarkan quantitas, qualitas, dan substansi. Relasi berdasarkan quantitas terjadi karena quantitas-quantitas tertentu dijadikan ukuran. Contohnya relasi setara dan tidak setara, relasi jarak. Berat gula 50 kg tidak setara dengan berat beras 25 kg. Relasi berdasarkan qualitas misalnya kesamaan dan ketidaksamaan. Dua hal bisa merupakan hal yang sama maupun tidak sama berdasarkan warnanya, karakternya, dll. Baju ini lebih putih dari celana ini. Relasi berdasarkan substansi adalah relasi identitas dan relasi diversitas. Dua tetes air adalah identik dengan substansi demikian juga dengan  dua ekor ayam. Memang tumbuhan dan manusia adalah ciptaan Tuhan tetapi manusia dianugerahi akal budi.

Untuk tipe-tipe relasi akal budi akan dibahas secara khusus pada bab ens rationis.

Relasi predikatif dan relasi transendental

Relasi juga dibagi menjadi relasi predikatif dan transendental. Relasi predikatif adalah suatu aksiden yang telah menetapkan eksistensi subjek, sementara relasi transendental adalah suatu aksiden yang masuk untuk membangun subjek itu sendiri. Relasi kebapakan adalah relasi predikatif karena telah mensyaratkan eksistensi seorang manusia yang adalah seorang bapak. Relasi transendental misalnya relasi antara material dan forma sebab materi adalah materi melalui potensinya kepada forma dengan kata lain melalui relasinya terhadap forma. Contoh lain relasi transendental: relasi potensi menuju ke actus, kehendak menuju kebaikan, intelegensi menuju ke being.

  1. Aksi

Aksi adalah aksiden yang menggerakkan di dalam suatu substansi sejauh substansi itu merupakan agen utama suatu pergerakan atau perubahan di dalam subjek yang sama maupun yang lain. Di sini, aksi merupakan penggunaan fakultas suatu substansi untuk menghasilkan suatu efek bagi substansi itu sendiri atau substansi yang lain. Misalnya berdiri, tersenyum, menendang bola, dst. Segala aksi selalu melibatkan gerakan dan kekuatan yang operatif[15]. Ketika substansi beraksi maka substansi itu mengaktual karena aktualitas berarti aksi atau operasi[16].

  1. Hasrat (passio)

Passio oleh Thomas Aquinas diartikan di dalam tiga hal[17]: yang pertama, passio berarti modifikasi, qualitas yang menyebabkan terjadinya perubahan, seperti hitam dan putih, manis dan pahit, berat dan ringan. Yang kedua, berarti pelangsungan, artinya aktualisasi-aktualisasi dan perubahan-perubahan qualitas-qualitas dan khususnya aksi dan gerakan yang berbahaya dan menyakitkan. Yang ketiga berarti perasaan seperti kegembiraan yang meluap dan kesedihan yang merana. Dalam kontek kategori, hasrat (passio) adalah resepsi oleh suatu substansi akan suatu efek yang dihasilkan dan berasal dari yang lain[18]. Jadi, passio terjadi ketika substansi sebagai pasif subjek akibat dari aktivitas subjek yang lain. Karena ada suatu aksi yang berlangsung atas pasif subyek, maka si pasif subyek dapat dikatakan sebagai “si pasien”.Tentu saja hasrat ini berkaitan dengan aksi. Misalnya air yang dipanaskan dan gas yang dikompres merupakan kategori hasrat (passio).

  1. Tempat

Tempat adalah letak substansi dan sebagai ukuran dan determinasi keberadaan suatu substansi. Misalnya di pantai, di kamar. Dengan kata lain tempat merupakan lokasi substansi yaitu suatu aksiden yang menunjukkan suatu substansi karena adanya berada di sana atau di sini (being in place)[19]. Maka, kategori tempat hanya menentukan substansi dalam relasi substansi kepada substansi lain yang berdampingan. 

