Lukisan Cesare Auguste Detti
” Quaelibet natura essentialiter est ens”
“Sebab segala realitas adalah ada secara esensial”
Thomas Aquinas
De Veritate 1,1
Gagasan tentang ada
Apa itu ada? Untuk mendefinisikan ada di dalam suatu definisi yang ketat dan sempurna tidaklah mungkin sebab definisi selalu menempatkan subyek di dalam genus dan spesies sementara ada itu sendiri adalah fundamen dari genus dan spesies. Ada sebagai fundamen dari genus dan spesies berarti ada adalah id in quo intellectus omnes conceptiones resolvit (itu yang mana segala konsep dibentuk oleh intelek). Pemahaman ada sebagai yang demikian membuat ada seluas segala realitas sehingga tidak ada konsep yang dapat mendefinisikan ada. Lalu apa yang dapat kita pahami atau kita katakan tentang ada?
Kita dapat mengatakan bahwa ada adalah itu yang ada, itu yang real: ens est id quod est. Ada berasal dari esse (act of being) sehingga ada adalah ada sejauh menunjukkan esse (act of being). Misalnya pelajar (ada) adalah orang yang sedang belajar (act of being); mawar (ada) adalah bunga yang ada di taman (act of being). Oleh karena esse, ada adalah elemen yang paling mendeterminasi sehingga ada adalah realitas dari sesuatu hal (actus entis)[1].
Sebagai actus entis, gagasan tentang ada bukanlah gagasan yang sederhana tetapi ada selalu menyatakan komposisi yang terdiri dari subyek (id quod) dan suatu aksi (est). Dua elemen ini terlebur sebagai “sesuatu”. “Sesuatu” tersebut memiliki peran dan terangkum sebagai subyek yaitu realitas partikular yang mana esse menjadi kesatuannya. Misalnya subyek dari aksi berpikir adalah manusia yang berpikir. Konsekuensinya, satu elemen menyatakan elemen yang lain. Ketika kita mengerti ada, kita sudah pasti merujuk kepada esse walaupun kita belum menentukan penilaian ini adalah sesuatu. Demikian juga bahwa ketika kita mengerti kata kerja adalah (esse, to be) kita sudah mengasumsikan subyek walaupun subyek itu berada in absentiae. Keistimewaan ada yang demikian membuat kita hanya dapat mengatakan ada dalam suatu pengertian berikut ini: id cui competit esse; id cuius actus est esse, sicut viventis vivere.
Ada adalah esensi yang memiliki esse (id quod habet esse) sehingga ada berarti itu yang ada, itu yang demikian atau itu yang mengada. Di dalam realitas, ada adalah hal –hal yang ada yang memiliki esse dan esensi. Konsekuensinya ada ciptaan (ens commune) adalah ada komposisi, ada yang komplek yang mana esse dan esensi berbeda satu sama lainnya. Walaupun demikian, esse dan essentia merupakan kesatuan di dalam ada artinya tak mungkin ada hanya memiliki esse tanpa esensi atau esensi tanpa esse. Esse menyatakan fakta yang mana suatu ada sebagai sesuatu yang real sementara esensi mengkumandangkan itu yang mana suatu hal demikian adanya sehingga esensi merupakan cara ada mengada. Jelaslah bahwa ada tidak sama dengan hal (res) karena hal hanyalah esensi atau cara mengada ada[2] sementara ada adalah realisasi dari esensi[3].
Berkat esse dan esensi ada adalah aktualitas yang memiliki eksistensi yang unik. Oleh karena itu, ada disebut ada real karena memiliki maupun dapat memiliki eksistensi. Eksistensi ada memfokuskan bahwa ada yang menjadi obyek metafisika adalah ada real dan bukan ada akal budi (being of reason) yang berarti sesuatu yang mengada di dalam pikiran manusia seperti imajinasi, fantasi. Obyek metafisika menyatakan ada sebagai ada di dalam keseluruhannya (jadi bukan soal partikularitas ada seperti warnanya, sifatnya tetapi ada sebagai ada). Dengan kata lain obyek metafisika adalah ada general yang tak terderterminasi (ens commune) dan bukan ada partikular dari kelas-kelas ada. Karena ada sebagai ada real maka ada memiliki realitas sensibilis. Kita pun mengafirmasi bahwa dunia, manusia dan Tuhan adalah ada-ada yang nyata. Dengan demikian gagasan ada adalah gagasan yang paling universal yang dirujukan kepada segala hal dan menyatakan segalanya tetapi di dalam cara tak terdeterminasi.
