Tahun B
Minggu Biasa XVIII
Keluaran 16:2-4, 12-15;
Efesus 4:1, 20-24;
Yohanes 6:24-35
Akulah Roti Hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, dia tidak akan haus lagi
Setiap bangsa memiliki roti khasnya, misalnya Jerman dengan blackforest, Italia dengan pizza atau tiratmizu, Perancis dengan baguette dan croissant, China dengan mantou, kompyang atau kue bulan, Jepang dengan Mochi yang menjadi hidangan lazim untuk pesta, untuk tamu, snack ataupun untuk makan pagi, siang dan malam. Terlebih roti termasuk makanan pokok di banyak Negara Barat dan Timur Tengah. Bagi orang Swiss roti ibarat nasi, tanpa roti seolah-olah belum makan. Aneka jenis kue yang disebutkan di atas dan yang sekarang ini jenisnya ribuan macam itu, misalnya blubebery cheese cake, roti coklat, roti almond, maccaron, pistacchio cake asal muasalnya dari roti berbahan tepung yang mengalami perkembangan, modifikasi, kreasi, dekorasi yang seirama dengan kemajuan suatu bangsa. Maka bisa dikatakan bahwa roti cermin peradaban suatu bangsa karena orang sudah membuat roti sejak 30 ribu tahun lalu dari yang sederhana sampai menjadi yang sekarang ini. Roti adalah makanan olahan yang menggunakan bahan dasar tepung terigu pada umumnya, air yang difermentasikan baik dengan ragi ataupun tanpa ragi. Perjalanan roti berkembang terus mengikuti ilmu dan teknologi yang ditemukan oleh bangsa tersebut. Dahulu roti hanya berbasis air dan tepung tetapi sekarang ditambahkan garam, minyak, gula, coklat, mentega, susu dan kadar protein di dalamnya serta dioven, dipanggang, digoreng dengan suhu tertentu supaya didapat tekstur dan rasa tertentu. Dengan teknik, seni, invonasi roti menjadi kajian ilmu tersendiri dan menspesikasikan dirinya berdasarkan rasanya, bentuknya, prosesnya. Maka sekarang ada begitu banyak bakery dan baker. Banyak pula universitas yang membuka fakultas untuk belajar roti dengan keahlian roti tertentu. Kursus roti dan kelas kue, les kue menjamur di mana-mana. Roti pun menjadi beraneka ragam misalnya, roti sourdough, tart, ada cake, ecclaire, spiku, roll egg, soes, pie, donat, ada roti gluteen free, diary free, vegan, dan seterusnya. Ada cheff yang ahli di bidang pastry, ada cheff ahli di bidang kue basah dan sebagainya. Roti dengan aneka rasa, warna, dekorasi dan modelnya menggoda selera, mengundang rasa lapar. Roti akan menjadi makanan yang selalu dirindukan karena mengenyangkan perut. Namun juga membuat orang jatuh cinta untuk memakannya karena rasanya, aromanya, modelnya yang cantik, nikmatnya yang memberikan citararasa sendiri. Roti memang menyatu dengan kehidupan, roti adalah kehidupan itu sendiri.
Hari ini Yesus menyatakan bahwa diri-Nya adalah roti hidup: Akulah roti hidup, barang siapa percaya kepadaku takkan haus lagi. Roti hidup berbeda dengan roti yang ada. Roti hidup bukanlah satu roti di antara banyak roti, melainkan roti kehidupan: roti esensial yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari bagi kita dan bagi dunia. Jelas, tanpa roti hidup kehidupan tidak akan berjalan dan tidak menemukan maknanya. Sebab roti hidup: Yesus merupakan satu-satunya makanan yang dapat bertahan selamanya, karunia sejati yang berasal dari Allah Bapa.
