Cinta dan Kebenaran

 

Lukisan:Carl Wilhelm Hubner, A courting scene, 1863

Lukas 4: 16-29

Tahun rahmat Tuhan telah datang

Pada hari ini diceritakan bahwa Yesus pulang ke kampungnya Nazareth tempat ia dibesarkan. Di kampungnya itu Yesus masuk ke bait Allah dan membaca nas kitab suci yang terpampang di hadapan-Nya. Nas itu berbunyi “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.”  Ketika orang-orang Nazareth mendengar perkataan Yesus, mereka terpukau akan kata-kata-Nya yang indah? Mengapa? Karena apa yang dikatakan oleh Yesus adalah kebenaran Allah; perkataan-Nya adalah kebenaran.

 Ada satu fakta yang tak terbantahkan bahwa kebenaran itu selalu memukau, menarik dan indah bagi para pendengarnya dan membuat manusia selalu jatuh cinta kepadanya. Sebabnya, manusia berasal dari kebenaran, hidup dari kebenaran, mengarah kepada kebenaran, bertujuan kepada kebenaran. Di atas tanah kebenaran manusia bertumbuh menjadi manusia yang sepenuhnya dan seutuhnya. Jadi, kebenaran adalah keaslian ada manusia, kekhasan yang sejati dari manusia.

Apa itu kebenaran? Kebenaran berarti ketidaktersembunyian cinta; kebenaran adalah penyingkapan cinta; kebenaran adalah itu yang menyentuh hal terdalam dalam diri manusia: cinta. Lalu apa itu cinta? Cinta adalah kebenaran yang tertinggi yaitu kebenaran yang paling mengada, kebenaran yang paling termanifestasi secara nyata. Cinta adalah ada yang paling ada karena cinta membuat kebenaran dapat dipahami, diakses, dirasakan dan dihidupi. Maka, dapat disimpulkan bahwa kebenaran dan cinta adalah satu kesatuan sehingga menghidupi dan mencintai yang satu berarti menghidupi dan mencintai yang lain; menolak yang satu sama dengan menolak yang lain; membenci yang satu selaras dengan membenci yang lain.

Konsekuensinya, kebenaran sungguh menjadi kesejatian manusia dan diterima dalam hidup manusia; asalkan manusia mencintai dan hidup di dalam  cinta. Tanpa mencintai dan hidup di dalam kebenaran, tak mungkin manusia hidup di dalam kesejatian dan keaslian manusia. Dasarnya adalah bahwa kebenaran yang hanya menilai kebenaran itu sendiri mengajarkan bahwa penyelidikan akan kebenaran adalah hasrat cinta; pengetahuan akan kebenaran yang merupakan kehadiran dari kebenaran dan keyakinan akan kebenaran yang merupakan kenikmatan akan kebenaran adalah kedaulatan yang agung yang berasal dari cinta. Kalau manusia berkata bahwa ia  berasal, bertujuan dan hidup dalam kebenaran tetapi ia penuh dengan kebencian atau tidak memiliki cinta, tentu realitas ini seperti yang dikatakan oleh St. Yohanes dalam suratnya 7:20 “barang siapa berkata aku mengasihi Allah tetapi ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barang siapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya”. Kebencian selalu menolak dan bertentangan dengan kebenaran karena kebencian menutup, menyembunyikan dan menyimpangkan kebenaran; tanpa cinta manusia tidak akan pernah sampai kepada kebenaran. Sebaliknya hidup di dalam cinta berarti selalu membiarkan kebenaran bertahta; hidup di dalam cinta menyingkapkan kebenaran.

Lantas dari sudut pandang ini kita bisa melihat bahwa warga kampung Nazareth menolak kebenaran meskipun pada awal mulanya mereka begitu heran dan kagum akan perkataan Yesus. Mereka tidak memiliki cinta sehingga kebenaran pun tersembunyi bagi mereka. Sebab jika mereka hidup di dalam cinta tentu mereka tidak seharusnya mempertanyakan dan mempersoalkan latar belakang Yesus yang hanya anak seorang tukang kayu. Cinta merangkul, menerima dan menyambut siapa saja tanpa pernah dibatasi oleh apa pun, tanpa memandang soal latar belakang, asal-usul atau apa pun yang lain. Cinta hanya sibuk menatap kepada kebenaran, cinta hanya mencintai kebenaran; demikian juga sebaliknya. Jika masih ada pembatasan misalnya masih melihat latar belakang seperti yang dibuat oleh orang-orang Nasareth itu tentu belum mengenal cinta dan kebenaran; tidak tinggal di dalam cinta dan kebenaran. Buah dari penolakan orang-orang Nazareth tentu mereka tidak melihat kebenaran yang membawa kepada keselamatan.

Yesus mengatakan bahwa orang-orang yang bukan Yahudi seperti janda Serfat dan Naaman melihat kebenaran dan kebenaran itu sendirilah yang membawa kepada keselamatan. Janda Serfat dan Naaman menangkap dan mengerti kebenaran dengan cepat karena mereka memiliki cinta (janda Serfat) dan berhasil mengalahkan keraguan di dalam mempercayai kebenaran (Naaman). Buahnya adalah mereka diselamatkan dan dibenarkan. Cinta dan kebenaran itu pula yang akhirnya mengalahkan dunia dan membawa kita kepada iman akan Allah. Di mana ada cinta di situ ada kebenaran dan ketika cinta dan kebenaran saling merangkul, lahirlah iman yang mengantar kepada keselamatan. Cinta dan kebenaran bagai dua sayap yang menerbangkan manusia kepada keselamatan Allah. Akhirnya, dalam cinta dan kebenaran tahun rahmat Tuhan telah datang: kabar baik bagi orang miskin; pembebasan kepada orang-orang tawanan dan tertindas; dan penglihatan bagi orang-orang buta.

Jangan menerima segala sesuatunya sebagai kebenaran jika kekurangan cinta. Dan jangan menerima segala sesuatunya sebagai cinta yang kurang kebenaran. Cinta tanpa kebenaran maupun sebaliknya menjadi kebohongan yang merusak (St. Teresa Benedicta of the Cross)

Copyright © 2018 ducksophia.com. All Rights Reserved

Author: Duckjesui

lulus dari universitas ducksophia di kota Bebek. Kwek kwek kwak

One thought on “Cinta dan Kebenaran”

Leave a Reply