Partisipasi

Lukisan Richard Hayley Lever,The Port of St.Ives, 1910 

Misteri ada ciptaan adalah partisipasinya ke dalam Ada Sang Pencipta

 

Pengertian partisipasi

Sesuatu disebut ada karena memiliki esse dan esensi. Dengan memiliki esse dan esensi ada memiliki pula eksistensi. Dengan eksistensinya ada adalah suatu yang real. Namun eksistensi ada bukan disebabkan oleh esensinya atau essenya maupun eksistensinya. Eksistensi ada komposisi terjadi karena berpartisipasi ke dalam eksistensi murni yaitu Ipsum Esse Subsistens: Tuhan Sang Pencipta. Fakta partisipasi mengatakan bahwa ada ciptaan memiliki ada dan bukan ada itu sendiri. Maka ada-ada itu bukanlah Ada karena ada-ada bukanlah ada yang utuh; ada-ada itu adalah ada yang berpartisipasi di dalam Ada.

Lalu apa yang dimaksud dengan berpartisipasi? Berpartisipasi adalah menerima. Hal ini sesuai dengan arti etimologisnya yaitu mengambil bagian di dalam. Partisipasi juga dapat diartikan sebagai menerima sehingga seolah-olah menjadi bagian dari sesuatu. Dalam metafisika partisipasi berarti memiliki suatu esse secara parsial, terbatas dan dengan cara yang tak sempurna; suatu esse yang dijumpai di dalam esse yang lain yang penuh, tak terbatas dan sempurna. Oleh karena itu, ia yang berpartisipasi (baca: partisipan) tidak memiliki natura sesuatu secara total yang ke mana ia berpartisipasi (baca:participatus) tetapi hanya hanya secara parsial. Hasil dari partisipasi adalah kesamaan antara yang berpartisipasi dan sang partisipasi itu sendiri.

Partisipasi menyoal predikat tepatnya yaitu cara ada dipredikatkan. Menurut Thomas ada dapat dipredikatkan kepada yang lain dalam dua cara:

  1. Secara esensial. Contoh: segitia memiliki tiga sisi. Apakah terdapat ada yang lain yang memiliki tiga sisi? Tentu tidak ada. Maka di sini predikat yang terjadi adalah secara esensial bukan secara partisipasi.
  1. Secara partisipatif. Contoh Jasper adalah manusia. Jasper berpartisipasi kepada esensi manusia karena dia tidak hanya satu-satunya individu yang memiliki esensi manusia. Roberto, Lucas juga memiliki esensi manusia. Manusia adalah suatu universalitas sementara Jasper adalah seorang individu sehingga ketika Jasper berpartisipasi ke dalam manusia maka ia adalah bagian dari universalitas yaitu manusia tetapi juga bahwa ia seorang individu. Manusia tentu berbeda dengan Tuhan sang Pencipta tetapi juga manusia sama dengan Sang Pencipta karena manusia diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya.

Jelaslah realitas partisipasi adalah suatu analogi ada. Esse ada ciptaan adalah esse partisipatif sementara esse Tuhan adalah esse yang murni dan sejati karena esse-Nya adalah esensi-Nya.

 

Tipe partisipasi

Melihat cara ada yang dipredikatkan secara partisipatif maka partisipasi dapat berlangsung dalam tiga cara:

  1. Partisipasi logika

Disebut partisipasi logika karena partisipasi tersebut hanya berlaku di dalam tatanan logika. Partisipasi logika berlangsung di dalam spesies dan genus. Contoh partisipasi species di dalam genus: manusia adalah binatang. Manusia dikatakan berpartisipasi di dalam binatang karena manusia tidak memiliki natura binatang dalam ekstensi yang penuh. Contoh partisipasi individu di dalam spesies:  Suarez adalah manusia. Dalam contoh ini, individu berpartisipasi di dalam spesies. Suaraez bukan mengacu kepada semua manusia, meskipun dia secara esensial adalah manusia. Jadi, partisipasi di dalam bentuk genus maupun species bukanlah partisipasi murni atau partisipasi yang sebenarnya karena genus dan spesies tidak membangun realitas ontologis bagi partisipan.