Orang Yahudi mencari Yesus setelah peristiwa penggandaan roti. Tentu, massa akan berbondong-berbondong bergerak jika ada peristiwa yang luar biasa. Orang mudah bersatu untuk menjadi gerombolan demi mencari sesuatu yang fenomenal. Makan dan hal-hal yang menakjubkkan itulah yang memikat dan dicari orang sejak dahulu kala. Padahal maksud pergandaan roti oleh Yesus bukan untuk mencari pengikut atau mengafirmasi versi Mesias yang mereka didambakan melainkan hidup yang kekal dengan menerima dan mempercayai diri-Nya. Seperti orang Yahudi, kita juga sering mencari soal makanan dan materi. Kita hanya mencari Yesus tergerak oleh kepentingan dan keinginan kita sendiri. Sesungguhnya kamu mencari aku, bukan kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang. Orang Yahudi termasuk kita lebih memaknai roti daripada sang pemberi roti itu sendiri. Yesus menekankan untuk mencari melampaui pemberian dan menemukan sang pemberi. Sang pemberi dan pemberian adalah hal yang satu dan hal yang sama. Tuhan sendiri adalah pemberian dan sang pemberi itu sendiri. Orang-orang itu bahkan kebanyakan dari kita tidak menangkap kabar gembira dari Yesus. Akulah roti hidup artinya Yesus tidak hanya memberikan roti kehidupan tetapi Yesus sendiri adalah roti hidup itu. Dia tidak hanya memberikan roti kepada orang banyak, tetapi juga dia memberikan seluruh diri-Nya, tubuh-nya, darah-Nya, hati-Nya untuk kita semua. Untuk itu, Yesus mengingatkan kelompok terakhir yang mencari tanda sebagaimana orang Israel mencari tanda dari Musa, bahwa bukan Musa yang memberi makan mereka di padang gurun, tetapi Tuhan yang bekerja melalui Musa yang menyediakan makanan bagi mereka di sana dalam bentuk manna. Rahmat manna dan rahmat roti yang sesungguhnya yang turun dari surga menunjukkan bahwa memang hukum diberikan melalui Musa tetapi sekarang rahmat dan kebenaran datang melalui Yesus Kristus: roti hidup. Yesus -roti hidup- itulah rahmat sebenarnya yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada dunia. Allah yang sama telah memberikan Roti Baru untuk Perjanjian Baru – Kristus yang bangkit. Sejarah diperbaharui dan disempurnakan sekaligus masa depan dipastikan yaitu hidup abadi dengan fakta Yesus roti hidup karena Yesus adalah utusan yang dimeteraikan oleh Allah Bapa. Roti Hidup ini -Kristus yang bangkit– menawarkan kepada dunia hubungan baru dengan Tuhan, hubungan kepercayaan, ketaatan, dan kasih.
Hubungan yang demikian adalah karya Allah, pekerjaan Allah. Dan pekerjaan Allah hanya dapat dilakukan oleh Yesus sendiri dan semuanya itu kiranya dapat dimengerti hanya dalam iman bukan dengan logika manusia. Seru orang Yahudi: apakah yang harus kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah. Jawab Yesus: inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada dia yang diutus Allah. Tanpa iman, Allah Bapa yang mengutus Yesus Kristus tidak mungkin dikenal. Tanpa kepercayaan kepada Yesus, legalitas Yesus sebagai utusan Allah tidak dapat dipahami. Percaya kepada Yesus berarti bukan sekedar mengikuti ide, sebuah proyek namun menyoal perjumpaan dengan Yesus sebagai pribadi, tentang membiarkan diri untuk menerima Yesus sebagai rahmat Alah yang paling agung. Maka, seperti orang Yahudi pula, kita harus membuat pilihan terhadap fakta ini: Apakah orang ini adalah Putra Allah atau orang gila atau sesuatu yang lebih buruk ketika dia mengatakan Akulah roti hidup dan barang siapa percaya kepadaku takkan haus lagi (cf: C.S Lewis). Percaya atau tidak, menerima atau menolak. Yang jelas iman tahu bahwa pekerjaan yang dikehendaki Allah tidak dapat diperoleh dengan kerja manusia. Pekerjaan yang dikehendaki Allah hanya datang kepada kita sebagai rahmat kasih-Nya, sebagai karya Tuhan yang harus diminta dan disambut.
