IV
Balas Dendam
Francis Bacon
Lukisan Paul Cézanne, The Murder, 1868
Balas dendam adalah semacam keadilan yang liar; yang mana semakin kodrat manusia berlari menuju ke sana, semakin wajib hukum menyianginya.
Sebab, berkaitan dengan kejahatan yang pertama; memang kejahatan yang pertama itu sungguh menyakiti hukum; tetapi balas dendam demi kejahatan tersebut menempatkan hukum di luar tempatnya.
Tentu saja, dengan balas dendam, seseorang menjadi identik dengan musuhnya; tetapi ketika dia mampu memadamkan balas dendam, dia menjadi lebih superior karena mengampuni adalah hak seorang raja. Dan Salomo[1], saya yakin, mengatakan, orang itu dipuji karena memaafkan pelanggaran[2]; dan karena apa yang terjadi telah berlalu dan tidak dapat diubah, maka, orang-orang yang bijaksana hanya memikirkan hal-hal sekarang ini dan yang akan datang, sementara orang-orang yang berkutat pada persoalan di masa lampau hanya menyia-nyiakan waktu dengan diri mereka sendiri. Tidak ada seorang pun melakukan kejahatan demi kejahatan itu sendiri; tetapi orang melakukannya demi memperoleh keuntungan, atau kesenangan, atau kehormatan dirinya sendiri atau yang semacamnya.Dari sebab itu, mengapa aku harus geram kepada seseorang yang mencintai dirinya sendiri lebih baik daripada aku? Dan jika ada orang yang melakukan kejahatan yang bersumber dari kodratnya yang memang jahat, mengapa aku harus murka, sebab memang dia ibarat duri atau semak liar yang hanya bisa mencakar dan menggores karena tidak dapat melakukan hal-hal yang lain.
Jenis balas dendam yang dapat ditoleransi adalah untuk kejahatan-kejahatan yang mana tidak adanya hukum yang dapat menyelesaikan; kiranya seseorang melakukan balas dendam yang semacam itu atas kejahatan yang demikian ketika memang tidak ada hukum yang mampu menghukum kejahatan; yang lain adalah ketika musuh masih seperti yang dulu dan semuanya ini menjadi dua alasan untuk satu aksi. Beberapa orang, ketika mereka melakukan balas dendam, sangat berhasrat bahwa pihak yang menjadi sasaran balas dendam mengetahui kapan balas dendam itu dilakukan. Hal ini kiranya suatu sikap yang lebih ksatria. Meskipun begitu, rasa kesenangan dalam melaksanakan balas dendam tidaklah begitu banyak seperti yang ada dalam membuat pihak yang bersalah menyesal. Tetapi pengecut-pengecut yang licik dan jahat adalah seperti anak panah yang meluncur di dalam kegelapan. Cosmus[3], adipati Florence, berkata dengan putus asa terhadap teman-temannya yang pengkhianat dan yang tidak setia, yang mana seolah-olah kejahatan-kejahatan tersebut tak terampuni; kamu seharusnya membaca bahwa kita diperintahkan untuk mengampuni musuh-musuh kita; tetapi kamu tak pernah membaca bahwa kita pun diperintahkan untuk mengampuni sahabat-sahabat kita. Tetapi Ayub mengatakan dengan lebih baik: Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?[4] Kata-kata Ayub itu berlaku pula dalam persahabatan.
Ada satu hal yang pasti yaitu orang yang melakukan balas dendam membiarkan luka-lukanya tetap menganga dan sebaliknya orang yang mengampuni menyembuhkan luka-lukanya dan melakukan tindakan yang mulia. Balas dendam publik sebagian besar suatu hal yang menguntungkan, seperti yang dilakukan demi pembalasan kematian Caesar[5]; kematian Pertinax[6]; kematian Henry III[7] dari Perancis; dan banyak lagi.Tetapi di dalam dendam-dendam pribadi, hal itu tidaklah berlaku. Ah tidak, malahan, pendendam menghidupi kehidupan para penyihir; yang hidup mereka berakhir dengan begitu mengenaskan sebagai orang jahat.