Sejatinya, konsep ens commune (common being) merupakan suatu abstraksi karena faktanya hal-hal yang ada selalu suatu ada determinatif dan bukan ada di dalam pengertian umum. Konsep abstrak akan ens commune dibentuk oleh intelek sebagai hasil kontak dengan realitas dan pengetahuan akan realitas. Untuk membentuk konsep akan ens commune melibatkan penilaian negatif (negative judgement) yaitu wawasan yang menyatakan bahwa ada tidak mengada di dalam fakta sebenarnya. Misalnya: ini bukan batu, ini bukan meja (negative judgement). Contoh-contoh ini hanya cara akal budi untuk mengerti realitas dan faktanya yang ada adalah batu-batu dan tentu saja bukan batu-batu, ini bukan batu hanyalah penilaian negasi yang dibentuk oleh akal budi manusia.
Ens commune (common being) meliputi seluruh ada ciptaan sehingga Tuhan bukanlah ens commnune. Namun, Tuhan adalah causa bagi ens commune yaitu causa realitas untuk segala ada real yang kita persepsikan dalam konsep abstrak akan ens commune. Ada-ada itu ada karena Causa pertama sehingga ada memiliki tujuan kepada Causa pertama sebab suatu eksistensi yang diterima adalah suatu eksistensi dari Tuhan dan keterarahan dan tujuan ada-ada adalah menuju kepada Tuhan. Tuhan pun adalah ada pertama, ada yang tidak disebabkan. Bonaventura melukiskan dengan indah apa itu ada: “Ada itu sendiri adalah yang pertama dan yang terakhir, ada adalah kekal dan yang paling hadir; yang paling sederhana dan yang teragung, dia adalah yang paling mengaktual dan yang paling tak pernah berubah; yang paling sempurna dan yang terbesar, dia sungguh satu tetapi segalanya termuat. Jika kamu begitu terpesona kepada ada dan seluk beluknya dengan pikiran yang murni, kamu akan dibanjiri dengan suatu terang yang lebih besar ketika kamu melihatnya lebih jauh sebagai yang terakhir karena dia sesungguhnya adalah yang pertama; ada melakukan segala sesuatunya untuk dirinya; dan oleh karena itu ada secara niscaya kiranya menjadi tujuan terakhir, permulaan dan penyempurnaan, Alfa dan Omega“.
Ada itu analogi
Menurut Aristotles ada adalah suatu anologi. Mengapa ada dikatakan analogi? Karena ada memiliki banyak arti yang mana artinya sebagian sama dan sebagian berbeda.
- Arti ada yang tanpa kualifikasi yaitu ada universal- baca substansi. Ada universal ini -substansi dipredikatkan ke segala hal. Misalnya rumah, manusia, binatang, pohon, mawar yang mana semuanya itu dikatakan ada sekaligus tentu berbeda arti misal mawar dan manusia berbeda tetapi mawar adalah ada juga manusia adalah ada.
- Ada itu berarti apa yang aksidental. Mawar berwarna ungu, mawar adalah substansi dan ungu adalah aksidental. Ungu jelas dapat dikatakan ada, jadi kita bisa mengatakan bahwa mawar dan ungu adalah ada sekaligus memiliki perbedaan karena substansi itu mengada di dalam dirinya sendiri dan oleh dirinya sendiri sementara aksiden itu mengada di dalam substansi.
- Ada adalah ada yang dipredikatkan ke segala hal dalam kategori-kategori dan kategori itu misalnya soal quantitas, soal qualitas, dan seterusnya. Misalnya apel merah dan apel merah itu beratnya 5 kg. Apel merah dan apel merah yang beratnya 5 kg adalah ada tetapi juga berbeda artinya yang satu soal qualitas yaitu warna merah, yang lain menyangkut soal berat yaitu 5 kg.
- Ada adalah ada yang dipredikatkan kepada apa yang terbagi dalam potensi dan aktualitas. Misalnya telor yang akan menjadi ayam (potensi dan ayam (aktualitas) adalah ada tetapi juga berbeda arti. Makna yang keempat berkaitan dengan struktur ada karena aktus-potensi adalah struktur ada.