  1. Partisipasi predicamental atau kategorial

Partisipasi predicamental atau kategorial dapat dilihat di dalam struktur ada yaitu substansi yang mempunyai aksiden dan materi yang menerima forma. Disebut predikasi predicamental karena partisipasi ini hanya berlangsung di dalam tatanan esensi; bukan di dalam tatanan esse.

  1. Berkaitan dengan substansi:

Substansi dalam arti tentu adalah potensi karena substansi siap menerima determinasi tertentu yang berasal dari aksiden-aksiden. Suatu substansi  berpartisipasi di dalam aksiden-aksiden yang dia miliki. Manusia (substansi) dengan warna kulit putih (aksiden). Di sini kita melihat bahwa substansi berpartisipasi di dalam isi formal dari aksiden-aksiden tetapi tetap dengan fundamen bahwa substansi sebagai dasar ontologis untuk aksiden-aksiden. Dalam konteks ini pula aksiden–aksiden juga berpartisipasi secara proporsional kepada substansi. Maka, partisipasi predicamental atau kategorial didasarkan pada relasi potensi kepada aktus, artinya bahwa segala sesuatu yang berpartisipasi di dalam sesuatu yang lain dibandingkan dengan potensi kepada actus. Hal ini terjadi karena partisipan adalah subyek yang memiliki kapasitas untuk mengambil suatu ada di dalam aspek-aspeknya, sementara participatus adalah ada yang telah memberikan aspek secara universal atau secara total sehingga potensi yang ada di dalam diri partisipan diaktualkan.

  1. Berkaitan dengan materi-forma:

Materi utama siap dideterminasi oleh forma-forma yang berbeda. Maka disebut partisipasi predicamental selain karena relasi potensi kepada aktus juga karena forma dibatasi materi dan materi dideterminasi oleh forma. Partisipasi predicamental berlangsung di dalam substansi-aksiden, materi–forma yang dijumpai di dalam kesembilan kategori.

Dengan demikian partisipasi predicamental atau kategorial menunjukkan bahwa partisipasi ini berlangsung di dalam tataran real bukan di dalam logika.

  1. Partisipasi transendental

Partispasi ini disebut partisipasi transcendental karena partisipasi ini berlangsung di dalam  tatanan esse bukan di dalam tatantan esensi karena esse tidak masuk di dalam wilayah esensi. Partisipasi transcendental dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: Maria ada, meja ada, di sini keduanya adalah ada. Ketika kita berkata Maria adalah ada dan meja adalah ada berarti Maria bukanlah satu-satunya ada: Maria berpartisipasi di dalam ada. Dalam konteks ini esse etidak memasuki wilayah esensi karena ketika kita mengatakan bahwa Maria adalah ada ternyata ada Maria bukan ada karena esensinya atau esse-Nya karena esensi Maria adalah binatang berakal budi dan itu berarti bukan esse murni. Esensi Maria berpartisipasi kepada esse-nya. Jadi, ada ciptaan (Maria) memiliki komposisi yaitu esensi dan esse. Partisipasi transcendental menunjukkan bahwa ternyata ada disebabkan oleh ada yang lain sehingga ciptaan tak lain adalah creatio ex nihilo yang berarti bahwa ada itu ternyata diciptakan, memiliki esse dan esensi yang berbeda satu sama lain.

Maka ada ciptaan (komposisi) memilik dua konsekuensi berikut ini:

  1. Bahwa setiap ciptaan adalah ada partisipatif yang berarti bahwa ada ciptaan bukanlah ada karena esensinya atau ada karena esse-Nya. Setiap ciptaan memiliki divisi di dalam dirinya sendiri yaitu yang berpartisipasi- partisipan (esensi) dan kepada yang mana berpartisipasi – partisipatus (esse). Esensi berpartisipasi di dalam esse. Dengan demikian hubungan esse dan essensi ada ciptaan sekali lagi adalah hubungan potensi kepada aktus.
  1. Partisipasi ada-ada di dalam esse adalah partisipasi yang paling fundamental karena partisipasi esse –baca partisipasi transcendental- menunjukkan bagaimana suatu ada memiliki eksistensi. Segala ada ciptaan adalah ada karena partisipasi oleh sebab esensi berpartipasi kepada esse yang merupakan act of reality yang paling sempurna. Esensi adalah itu yang berpartisipasi (partisipan) sementara esse adalah itu yang kepadanya sesuatu berpartisipasi (partisipatus). Jadi esse yang mana esensi berpartisipasi tidak dipredikatkan secara univox tetapi secara analogi. Sebabnya, esse yang merupakan immanent act of substansi adalah suatu efek sesuai yang berasal dari causalitas Tuhan. Partisipasi transcendental merupakan partisipasi metafisika dan partisipasi real.

