Lukisan: Hans Hermann, Dutch Fishing Village At Dusk With Figures On A Quay
Sebuah patung kuda perunggu dibuat dengan indah oleh seorang pemahat. Maka, causa material dari patung tersebut adalah perunggu. Menurut Aristoteles causa material didefinisikan sebagai itu yang darinya (ex quo) sesuatu hal dibuat[1]. Causa formalnya adalah designnya karena bentuknya yang dibuat seperti kuda. Berkaitan dengan design (forma) ada dua fakta yang harus dicermati bahwa design ada di dalam pikiran sang pemahat dan di dalam patung perunggu tersebut. Terhadap dua fakta tersebut bisa diuraikan bahwa adanya forma intrinsik terhadap efek (design yang ada di dalam patung perunggu) dan forma ekstrinsik terhadap efek (design yang ada di dalam pikiran sang pemahat). Yang pertama ini disebut causa formal yang didefinisikan sebagai itu yang melaluinya (per quo) sesuatu hal adalah adanya, ditetapkan[2]. Yang terakhir disebut causa eksemplar karena model atau designnya ada di dalam sang pembuat.
Materi dan forma sebagaimana dikatakan adalah prinsip, bukan ada. Maka agar materi dan forma menjadi causa dibutuhkanlah dua syarat berikut ini:
- Pengaruh dan peranan causa efisien yang menerapkan forma kepada materi
Materi dan forma agar menjadi causa membutuhkan peran dari aktivitas, aksi karena tanpa adanya aksi atau aktivitas materi dan forma berada di dalam pasivitas. Materi adalah subjek, dan forma adalah term dari aksi agen, dengan demikian jelaslah bahwa materi dan forma tidak beraksi sebagai causa tanpa agen –baca causa efisien-. Kata Thomas Aquinas: “Bertanya apakah causa sesuatu hal adalah sama dengan bertanya apakah yang menyebabkan sesuatu menjadi satu, karena masing-masing hal adalah satu dalam pengertian bahwa sesuatu itu adalah suatu ada. Potensi (materi) dan aktualitas (forma) adalah satu karena yang potensial akan menjadi aktual. Oleh karena itu, tidak ada causa lain yang menghasilkan kesatuan hal-hal yang terdiri dari materi dan forma kecuali causa yang menggerakkan dari potensi menuju aktualitas”[3] yaitu causa efisien.
- Disposisi-disposisi materi baik untuk kesiapan penerimaan untuk forma dan pada saat yang bersamaan penerimaannya membuat materi mampu menopang forma merupakan hal yang tak terelakkan. Disposisi jelas hal penting karena materi yang pada mulanya terbuka terhadap segala jenis forma, butuh untuk dideterminasi forma tertentu dan memiliki kecocokan untuk sebuah forma daripada forma-forma yang lain, keadaan dan syarat yang demikian merupakan apa yang disebut dengan disposisi-disposisi.
Hubungan materi dan forma sebagai causa
Hubungan materi dan forma yang demikian intim menjadikan mereka sebagai causa satu sama lain sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:
- Materi dan forma adalah causa substansi korporal-komposisi (ens commune)[4]
Substansi korporal atau komposisi tergantung pada materi utama dan forma substansial yang menentukan eksistensi dan keunikan substansi komposisi tersebut.
- Materi dan forma adalah causa yang sifatnya mutualisme[5]
Causalitas materi dan forma sifatnya mutualisme, keduanya berinteraksi sedemikan rupa dengan perannya masing-masing. Maka, materi adalah causa formal sejauh forma berada di dalam materi dan bukan secara terpisah. Hal yang sama berlaku bahwa forma adalah causa bagi materi sejauh materi tidak memiliki aktualitas selain daripada melalui forma[6]. Mekanisme tersebut terjadi karena materi dan forma memiliki keunikan perannya masing-masing sebagai causa :
- Materi utama dan forma substansial, forma adalah causa materi sejauh forma memberikan suatu pengunikan khusus, sejauh memberikan komposisi kepada esse yang melalui esse materi dan forma mengada. Materi tidak memberikan ada kepada forma tetapi materi hanya mendukung forma. Forma memberikan eksistensi kepada materi. Ketika hal terkait satu sama lain itu berarti bahwa yang satu adalah causa untuk eksistensi hal yang lain, itu yang menjadi causa dapat memiliki eksistensi tanpa yang lain tetapi tidak sebaliknya. Oleh karena itu, tidaklah mungkin bahwa materi mengada tanpa forma. Namun mungkinlah bahwa forma mengada tanpa materi karena forma sebagai forma tidak tergantung kepada materi (Tuhan). Sekali lagi kita, di sini kita melihat supremasi forma atas materi dan supremasi tersebut terjadi dalam mutualisme materi-forma di dalam ada ciptaan.