Tanya khalayak: Tanda apakah yang engkau perbuat, supaya kami dapat melihat dan percaya kepada- Mu? Allah hanya dapat memberikan tanda kasih. Kalau di padang gurun Allah menurunkan roti dari langit demi memuaskan rasa lapar orang Israel, maka sekarang Allah memberikan Putra-Nya sebagai tanda kasih yang paling mulia. Yesus sebagai tanda kasih yang paling mulia dari Allah memberikan kita daging-Nya sebagai makanan dan darah-Nya sebagai minuman. Akulah roti hidup dan barang siapa percaya kepada- Ku takkan haus lagi. Tanda kasih itu menjadi manusia, menjadi roti hidup. Dengan menjadi roti hidup Yesus bukan lagi tanda melainkan fakta atau realitas cinta. Fakta cinta diwujudkan tidak hanya dengan memberikan apa yang menjadi miliknya, tetapi juga memberi dengan dirinya. Roti hidup membuktikan fakta cinta itu yaitu bahwa cinta selalu memberi dan selalu menerima. Semua yang dimiliki, dia berikan semua kepada kita di dalam rupa hosti dan anggur Ekaristi. Maka Yesus sebagai roti hidup menyatakan bahwa Allah tidak hanya mengasihi tetapi Allah adalah kasih itu sendiri. Itulah sebabnya dia menjadi roti hidup, menjadi makanan manusia dengan segenap keberadaan-Nya. Hanya Yesus putra Allah yang mampu melakukannya (R. Guardini)
Akulah roti hidup, barang siapa percaya kepadaku takkan haus lagi. Tubuh dan darah-Nya itulah roti hidup dan firman-Nya adalah roti hidup. Dengan mengatakan bahwa diri-Nya adalah roti hidup, Yesus mengajak para pengikutnya dan dunia untuk tidak terpaku pada horizon kemanusiaan-jasmani semata tetapi juga membuka diri kepada cakrawala Tuhan, pada horizon hidup abadi. Tidak dipungkiri bahwa kita lapar akan banyak hal selain makanan dan harta benda. Kita lapar untuk diakui dan dihormati, untuk mencintai dan dicintai, untuk didengarkan dan dihargai, untuk dibantu, dikasihiani dan untuk menerima ucapan terima kasih. Tetapi dengan mengatakan bahwa Akulah roti hidup Yesus mau menunjukkan bahwa ada rasa lapar manusia yang lebih dalam daripada lapar secara jasmani, yang melampaui rasa lapar jasmani, rasa lapar yang lain, rasa lapar yang tidak dapat dipuaskan dan dipenuhi dengan roti dan makanan biasa. Rasa lapar itu adalah rasa lapar akan kehidupan, rasa lapar akan makna hidup, rasa lapar akan kekudusan, rasa lapar akan kekekalan, dan rasa lapar kepada Tuhan sendiri. Itulah yang memberi kita pengalaman rasa lapar dan haus abadi (Beato John van Ruysbroeck). Tuhan sendiri yang mampu memuaskan rasa lapar ini. Untuk itu Tuhan memberikan kita makanan yang lain yaitu roti dari surga yaitu Putranya sendiri, Roti hidup yaitu roti yang bertahan dan menyampaikan kehidupan kekal. Kristus -roti hidup- memberi kita kehidupan sehingga kita tidak pernah lapar dan haus lagi. Ketika kita menyantap roti hidup dengan iman yaitu percaya bahwa Yesus adalah utusan Allah, kemuliaan Kristus yang penuh kehangatan dan kasih-Nya merajai hidup kita seluruhnya. Api menyala jauh di dalam lubuk hati kita dan roh menembus jiwa dan tubuh kita (Beato John van Ruysbroeck).
Yesus -Roti hidup- adalah santapan para perziarah. Kita sebagai peziarah dalam mengarungi perziarahan tentu mengalami rasa lapar dan haus, kita lelah dan butuh makan dan minum. Terhadap rasa lapar dan haus ini, Yesus memberikan tubuh dan darah-Nya dalam roti dan anggur ekaristi. Ia menjadi roti yang mengenyangkan dan memuaskan dahaga perziarahan ini.
Tetapi juga bahwa Yesus -roti hidup- menjadi makanan bagi para peziarah di dalam rupa Firman Allah. Ia adalah roti sejati yang turun dari surga, ia adalah Firman yang hidup, Firman-Nya adalah roti hidup. Kenyataan dari Injil Yohanes ini mengafirmasi apa dikatakan oleh Injil Matius bahwa manusia hidup bukan dari roti saja melainkan dari firman Allah. Pada mulanya adalah Firman dan Firman itu menjadi manusia. Firman itu sekarang menjadi roti hidup yang diberikan kepada dunia. Peristiwa akan manna di padang gurun akan selalu mengingatkan kita bahwa manusia hidup dari roti Firman Allah; makanan kita sehari-hari adalah firman-Nya karena firman-Nya adalah janji kesetiaan Allah terhadap janji-janji-Nya. Mendengarkan Firman Allah dan melakukan Firman Allah sama dengan mendapat roti hidup dan memakannya. Mendengarkan Firman Allah secara batin berarti memakan roti surgawi dan memuaskan rasa lapar yang dimiliki setiap orang di dalam dirinya.