  1. Waktu

Waktu adalah situasi temporal sebuah substansi korporal sekaligus mengukur durasi suatu substansi tersebut[20]. Situasi temporal berarti being in time. Karena korpus bersifat materi, maka korpus akan mengalami perubahan dan melewati beberapa fase perubahan. Ukuran dan indikasi untuk perubahan ini adalah waktu. Maka, salah satu fungsi waktu menunjukkan bahwa satu hal lebih tua (prius) atau lebih muda (posterius) dari yang lain. Waktu juga menunjukkan keserempakan. Sesuatu hal dikatakan serempak karena datang dan hadir pada waktu yang sama atau adanya kebersamaan di dalam waktu yang sama.

  1. Posisi

Cara korpus suatu substansi di dalam suatu tempat misalnya berdiri, bersandar. Posisi juga merupakan pengaturan bagian-bagian atau suatu keterhubungan masing-masing bagian-bagian secara definitif[21]. Posisi berbeda dengan tempat karena posisi mengacu pengaturan-pengaturan internal secara relatif dari bagian-bagian korpus yang dilokalisasikan.

  1. Kepemilikan

Kepemilikan sebagai aksiden memiliki banyak arti. Arti yang pertama,  kepemilikan mengacu kepada kebiasaan (habitus) atau disposisi atau kualitas misalnya manusia memiliki keutamaan atau pengetahuan. Kepemilikan juga berarti quantitas, sebagai contoh soal berat badan manusia, Messi memiliki berat badan 80 kg. Kepemilikan juga mengacu kepada isi (content), misalnya tempayan memiliki anggur. Kepemilikan dapat disimpulkan menjadi suatu aksiden yang terjadi ketika substansi memiliki sesuatu yang berdekatan dengan substansi tersebut. Leo Messi memakai sepatu adidas[22].

 

Sub kategori

Kategori jelas mempengaruhi dan menentukan subjek (substansi). Berdasarkan hubungannya dan penjelasan terhadap subjek (substansi), maka kategori dapat dikelompokkan menjadi sub kategori[23]:

  1. Predikat yang adalah subjek itu sendiri. Jika predikat adalah subjek itu sendiri, maka predikat adalah suatu substansi[24]. Xavi Hernandez adalah manusia.
  1. Predikat yang mengada di dalam subjek[25]. Jika predikat mengada di dalam subjek dan berasal dari materi, maka predikat tersebut adalah quantitas (berat Messi 30 kg). Jika predikat mengada di dalam subjek dan mengalir dari forma, maka predikat tersebut adalah suatu qualitas (Messi anak yang pintar). Jika predikat mengada di dalam subjek secara relasional dalam hubungan dengan subjek yang lain, maka predikat tersebut adalah relasi (Messi adalah anak Jorge). Ketiga kategori tersebut mempengaruhi subjek (substansi) secara instrinsik dan absolut.
  1. Predikat mengada di luar subjek (secara ekstrinsik). Ada predikat yang sungguh mempengaruhi substansi bukan secara intrinsik melainkan di dalam cara yang external dan melalui hubunganya dengan objek-objek lain[26]. Jika predikat mengada di luar dan secara ekstrinsik sebagai prinsip aksi di dalam subjek, maka predikat tersebut adalah suatu aksi (Messi menendang bola). Jika predikat mengada di luar subjek secara ekstrinsik dan menyebabkan subjek memiliki, maka predikat di dalam kategori kepemilikan (Messi mempunyai sepatu adidas). Jika predikat mengada di luar subjek dan secara ekstrinsik sebagai ukuran subjek dalam hubungannya dengan tempat, maka predikat merupakan tempat (Messi di Barcelona). Jika predikat mengada di luar subjek dan secara ekstrinsik sebagai ukuran subjek dalam kaitannya dengan keteraturan bagian-bagian, maka predikat adalah posisi (Messi sedang duduk). Jika predikat mengada di luar subjek secara ekstrinsik dan menyebabkan subjek “menderita” atau sebagai penerima maka predikat tersebut adalah passio (Messi cidera). Jika predikat mengada di luar subjek secara ekstrinsik dan sebagai ukuran subjek dalam hubungannya dengan waktu, maka predikat tersebut adalah waktu (Messi mencetak gol kemarin).