 

Partisipasi transcendental dan causalitas

Partisipasi transcendental mensyaratkan causalitas. Sebabnya, partisipasi transcendental terjadi dalam hubungan causalitas yaitu ketika suatu efek berpartisipasi dalam causanya, teristimewa ketika efek tidak sebanding dengan kekuatan causa tersebut. Efek mempartikularkan dan menetapkan tujuan causa yang lebih luas karena efek beraksi menurut kekhususan dan determinasi tertentu yang disebabkan oleh kapasitas peneriman sesuatu hal. Pada saat yang bersamaan efek secara parsial mengekspresikan kepenuhan causa suatu ada. Sebagai contoh udara berpartisipasi di dalam cahaya matahari karena udara menerima secara parsial terang dari matahari sehingga udara memiliki terang tetapi terang udara tidak persis sama seperti matahari.

Maka, partisipasi transcendental mensyaratkan dua ada dengan peran berikut ini: yang satu adalah ada yang memiliki atribut-atribut dan memiliki segala kesempurnaan akan atribut-atributnya sementara yang lain yaitu ada kurang sempurna berpartisipasi ke dalam ada yang lebih sempurna sehingga memiliki kesamaan kesempurnaan secara parsial dengan ada yang lebih sempurna.

Namun yang harus diperhatikan bahwa tidak semua causalitas adalah partisipasi transcendental. Sebagai contoh ketika seekor anjing melahirkan anak anjing tentu saja bukan partisipasi transcendental karena kedua ada ini berasal dari spesies yang sama. Artinya jika causa dan efek berasal dari spesies yang sama seperti di dalam hal generasi partisipasi tersebut adalah partisipasi predicamental karena kedua ada memiliki forma yang sama. Sebaliknya jika causa dan efek berasal dari hirarki ada seperti causalitas sang pencipta kepada ciptaan maka partisipasi tersebut adalah partisipasi transcendental.

 

Causalitas Tuhan dan partisipasi transendental

Tentu saja bahwa causalitas bukan suatu partisipasi karena partisipasi adalah suatu pembatasan, pasif dan penerimaan akan sesuatu yang berasal dari sumber ekstrinsik. Walaupun demikian causalitas merupakan fundamen yang menyebabkan terjadinya partisipasi. Dalam konteks penciptaan, causalitas Tuhan yang membuat terjadinya partisipasi ada-ada ciptaan kepada ada-Nya. Tanpa causalitas-Nya tak mungkin terjadi ada partisipasi ada ciptaan kepada diri-Nya. Bagaimana jelasnya?  Causalitas Tuhan yang manakah supaya terjadi terjadi partisipasi?

  1. Causa eksemplar (causa formal) Tuhan

Causa formal ada ciptaan berasal dari causa eksemplar Tuhan dan causa formal ada ciptaan itu sendiri. Tuhan adalah causa eksemplar untuk ada ciptaan artinya bahwa segala model dari setiap ada ciptaan ada di dalam pikiran-Nya. Konsekuensinya berkat causa eksemplar forma ada ciptaan bersifat ekstrinsik karena forma ada ciptaan berupa ide-ide yang berada di dalam pikiran TUhan. Di sini causa eksemplar menunjukkan bahwa Tuhan ibarat seorang seniman yang memiliki ide-ide di dalam pikirannya.  Tak mengherankan kalau forma ada ciptaan itu serupa dengan forma Tuhan. Jadi ketika dikatakan bahwa forma ada itu serupa dengan forma Tuhan merujuk pada makna bahwa ada-ada ciptaan berasal dari ide-ide yang terdapat di dalam pikiran Tuhan. Forma Tuhan serupa dengan ciptaan bukan dalam arti intrinsic maupun sama dengan forma Tuhan secara natura.