Memakan Kristus sama dengan memakan kehidupan. Kita harus makan roti hidup yang turun dari surga untuk bertahan hidup sebagaimana orang Israel bertahan di padang gurun dan untuk masuk ke dalam persekutuan yang intim dengan Allah (St. Agustinus). Roti hidup memberi keabadian kepada mereka yang memakannya, kepada mereka yang melaksanakan sabda-Nya. Tanpa roti hidup kita tidak akan hidup abadi karena dia menjadi roti hidup agar manusia peziarah mempunyai hidup kekal. Perziarahan kita di dunia ini memiliki destinasi pada hidup abadi karena roti hidup itu. Kehidupan kekal yang dimiliki para peziarah nantinya adalah kebangkitan dan partisipasi dalam hidup allah Tritunggal. Cetus St. Ambrosius: roti Tuhan turun dari surga untukku yang memberiku kehidupan untuk dunia ini. Ini adalah roti kehidupan dan dia yang makan kehidupan tidak dapat binasa. Sebab bagaimana dia dapat mati jika ia dipelihara oleh kehidupan. Dengan makan roti hidup, Yesus menjadikan kita serupa dengan keutamaan-Nya: Dia tinggal di dalam kita dan kita di dalam Dia. Sekarang roti hidup ada di dalam kita.
Suatu cinta yang besar dan tak terlukiskan hadir di tengah kita yaitu bahwa Tuhan mau menjadi roti hidup. Dia mau menjadi roti hidup bagi kita karena Dia tahu betul bahwa kita miskin, tapi Dia tidak memperhitungkannya. Dia tahu bahwa kita rapuh dan lemah sehingga Dia yang membuat roti di dalam diri kita, pertama-tama melenyapkan keburukan, kesalahan dan dosa melalui kasih-Nya. Dia mengubah kehidupan kita menjadi hidup yang penuh rahmat dan kemuliaan sudah dipersiapkan bagi kita selama kita percaya kepada-Nya dengan meninggalkan manusia lama. Roti hidup dalam bahasa St. Paulus membuat kita diperbaharui di dalam roh dan pikiran. Roti hidup itulah yang memelihara jiwa kita dan memberi kita energi untuk selalu kuat dalam perziarahan. Roti hidup itulah yang mengampuni kita dari kejahatan yang tidak dapat kita atasi sendiri. Roti hidup itulah yang memutus kehidupan kita yang terdahulu yang menemui kebinasaannya oleh nafsu yang menyesatkan. Roti hidup itulah yang membuat kita merasa dicintai bahkan jika orang lain mengecewakan kita. Hanya Roti hidup yang memberi kita kekuatan untuk mencintai dan mengampuni dalam kesulitan, hanya Roti hidup yang memberikan kedamaian bagi hati yang mencari-Nya, hanya Roti hidup yang memberi keadilan dan kekudusan yang benar, hanya roti hidup yang memberi hidup kekal ketika kehidupan di dunia berakhir (Cf. Paus Fransiskus).
Kita telah mendengar tentang Yesus dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran Tuhan. Maka sambutlah dan makanlah selalu roti hidup lewat hosti Ekaristi dan sabda-Nya. Roti hidup tersajikan dan tersedia di mana-mana karena Ekaristi selalu dirayakan setiap hari di mana saja di belahan di bumi ini dan Firman-Nya dengan mudah dapat dibuka setiap saat lewat kitab suci yang kita punya.
Kita sering pergi ke toko roti untuk membeli roti, kita sering membuat roti untuk disajikan kepada teman, keluarga, sahabat, tetangga. Pada saat kita memilih dan membeli kue, roti, tart dan cake kita teringat akan roti yang lain: roti hidup. Sebenarnya, Yesus menyapa kita dengan aneka roti yang ada karena roti hidup memang amat dekat dengan kita, jauh lebih dekat kepada diri kita daripada diri kita sendiri. Roti hidup itu menyatu dengan realitas sehari-hari. Maka, ketika kita berkumpul untuk makan roti ataupun saat kita berbagi roti, ingatlah roti hidup itu: Yesus, Akulah roti hidup. Untuk itu, marilah kita mengundang Yesus roti hidup di dalam rumah kita, di dalam hati kita, memohon rahmat-Nya, berdoa dengan sederhana supaya Yesus bersama dengan kita di meja makan kita, di beranda kita, di jalan, di cafe, di kantor, di kantin, di kereta ataupun di mana saja ketika kita menyantap roti-kue yang kita buat atau yang kita beli, yang disuguhkan kepada kita supaya kita pun diberi makan dengan cinta yang besar sehingga seruan kita Tuhan berikanlah kami roti itu senantiasa terjawab dan terpenuhi (Paus Fransiskus).
Copyright © 2024 ducksophia.com. All Rights Reserved