Ada dan pengetahuan
Menurut Thomas Aquinas bahwa ada adalah pengetahuan pertama yang paling dikenali dan yang paling universal yang kita punyai, suatu pengetahuan yang mengeksplisitkan segala yang lain karena setiap realitas adalah ada[4]. Ada sebagai yang pertama paling dikenali dan universal menyatakan bahwa ada adalah objek intelek yang benar -ada adalah aspek formal pada basis di mana lewat ada segala hal dapat diakses oleh intelek. Maka ada adalah maxime primum yaitu kondisi untuk kemungkinan pemahaman dan pengetahuan.
Konsekuensinya, ada dan pengetahuan adalah satu karena ada menunjukkan realitas. Kesatuan ada dan pengetahuan memastikan bahwa konsep ada merupakan satu-satunya sumber dan pusat pengetahuan sehingga tak mungkin ada konsep–konsep lain akan pengetahuan didapat dengan melepaskan diri dari konsep ada. Eksklusivitas konsep ada sebagai pengetahuan juga mematri bahwa ada itu sempurna sehingga konsep ada tidak memerlukan konsep-konsep lain yang ditambahkan kepada konsep ada untuk mengeksplorasi pengetahuan[5].
Walaupun demikian, ada memerlukan konsep-konsep determinatif yang sebenarnya sudah ada di dalam ada secara implisit tetapi tak terekspresikan di dalam ada[6]. Konsep-konsep determinatif mencakup kategori-kategori ada misalnya substansi, qualitas, tempat, dan seterusnya dan juga konsep transendental ada (ada itu adalah satu, baik, benar dan indah). Konsep-konsep determinatif itu diperlukan untuk membedah ada sebagai pengetahuan karena ada sebagai ada sifatnya tak terdeterminasi atau general. Konsep-konsep determinatif menyatakan isi ada dan konsep-konsep determinatif hanya merupakan refleksi dan cetusan akal budi untuk mengekplorasi ada. Ada sebagai ada pada dasarnya berdikari, tidak tergantung pada konsep determinatif dan tidak tereskpresikan di dalam konsep ada tetapi justru manusia memerlukan konsep-konsep determinatif tersebut sebagai usaha untuk mengerti ada dan mendapatkan pengetahuan.
Selanjutnya, karena ada mencakup segala yang ada dan tidak meniadakan segala yang ada, akibatnya, intelek memiliki objek yang paling komprehensif (obiectum communissimum) karena ada adalah ens universale[7]. Dengan demikian, keterbukaan intelek kepada ada merupakan kondisi kemungkinan metafisik yaitu ada sebagai ilmu pengetahuan manusia. Artinya bahwa pemahaman akan ada adalah awal dan dasar dari aktivitas rasional dan kehidupan intelektual manusia dan perjalanan manusia menimba pengetahuan.
Karena ada adalah ens universal, maka prinsip pertama demonstrasi tersusun dari gagasan-gagasan ada dan intelek mampu menangkap prinsip pertama demonstrasi ini. Bagaimana intelek dapat memahami prinsip pertama ini? Menurut Thomas Aquinas intelek menangkap prinsip pertama lewat dua cara:
- yang pertama adalah secundum rem[8] yaitu ketika demonstrasi dibuat melalui causa-causa ekstrinsik atau efek-efek: baik melalui komposisi yaitu ketika kita bertitik tolak dari causa menuju kepada efek dan juga melalui resolusi yaitu ketika berangkat dari efek menuju causa. Maka, secundum rem adalah itu yang pertama dalam tataran hal-hal yaitu penyebab ada yang universal. Secundum rem berkaitan dengan causalitas.
- yang kedua adalah secundum rationem[9] yaitu ketika kita memulai dengan causa-causa intrinsik: melalui komposisi yaitu ketika kita berangkat dari bentuk-bentuk yang paling universal menuju kepada bentuk-bentuk yang lebih partikular dan juga melalui komposisi ketika berangkat dari bentuk-bentuk yang paling partikular menuju bentuk yang paling universal. Secundum rationem merupakan suatu analisa akan penyebab-penyebab (causa) intrinsik dan suatu pereduksian kepada bentuk yang paling umum. Akhir dari proses secundum rationem adalah ada yaitu itu yang dipredikatkan kepada segala hal.