Partisipasi transendental menunjukkan pula bahwa causa eksemplar membutuhkan pula causa efisien dan causa final dari pihak Tuhan. Forma tidak akan ada jika tidak diaktualkan di dalam materi oleh agen ataupun agen tidak akan bertindak jika tidak memiliki alasan ataupun finalitas di dalam pikirannya. Oleh karena itu, dalam partisipasi transendental aktualisasi dan penataan causa eksemplar juga tergantung kepada causa efisien Tuhan dan causa finalitas-Nya.

  1. Causa efisien

Causa eksemplar menegaskan bahwa partisipasi transcendental membutuhkan peran diri-Nya untuk mengaktualkan ide-ide-Nya. Karena Dia sendiri sebagai agen yang mengaktualkan ide-idenya maka forma ada ciptaan diterima, diberikan oleh-Nya Tuhan. Karena itu, forma ada ciptaan bersifat intrinsik dalam arti bahwa forma melekat di dalam dirinya sendiri dan forma ada yang demikian dapat dikatakan sebagai forma imanen.

Karena sifatnya intrinsik, maka forma imanen memberikan esse (forma dat esse) tetapi bukan dengan cara causa efisien sehingga karena forma ada memiliki aktualitas –esse.  Tentu saja bahwa yang memberikan esse ada ciptaan adalah forma ada itu sendiri bukan esse Tuhan karena esse ada ciptaan hanya berpartisipasi di dalam esse Tuhan dan esse ciptaan tak mungkin sama dengan esse-Nya.

Forma ada yang bersifat intrinsik dan imanen ini mengukir empat makna:

  1. Tuhan memberikan forma secara causa efisien sehingga ada-ada memiliki kebaikan secara intrinsik atau segala yang ada baik karena adanya baik karena kebaikan mereka sendiri (diterima dari Tuhan) atau baik secara forma.  Forma intrinsik –baca forma imanen ada itulah yang memberikan kebaikan bagi ada.
  1. Causa formal ada ciptaan adalah forma ada ciptaan itu sendiri. Sebab jika dikatakan bahwa causa formal ada ciptaan adalah forma Tuhan maka yang terjadi adalah causa ada ciptaan adalah sama secara natural dengan causa Tuhan dan hal ini tentu tidak mungkin.
  1. Setiap agen menghasilkan efek yang serupa dengan dirinya sendiri sehingga ada kesamaan dengan Tuhan berkat forma imanen ciptaan: setiap forma adalah suatu keserupaan dengan Tuhan[1]. Jadi ketika dikatakan bahwa forma ada itu serupa dengan forma Tuhan maka kenyataan tersebut merujuk pada makna bahwa forma ada-ada ciptaan berasal dari ide-ide yang terdapat di dalam pikiran Tuhan dan forma itu diaktualkan oleh Tuhan sendiri, di sini Tuhan sebagai causa efisien. Maka forma Tuhan serupa dengan ciptaan bukan dalam arti intrinsik yaitu forma dari genus atau spesies yang sama dan juga forma ada serupa dengan forma Tuhan bukan secara natura tetapi sama berdasarkan analogi: yaitu Tuhan adalah ada esensial sementara ada ciptaan ada partisipasi[2].
  1. Karena forma bersifat intrinsik dan imanen, ciptaan memiliki kebaikan dari dirinya sendiri. Tetapi karena essenya berpartisipasi kepada esse TUhan, ada ciptaan juga memiliki kebaikan karena partisipasi. Dalam konteks partisipasi ada ciptaan adalah baik adanya karena berpartisipasi di dalam kebaikan Tuhan. Dan karena partisipasi transcendental, walaupun serupa tetapi kebaikan ciptaan tidak sama secara substansial maupun esensial dengan kebaikan Tuhan.

Tuhan sebagai causa efisien  dalam partisipasi transcendental menunjukkan kenyataan yang dinamis dan eksistensial ada ciptaan. Sebabnya, ciptaan menerima forma dan forma ciptaan itu mengaktual karena adanya operasi pinciptaan dan pemeliharaan ilahi  (Tuhan sebagai causa efisien):

  • Penciptaan:

Esse ada ciptaan diberikan oleh Tuhan secara causa efisien karena esse ada ciptaan tidak mungkin disebabkan oleh ada ciptaan secara causa efisien karena jika demikian ada ciptaan adalah penyebab untuk diri sendiri dan membawa dirinya kepada suatu eksistensi sehingga hal tersebut tidak mungkin. Segala yang ada yang mana essenya tidak sama dengan formanya maka esse selalu membutuhkan esse yang lain yaitu esse yang adalah ipsum esse subsistens. Ada yang tidak memiliki ekistensi karena esensinya membutuhkan causa efisien yang mana esse, esensi dan eksistensi-Nya adalah sama. Jadi Tuhan adalah ada karena esensi-Nya, sebaliknya segala ada ciptaan adalah ada karena partisipasi, karena ada yang adalah essenya hanya ada satu yaitu Tuhan.