[1] Salomo adalah anak Raja Daud dan raja ketiga Israel sebelum kerajaan monarki Israel terbelah menjadi dua: kerajaan Israel dan kerajaan Yudea. Orang Muslim mengenalnya sebagai Nabi Sulaiman. Raja Salomo membangun bait Allah di Yerusalem dan terkenal dengan kebijaksanaannya. Berikut doa Salomo memohon kebijaksanaan: Berfirmanlah Allah:“Mintalah apa yang hendak kuberikan kepadamu”. Lalu Salomo berkata: “Engkaulah yang telah menunjukkan kasih setia-Mu yang besar kepada hamba-Mu Daud, ayahku, sebab ia hidup di hadapan-Mu dengan setia, benar dan jujur terhadap Engkau; dan Engkau telah menjamin kepadanya kasih setia yang besar itu dengan memberikan kepadanya seorang anak yang duduk di atas takhtanya seperti pada hari ini. Maka sekarang, ya Tuhan, Allahku, Engkau yang mengangkat hamba-Mu ini menjadi raja menggantikan raja Daud, ayahku, sekalipun aku masih sangat muda dan belum berpengalaman. Demikianlah hamba-Mu ini berada di tengah-tengah umat-Mu yang Kaupilih, suatu umat yang besar, yang tidak terhitung dan tidak terkira banyaknya. Maka berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang faham menimbang perkara untuk menghakimi umat-Mu dengan dapat membedakan antara yang baik dan jahat, sebab siapakah yang sanggup menghakimi umat-Mu yang sangat besar ini?” (I Raja 3: 5-9)
[2] Amsal 19:11
[3] Cosmus adalah adipati Florence dari tahun 1537 sampai tahun 1574. Dia dikenal sebagai pendiri Uffizi (kantor-kantor). Uffizi didirikan pada mulanya sebagai sarana untuk mengkonsolidasikan kontrol administratif terhadap komite, agen yang ada di Florens. Sekarang Uffizi menjadi rumah untuk koleksi seni yang tinggi yang dimiliki oleh keluarga Merici.
[4] Ayub 2: 10
[5] Gaius Julius Caesar adalah jenderal Romawi, negarawan dan penulis prosa Latin. Caesar memainkan peran penting dalam mengubah sistem pemerintahan Romawi dari republik Romawi menjadi kemaharajaan Romawi. Sebagai seorang jenderal yang amat cemerlang, Caesar berhasil menaklukkan Gaul dan melebarkan teritori Romawi sampai Kanal Inggris dan sungai Rhine. Ia pula jenderal yang pertama yang memimpin invasi Romawi yang pertama ke Inggris. Dalam usaha politiknya menjadi penguasa Romawi, Caesar membentuk persekutuan militer dengan Pompeius dan Crassus yang dikenal nama Triumvirate (pemerintahan tiga orang) yang pertama. Dalam perjalanan waktu Caesar berhasil mengalahkan semua lawan politiknya termasuk sekutunya sehingga menjadi penguasa tunggal dan memproklamasikan dirinya sebagai diktator. Caesar dibunuh oleh sekelompok senator yang dipimpin oleh Marcus Junius Brutus pada tanggal 15 Maret 44 SM. Tujuan pembunuhan adalah mengembalikan konstitusi Romawi menjadi Republik Romawi. Sayangnya, pembunuhan Caesar membawa Romawi kepada serangkaian perang saudara yang akhirnya justru mengantar Romawi kepada sistem pemerintahan kemaharajaan. Octavius, keponakan Caesar berhasil mengatasi perang sipil sekaligus pemenangnya. Octavius pun menjadi kaisar Romawi yang pertama dengan nama Kaisar Augustus (bdk essai II; no. 4)
[6] Pertinax, dengan nama lengkapnya Publius Helvius Pertinax Augustus adalah kaisar Romawi yang memerintah selama tiga bulan tahun 193. Dia dikenal sebagai kaisar Romawi yang pertama dalam Periode Kekacauan Lima Kaisar. Sebagai seorang militer yang cakap dan seorang senator, Pertinax berusaha mengembalikan dan memperbaharui disipilin tentara Praetoria. Namun ia malah dibunuh oleh mereka. Pertinax kemudian digantikan oleh Didius Julianus yang masa kekaisarannya pun juga singkat.
[7] Henry III atau Alexandre Édouard de France adalah adik kandung dari Raja Perancis Charles IX, anak kedua Raja Perancis Henry II dan Catherine de Medici. Henry III menjadi anak kesayangan Catherine de Medici dan biasa memanggilnya dengan sebutan chers yeux (“si mata indah”). Setelah kakaknya Charles IX mangkat, Henry III menjadi raja Perancis dengan situasi Perancis yang amburadul akibat Perang Antar Agama. Henry III memberikan kelonggaran kepada agama Protestan lewat Edict of Beaulieu karena kelompok Protestan makin kuat dan besar. Kebijakan Henry itu memicu kemarahan kaum Katolik bahkan kaum Katolik membentuk Liga Suci sehingga Henry III makin terpuruk dan kehilangan pengaruhnya. Akibatnya, Raja Henry III bergabung dengan Henry III dari Navarre yang beragama Protestan yang nantinya menggantikan Henry III sebagai Raja Perancis dengan gelar Henry IV. Henry III mati dibunuh oleh biarawan Jacques Clement tanggal 1 Agustus 1589.
Copyright © 2016 ducksophia.com. All Rights Reserved