- Materi sekunder dan forma aksidental, forma aksidental mengaktualkan materi sekunder sehingga menjadikan sesuatu menjadi demikian, memberikan modifikasi-modikasi kepada substansi. Jadi, forma aksidental hanya menjadi cara sekunder bagi subjek. Alasannya subjek sudah menjadi aktual berkat forma substansial.
- Fungsi materi dan forma dapat dikatakan demikian, materi utama ada untuk forma substansial, sebaliknya, forma aksidental ada untuk materi sekunder sehingga ia mengada untuk menyempurnakan subjek.
- Causalitas materi dan forma dalam kesatuannya menunjukkan perbedaan esensi suatu substansi komposisi dan esensi suatu substansi simple yang adalah sebagai berikut: esensi substansi komposisi terdiri dari materi dan forma sementara esensi substansi simple hanya forma saja. Forma adalah causa bagi ada dalam bingkai causa formal yaitu forma membuat substansi menjadi real karena forma menjadi real dikarenakan aksi Tuhan.
Causa formal
Prinsip ada selalu memuat materi-forma yang mana forma memiliki supremasi atas materi karena forma adalah itu yang mengaktualkan. Maka, causa formal ada adalah forma. Forma sebagai causa formal memberikan ada (forma dat esse) sehingga ada menjadi aktual, determinatif, spesifik. Forma adalah causa ada dalam tatanan causa formal karena forma membuat substansi menjadi nyata sementara forma itu sendiri menjadi nyata karena esse yang mana esse tersebut diberikan oleh Tuhan (Tuhan sebagai causa efisien). Jadi, causa formal ada adalah forma dan itu berarti bahwa Tuhan bukanlah causa formal ada ciptaan.
Berikut ini adalah pengandaian seandainya Tuhan adalah causa formal ada yang membuktikan bahwa Tuhan bukanlah causa formal ada ciptaan:
- Seandainya Tuhan adalah causa formal ada ciptaan, yang terjadi adalah segala yang ada menjadi satu yang absolute: semua identik dan terlebur menjadi satu ada. Padahal kenyataannya adalah ada-ada yang berbeda-beda[7].
- Seandainya Tuhan adalah causa formal ada ciptaan maka Tuhan akan memiliki causa. Prinsip ada adalah forma dan causa efisien. Ketika Tuhan adalah causa formal segala yang ada sudah barang tentu Tuhan menjadi ada bagi segala yang ada –walaupun ini mustahil- itu bearti bahwa Tuhan memiliki causa forma dan causa efisien. Jelas hal ini tidak mungkin karena Tuhan adalah Ipsum esse subsistens.
- Generasi berarti menuju ada sementara korupsi menuju non-ada. Generasi dan privasi berlangsung karena forma. Seandainya Tuhan adalah causa formal ada maka Tuhan akan mengalami generasi dan korupsi padahal faktanya Tuhan adalah abadi.
- Jika Tuhan adalah causa formal segala yang ada, maka Tuhan akan menjadi segala sesuatunya sama dengan ciptaan dan menjadi bagian dari ciptaan. Kita tidak mungkin mengatakan batu adalah ada, tetapi kita mengatakan bahwa batu adalah Tuhan. Tidak ada perbedaan antara ciptaan dan sang pencipta padahal kenyataannya Tuhan dan ciptaan berbeda.
Tuhan memberikan esse kepada ada ciptaan bukan dengan cara causa formal tetapi dengan cara causa efisien. Kita melihat perbedaannya sebagai berikut: yang memberikan warna putih kepada tembok sebagai causa efisien adalah tukang cat sementara yang memberikan warna putih kepada tembok sebagai causa formal adalah warna putih itu sendiri. Di sini causa formal bersifat imanen sebagai efeknya sementara causa efisien bersifat transcendental.
Causa eksemplar
Berikut kata Thomas Aquinas[8]:
“Tuhan adalah causa eksemplar yang pertama untuk segala hal karena segala hal yang ada secara natura menerima forma determinatif (dan determinasi forma–forma haruslah direduksi kepada kebijaksanaan ilahi sebagai prinsip pertamanya, sebab kebijaksanaan ilahi merancang keteraturan tatanan semesta yang tatanannya terdiri dari berbagai macam hal). Oleh karena itu, kita harus mengatakan bahwa di dalam kebijaksanaan ilahi terdapat semua pola hal-hal, yang mana pola-pola itu kita sebut sebagai ide (forma-forma eksemplar mengada di dalam pikiran ilahi) dan ide-ide ini, meskipun digandakan oleh relasi-relasi kepada hal-hal, di dalam realitas mereka tidak terpisahkan dari esensi ilahi (menurut kesamaan kepada esensi ide dapat dibagikan secara berbeda oleh hal-hal yang berbeda). Terlebih, di dalam hal-hal, ciptaan kiranya bisa dikatakan sebagai suatu eksemplar bagi yang lain oleh karena kesamaaannya baik di dalam species, ataupun analogi imitasi”.