Esensi ada ciptaan tidak mengada secara esensial tetapi mereka berpartisipasi di dalam esse. Karena itu  esensi membatasi esse sehingga esse diindividuasikan oleh esensi. Demikianlah realitas ada ciptaan. Berkat causa efisien yaitu Tuhan sebagai agen maka makna penciptaan dari ketiadaan (creatio ex nihilo) dapat dijelaskan. Tuhan sebagai causa efisien untuk creatio ex nihilo membuka arti bahwa ciptaan itu sebagai suatu dinamisme, suatu transisi dari non-ada kepada ada. Manusia diciptakan dari apa yang bukan manusia dan keputihan diciptakan dari itu yang bukan putih.

  • Pemeliharaan ilahi:

Pemeliharaan ilahi mengukukuhkan peranan Tuhan sebagai causa efisien karena ada ciptaan tergantung kepada-Nya tidak hanya terbatas pada momen penciptaan awali tetapi juga pada pemeliharaan-Nya. Sebab tanpa pemeliharaan-Nya segala yang ada akan jatuh  kepada ketiadaan. Sebagaimana udara tidak akan memiliki cahaya jika matahari berhenti bersinar demikian juga bahwa setiap ada ciptaan yang berpartisipasi di dalam eksistensi TUhan akan berhenti untuk mengada jika Tuhan menarik diri dari pemeliharaan ciptaan.

Causa efisien dan causa eksemplar menggores kenyataan bahwa Tuhan adalah satu-satunya causa efisien segala yang ada sebagai yang demikian, ciptaan menerima ada dan kesempurnaan mereka berasal dari Tuhan sebagai causa efisien mereka dan causa eksemplar pokok yaitu ide-ide ilahi untuk segala forma ada ciptaan.

 

  1. Causa final

Partisipasi transcendental niscaya melibatkan causa final karena tujuan segala yang ada adalah Tuhan. Mengapa demikian? Causa eksemplar  yaitu model, ide yang berasal dari pikiran-Nya telah tercetak dan mengaktual di dalam forma ciptaan sehingga ada secara natural memiliki keterarahan kepada sang pencipta. Keterarahan dan ketertarikan kodrati ada ciptaan kepada kebaikan tertinggi disebut dengan penyelenggaran ilahi bahkan eksistensi ada mempresentasikan aspek finalitasnya kepada Tuhan Sang Pencipta. Adalah forma kebaikan (yang disebabkan oleh causa eksemplar dan causa efisien) yang mendorong ada–ada terarah kepada finalitas dan memberikan aspek finalitas sekaligus menjadikan Tuhan sebagai finalitas yang benar dan sejati.

Berkat partisipasi transendental segala sesuatunya adalah baik adanya karena kebaikan Tuhan sebagai causa eksemplar, causa esifien dan causa final. Ketiga causa Tuhan serempak dan dalam nafas yang sama. Maka partisipasi transcendental dan causalitas Tuhan meliputi tatanan esensial dan tatanan eksistensial yang mana juga mensyaratkan keterbukaan ciptaan kepada causalitas TUhan:

  1. Tatanan esensial atau tatanan statis

Tatanan esensial ini merupakan tatanan keserupaan. Dalam tatanan ini, partisipasi transcendental meliputi causa formal Tuhan oleh karena forma causa eksemplar dari obyek-obyek ciptaan ada di dalam pikiran Tuhan. Sementara bagi ciptaan hal keserupaan melibatkan causa formal oleh karena berkaitan dengan forma yang diterima.

  1. Tatanan eksistensial atau tatanan dinamis

Dalam tatanan eksistensial atau tatanan dinamis partisipasi melibatkan causa esifien dan causa final yang berasal dari Tuhan. Bagi ciptaan tatanan eksistensial berkaitan dengan penerimaan akan forma di dalam materi yang telah terdisposisi dan materi- forma ini dijaga, dipelihara di dalam suatu eksistensi dan diarahkan menurut finalitasnya oleh causa final Tuhan dan causa efisien-Nya.