[1] Bagi Immanuel Kant kategori bukanlah cara mengada ada tetapi hanya soal konsep.

[2] Kelas atau tipe sama degan genus, bentuk plural dari genus adalah genera.

[3] Thomas Aquinas dalam X Metaphysics, lect. 3, n. 1982

[4] Norman Kretzmann & Eleonore Stump (ed), The Cambridge Companion to Aquinas (New York: Cambridge University Press, 1993), hal 105

[5] Bandingkan dengan definisi scholastik: quantitas  est accidens extensivum substantiae in partes, quantitas adalah aksiden yang memperluas substansi sehingga menjadikan substansi memiliki bagian-bagian.

[6] Menurut scholastik: qualitas est accidens determinativum seu modificativum substantiae in seipsa. Qualitas adalah aksiden yang menetapkan atau memodifikasi substansi di dalam substansi itu sendiri.

[7] Aristotle, Categories, ch. 8.

[8] Ibid.

[9] Tomas Alvira, Luis Clavell, Tomas Melendo, Metaphysics (Manila: Sinag-Tala, 1991) hal 65

[10] Ibid.

[11] Thomas Aquinas dalam V  Metaphysics, lect. 16, no. 987

[12] G. P. Klubertanz, S.J., Introduction to the Philosophy of Being, 2d ed. (New York: Meredith, 1963) hal 270

[13] Tomas Alvira, op.cit., hal 69

[14] Henniger, Relation 17

[15] Oleh sebab itu scholastik mendefinisikan aksi sebagai berikut: Actio est motus potentiae operativae ut a potentia procedens, aksi adalah pergerakan kekuatan operatif sejauh bersumber dari kekuatan.

[16] Menurut Thomas Aquinas aksi dan produksi berbeda, aksi adalah operasi yang berada di di dalam agen itu sendiri, seperti memilih, memahami, dan semacamnya (untuk alasan inilah ilmu-ilmu praktis disebut ilmu moral), sedangkan produksi adalah suatu operasi yang melewati materi untuk mengubah materi tersebut, misalnya memotong, membakar dan sebagainya (untuk alasan inilah ilmu-ilmu produktif disebut seni mekanik). Thomas Aquinas, dalam VI Metaphysics, lect. 1, no. 1152

[17] Ibid., dalam V Metaphysics, lect. 20, no. 510

[18] Passio est accidens per quod subiectum constituitur actu recipiens effectum ab agente. Hasrat adalah aksiden yang olehnya subjek menjadi penerima dalam suatu aksi akibat dari pelaku.

[19] Ubi est id ratione cuius res in loco constituitur, “di mana” adalah itu yang dengan mana suatu hal ditetapkan di dalam suatu tempat.

[20] Quando est accidens in re durante, ex adiacentione temporis a quo rei illius duratio mensuratus est, “ketika” adalah suatu aksiden yang memiliki durasi, yang diukur dengan akumulasi waktu.

[21] Situs est accidens disponens rem locatam in ordine ad locum; situs est ordo partium in loco. Posisi adalah suatu aksiden yang menunjukkan suatu substansi yang dilokalisasikan dalam kaitannya dengan tempat; posisi juga merupakan keteraturan bagian-bagian di dalam tempat.

[22] Bandingkan dengan pengertian scholastik tentang kepemilikan, habitus est illa affectio quae in subiecto ex vestimento resultat, kepemilikan adalah suatu tambahan khusus yang berasal dari suatu pakaian dan diberikan kepada subjek.

[23] Thomas Aquinas dalam V Metaphysics, lect. 9, no. 891

[24] Ibid.

[25] Ibid., no. 892

[26] Ibid., no. 893

Copyright © 2017  ducksophia.com. All Rights Reserved

 

Author: Duckjesui

lulus dari universitas ducksophia di kota Bebek. Kwek kwek kwak

Leave a Reply