Natura causa eksemplar
Di dalam realitas causalitas tentu terpadat pola, ide, alasan yang membimbing sang agen (causa efisien) untuk menghasilkan karya. Pola, ide, alasan ini semacam kompas atau peta yang menuntun sang agen untuk menghasilkan sesuatu hal; andaikata tidak ada pola, ide dia akan beraksi secara buta dan kenyataan ini bertentangan dengan natura. Pola, ide yang ada di di dalam sang agen ini disebut dengan causa eksemplar; disebut causa karena ide tersebut diimitasi oleh agen untuk menghasilkan karyanya. Ide yang dimengerti di sini bukanlah suatu objek yang diketahui, seperti ide bunga yang aku dapat ketika aku sedang menggenggamnya, tetapi ide di sini adalah itu yang intelek membentuk di dalam dirinya sendiri untuk diimitasi oleh pikiran; ibarat ide rumah yang dibentuk oleh arsitek di dalam pikirannya dan yang menurut ide tersebut sang arsitek membangun rumah tersebut. Causa eksemplar bersifat ekstrinsik dalam arti bahwa forma berada di luar bagi sesuatu yang menjadi, tetapi memberikan pengaruhnya melalui aksi causa efisien.
Perwujudan causa eksemplar di dalam causa efisien berlangsung di dalam dua cara:
- Di dalam hal-hal natural. Causa-causa natural memiliki suatu kesempurnaan yang mereka tanamkan atau teruskan dalam cara yang natural. Sebagai contoh, makhluk hidup meneruskan speciesnya dengan cara berkembang biak.
- Di dalam subyek intelijen. Causa-causa intelijen memiliki kesempurnaan yang mereka hasilkan baik di dalam cara intensional atau spiritual. Di sini yang dimaksud adalah model yang diberikan oleh agen intelijen. Agen intelijen ini terdiri dua: yang pertama agen tercipta yang memberikan causa eksemplar di atas materi dan yang kedua adalah Tuhan sebagai causa pertama.
Perwujudan causa eksemplar di dalam hal-hal natural dan di dalam subyek intelijen itulah yang dimaksud oleh Thomas Aquinas: “dalam hal-hal, eksemplar itu terjadi karena kesamaan yang ada di dalam species ataupun analogi imitasi”[9].
Causa eksemplar pada dasarnya digolongkan kepada causa formal tetapi menurut modus dapat dimasukkan ke dalam causa efisien dan causa final. Alasan causa eksemplar digolongkan kepada causa formal adalah sebagi berikut: forma adalah itu yang menetapkan suatu hal menjadi suatu hal yang unik atau khusus, oleh karena itu forma menetapkan juga suatu karya tetapi bukan dengan cara intrinsik atau dengan menyusunnya tetapi di dalam sumbernya (ekstrinsik bagi ada karena berada di dalam diri sang agen). Causa eksemplar juga direduksi menjadi causa efisien karena sang agen yang adalah causa efisien yang pada akhirnya dideterminasi dan diarahkan di dalam karyanya oleh ide, alasan untuk karyanya tersebut. Pada akhirnya, causa eksemplar digolongkan kepada causa final karena ide, pola, alasan adalah apa yang menjadi tujuan agen untuk dieksekusi dan yang akan dihasilkan.
Tuhan dan causa eksemplar
Natura secara keseluruhan atau semesta ini tak lain adalah karya sang pencipta, tepatnya di dalam akal budi ilahi terdapat ide eksemplar atau pola segala ciptaan ibarat seorang artis yang memiliki di dalam pikirannya ide-ide akan karya-karya yang berbeda-beda. Oleh karena hal-hal itu adalah karya sang pencipta dan tidak terpisahkan dari esensi ilahi, maka hal-hal juga dapat menjadi eksemplar satu sama lainnya.
Karena causa eksemplar forma ada ciptaan serupa dengan forma Tuhan dalam arti bahwa ciptaan itu seperti sebuah ide yang ada di dalam intelek ilahi, seperti sebuah rumah yang dibangun yang mencerminkan ide yang ada di dalam pikiran arsitek jauh sebelum rumah itu dibangun.