Prinsip pertama demonstrasi menunjukkan pula bahwa intelek memiliki suatu kesadaran akan segala hal (intellectus entis et principiorum) karena ternyata intelek memiliki visi intuitif. Dengan kata lain, manusia memiliki intuisi akan ada[10] secara natura. Berkat intuisi akan ada, ada yang tanpa batas membuka diri dan kita menemukan analogi dan juga aspek-aspek transendental ada. Intuisi ada dengan bantuan fakultas indra membuat kita berkontak dengan realitas sehingga kita memahami realitas dan mendapatkan pengetahuan. Harus pula ditambahkan bahwa pengetahuan akan ada selalu disertai dengan pengalaman kita sendiri akan realitas. Untuk alasan ini konsep ada tak pernah terpisahkan dari persepsi akan eksistensi yang real. Kata Heidegger bahwa kita selalu memiliki pemahaman akan ada pertama kalinya, entah kiranya ada merupakan ada yang tak terderteminiasi dan kabur jika memang dianggap demikian dan gagasan akan ada yang selalu diimplisitkan dan didalilkan pada setiap gagasan akan segala hal. Bagi N. Hartman gagasan akan ada adalah gagasan yang terakhir yang didalilkan kepada setiap gagasan yang lain dan terhadap gagasan ada itu sendiri tak ada yang mampu yang keluar darinya.
Hirarki dan keteraturan ada
Ada-ada ciptaan saling berelasi sehingga membentuk suatu keteraturan dan hirarki, bahkan di dalam ada itu sendiri. Keraturan tersebut dapat disimak di dalam pembagian pertama dari ada: kita menjumpai ada yang sempurna yaitu ada di dalam aktus dan substansi kemudian ada yang tidak sempurna yaitu ada di dalam potensi dan ada aksidental. Menurut Thomas Aquinas keteraturan ada terlihat di dalam tatanan species dan genus yang berbeda-beda. Variasi species ada memiliki natura yang menggambarkan gradasi kesempurnaan ada. Spesies yang satu menambah kesempurnaan bagi spesies yang lain misalnya binatang memberikan kesempurnaan untuk tumbuhan, (kumbang membantu bunga dalam melakukan penyerbukan). Memang ada perbedaan forma yang menunjukkan adanya hirarki kesempurnaan tetapi perbedaan forma justru menunjukkan bahwa species yang sempurna merealisakan species yang tak sempurna sementara species yang tak sempurna menopang species yang sempurna. Ada relasi antara ada yang di dalam tatanan yang lebih tinggi dan ada yang yang di dalam tatanan yang lebih rendah sekaligus menunjukkan hirarki ada. Maka, manusia adalah memiliki tempat tertinggi di dalam hirarki ada ciptaan karena ia memiliki akal budi dan kebebasan. Keagungan manusia justru menjadi tanggung jawab baginya untuk mengembangkan, membangun dan mencintai segala yang ada.
Sebagaimana spesies ada, genus ada dan aksi ada saling terkait satu sama lain demikian juga bahwa ada-ada adalah suatu kesatuan yang unik. Kesatuan ada tercermin di dalam strukturnya. Misalnya aksiden bukanlah suatu determinasi acak yang ditambahkan kepada substansi melainkan menyatakan suatu yang telah ada di dalam substansi itu sendiri. Aksiden-aksiden pun mencerminkan hirarki: aksiden yang mendasar adalah quantitas kemudian qualitas dan relasi. Suatu substansi memiliki forma yang adalah aktif sementara materi substansi adalah pasif. Waktu dan ruang sebagai ada kategorial suatu substansi berasal dari fakta bahwa suatu substansi korporeal adalah bagian dari semesta. Konsekuensinya, kategori-kategori ada berlangsung melalui dan berasal dari satu dengan yang lain.
Hal yang sama juga dijumpai di dalam causalitas sebagai relasi antar ada. Causa final mengatur dan menata causa-causa yang lain: causa efisien memberikan forma dan materi diaktualkan oleh forma. Maka, semesta ini adalah rangkaian causalitas yang ditata, diatur di dalam cara yang indah oleh satu kesatuan yang lebih tinggi yaitu causa universal yang disebut ada pertama sekaligus ada segala ada. Jadi, ada keteraturan di mana-mana. St. Agustinus mendefinisikan keteraturan sebagai pengaturan yang menegaskan setiap hal yang sama dan berbeda pada tempat yang sesungguhnya. Akibatnya, semesta melukis persahabatan, komunitas dan harmoni di antara ada. Kebijaksanaan Tuhan yang membuat itu semua. Kata St Agustinus: “Kepada beberapa hal dia memberikan lebih ada, kepada yang lain lebih sedikit, dan kemudian dia memastikan bahwa esensi setiap ada diatur menuju kepada diri-Nya”.