Pertanyaannya ide apa saja yang ada di dalam pikiran ilahi? Menurut Thomas ide-ide ilahi berisi natura hal-hal. Jadi di dalam pikiran ilahi terdapat suatu ide akan segala sesuatunya yang ada di dalam realitas: esensi-esensi segala yang ada sebagai sesuatu yang mengada di dalam pengetahuan-Nya disebut ide.
Dalam causalitas, efek menerima forma determinatif menurut causa eksemplar dan tanpa causa eksemplar tentu tidak ada alasan mengapa suatu efek partikular harus mengikuti causanya dan bukan efek partikular yang lain. Ide-ide ilahi adalah alasan untuk ada-ada ciptaan tetapi bukan sebagai causa formal intrinsik melainkan causa formal ektrinsik. Konsekuensinya, berkat causa eksemplar ada memiliki forma ekstrinsik. Causa eksemplar mensyaratkan causa efisien dan causa final karena forma tidak akan ada seandainya tidak diaktualkan di dalam materi maupun agen tidak akan bertindak jika tidak memiliki alasan atau finalitas di dalam pikiran. Maka aktualisasi dan tatanan causa eksemplar di dalam realitas partisipatif membutuhkan Tuhan sebagai causa efisien dan causa final. Berkat causa eksemplar dan causa efisien terjadilah partisipasi: esse ada ciptaan yang terbatas, tak sempurna berpartisipasi di dalam esse Tuhan yang sempurna, tak terbatas: Ipsum esse subsistens.
Dengan causa eksemplar dan Tuhan sebagai agen yang memberikan forma ditegaskan pula bahwa partisipasi transendental membuat ciptaan memiliki keserupaan dengan Tuhan. Kesamaan Tuhan dengan ciptaan karena forma ekstrinsik yaitu ada ciptaan berasal dari ide ilahi yang diaktualkan oleh Tuhan sendiri sebagai causa efisien karena forma ada ciptaan ada di di dalam pikiran Tuhan. Kesamaan ciptaan dengan sang pencipta bukan kesamaan dalam forma intrinsik atau kesamaan natura tetapi menyangkut forma ekstrinsik dan itu berarti analogi: Tuhan dan ciptaan memiliki esse tetapi esse Tuhan dan ciptaan berbeda karena esse Tuhan adalah ipsum esse subsistens, esse ciptaan adalah esse partisipatif.
Kata Gregory T Dolan: “Oleh karena causa eksemplar sungguh merupakan sebuah ide yang produktif, maka, causalitasnya mensyaratkan causa eficien dan causa final: causa eksemplar mensyaratkan causa efisien karena causa eksemplar disebabkan oleh causa efisien; causa eksemplar mensyaratkan causa final karena eksemplar pertama-tama harus memotivasi intensi agen agar agen menghasilkan karyanya. Walaupun demikian, ide-ide eksemplar, di dalam kapasitasnya sebagai suatu eksemplar, direduksi kepada tatanan causa formal karena karakter yang sesuai bagi causa formal sebagai eksemplar adalah peniruannya atau imitasinya. Tuhan adalah seniman sempurna yang membentuk dunia, kesenian-Nya, secara intensional, menurut masing-masing ide-ide setiap hal –suatu ide yang ada di dalam pikiran sang seniman”.
Kiranya perkataan Gregory T Dolan dapat diuraikan sebagai berikut bahwa esse ada ciptaan diberikan oleh Tuhan melalui causa efisien, karakter spesifik ada oleh causa eksemplar Tuhan, tetapi natura atau spesies ada ciptaan diaktualkan oleh ada ciptaan sebagai causa efisien sehingga karakter spesifik ada ciptaan dan eksistensinya diarahkan kepada Tuhan oleh causa final-Nya.
Di sini terpatri hubungan causalitas antara sang Pencipta dan ciptaan sekaligus ketergantungan ciptaan kepada sang pencipta dalam misteri dan keindahan: segala ciptaan di dalam keseluruhan adanya materi, forma, aksiden tergantung kepada kebaikan sang pencipta dan berpartisipasi di dalam kesempurnaan Sang pencipta melalu causa eksemplar-Nya, causa efisien-Nya dan causa final-Nya.
[1] Aristotle, Physics, lib. II, cap.3
[2] Ibid.
[3] Thomas Aquinas, VIII Metaphysics, lec. 5, no. 1767
[4] Tomas Alvira, Luis Clavell, Tomas Melendo, Metaphysics (Manila: Sinag-Tala, 1991), hal 198
[5] Ibid.
[6] Thomas Aquinas, De Principiis Naturae, no. 30
[7] Thomas Aquinas, Contra Gentiles, book 1 art. 26
[8] Ibid., Summa Theologiae, I. q. 44, a. 3
[9] Ibid.
Copyright © 2020 ducksophia.com. All Rights Reserved