St Bonaventura:
Betapa indahnya karyamu Tuhan
Keindahan segala yang ada di dalam variasi cahaya, bentuk, warna seperti benda -benda yang terdapat di langit dan mineral, batu batu dan logam, tumbuhan dan hewan dengan jelas mewartakan atribut-atribut Tuhan.
Keteraturan mereka di dalam kitab Penciptaan sungguh menunjukkan kecermelangan, keagungan dan martabat Prinsip Pertama dan kekuatan-Nya yang mahakuasa. Di dalam jalan ini, keteraturan itu sendiri mengantar kita dengan gamblang sekali menuju kepada yang pertama dan yang tertinggi, kepada yang paling mahakuasa, kepada yang paling bijak dan yang paling terbaik.
Oleh karena itu, siapa yang tidak tercerahkan oleh kemegahan ada-ada ciptaan adalah buta, siapa yang tidak tersadarkan oleh teriakan yang demikian adalah tuli, siapa yang tidak memuji Tuhan oleh karena segala efek-efek ini adalah dungu, siapa yang tidak menemukan Prinsip Pertama dari tanda-tanda yang demikan jelas adalah bodoh
Oleh karena itu, bukalah matamu, condongkanlah telinga rohmu, buka bibirmu dan canangkanlah hatimu (amsal 22:17) sehingga di dalam segala ciptaan kamu kiranya melihat, mendengar, memuji, mencintai, menyembah dan memuliakan Tuhan kalau-kalau seluruh dunia bangkit menentang dirimu. Sebab karena hal ini seluruh dunia akan melawan si bodoh. Sebaliknya, hal ini akan menjadi kemuliaan bagi orang bijak yang dapat mengatakan bersama dengan Nabi: sebab telah Kaubuat aku bersukacita, ya TUHAN, dengan pekerjaan-Mu, karena perbuatan tangan-Mu aku akan bersorak-sorai. (mazmur 92:5). Betapa agungnya karyamu TUhan. Segalanya Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan-Mu (Mazmur 104:24)
[1] Thomas Aquinas, De Veritate, q.1O, a.8, ad 12.
[2] Beberapa aliran filsafat menyatakan bahwa ada dan hal adalah sama. Alasannya ada digunakan untuk menunjukkan ada sebagai ada yang definitif dan terbatas; apa yang kita sebut sebagai realitas. Realitas adalah determinasi sehingga bertentangan dengan keambiguan, ketidakjelasan. Menjadi real-nyata adalah menjadi sesuatu. Maka ada dalam konteks pemikiran ini adalah suatu gagasan determinatif, ada yang memiliki isi yang tetap. Oleh karena itu ada berarti hal.
[3] Ibid., I Sententiarum., d.19, q.5, a.1 obi. I
[4] Ilud quod primo intellectus concipit quasi notissimum, et in quo omnes conceptiones resolvit est ens, ut Avicenna dicit in principio Metaphysicae suae. Unde oportet quod omnes aliae conceptiones intellectus accipiantur ex additione ad ens. Sed enti non potest addi aliquid quasi extranea natura, per modum quo differentia additur generi, vel accidens subiecto, quia quaelibet natura essentialiter est ens: unde etiam probat Philosophus in III Metaph. quod ens non potest esse genus; sed secundum hoc aliqua dicuntur addere supra ens, in quantum exprimunt ipsius modum, qui nomine ipsius entis non exprimitur. Thomas Aquinas, De Veritas.,q.I, art.I.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Ibid., Summa Theologiae, I, q.78, a.1
[8] Ibid., In Boethius. De Trinitate, Q.5 art.4
[9] Ibid.
[10] Gilson menolak adanya intuisi ada. Baginya, intuisi ada tak lain adalah intuisi abstraksi, objek yang tidak eksis kecuali sebagai en rationis yang ada di dalam pikiran kita.
Copyright © 2016 ducksophia.com. All Rights Reserved