Peran causalitas Tuhan demi terjadinya dan keberlangsungan partisipasi transcendental membuka suatu fakta bahwa ciptaan tidak berpartisipasi di dalam Tuhan dalam arti memiliki dan menjadi bagian dari ada ilahi. Hal itu tidak mungkin karena Tuhan adalah transcendental sementara ada ciptaan adalah imanen. Ciptaan dapat berpartisipasi di dalam Tuhan hanya karena kebaikan Tuhan sendiri yaitu bahwa dia mengkomunikasikan diri-Nya kepada setiap ada ciptaan dengan cara yang berbeda dan menyesuaikan diri kepada masing-masing ada menurut keunikan ada tersebut.

Dengan demikian partisipasi transendental dipahami sebagai ekspresi ketergantungan relasi ciptaan kepada Sang Pencipta karena partisipasi transendental merupakan jalan yang mana ada ciptaan terhubung dengan Sang Pencipta dan ciptaan bersifat menerima oleh karena causalitas Tuhan –  causalitas yang paling kuat dan paling transcendental dari segala causalitas yang ada. Jadi relasi ada ciptaan kepada Sang Pencipta bukan hanya didasarkan pada kenyataan bahwa ada diciptakan dari ketiadaan tetapi juga keberlangsungan eksistensinya.

 

Partisipasi transcendental dan hirarki ada

Partisipasi transcendental membuka kekayaan realitas bahwa ternyata di dalam realitas terdapat hirarki dan keberagaman ada. Maksudnya, realitas terdiri dari ada-ada; ada-ada itu sendiri memiliki tingkatan kepenuhan yang berbeda-beda. Kenyataan ini menggiring kepada fakta bahwa dunia ciptaan merupakan partisipasi terbatas di dalam Ada pertama yang tak terbatas. Dasarnya bahwa penciptaan dibangun sebagai suatu keserupaan kepada ada ilahi secara hirarki menurut tingkatan partisipasinya di dalam ada ilahi. Konsekuensinya, jika fakta keberagaman ada menunjukkan ada berpartisipasi dalam cara yang berbeda-beda, maka kenyataan ini harus diatribusikan dari sesuatu yang paling sempurna sampai kepada sesuatu yang kurang sempurna. Jadi masing-masing ada dan setiap kelas ada di dalam hirarki dibedakan satu sama lainnya menurut tingkatan yang mana ada-ada tersebut mendekati kesempurnaan Sang Pencipta. Hirarki ada dikukuhkan dengan tiga prinsip  yang dapat dilihat dalam prinsip causalitas:

  1. Kesamaan misalnya setiap efek berpartisipasi di dalam kekuatan causanya, causa hadir di dalam efek melalui cara dari causanya.
  2. Perbedaan misalnya causa pasti lebih intelegible daripada efeknya, causa lebih baik daripada efeknya.
  3. Ketergantungan misalnya causa pertama adalah dasar untuk subsistens dan efisien segala causa, kekuatan efek tergantung kepada kekuatan causanya

Dengan melihat ketiga prinsip yang ada di dalam causalitas, maka hirarki ada mencerminkan kesempurnaan ada-ada. Semakin ada mendekati kepada causanya, semakin ada berpartisipasi kepada efeknya sehingga semakin sempurnalah ia. Hirarki ada membuat kita mengetahui bahwa Tuhan adalah prinsip causa keteraraturan ada sehingga kita melihat bahwa ada semakin menyerupai Tuhan ketika ada semakin mendekati diri-Nya. Dengan kata lain melalui partisipasi di dalam intelek dan kehendak ilahi ada semakin berpartisipasi di dalam kebaikan ilahi sehingga ada semakin sempurna.

Keberagaman dan kekayaan ada sungguh mencerminkan aspek-aspek ilahi sehingga kebaikan ilahi kiranya dicermikan dengan lebih baik, lebih indah dan lebih sempurna dengan kekayaan dan keberagaman ada. Kebaikan-Nya justru diketahui dengan lebih baik dengan keberagaman ada. Walaupun demikian, tak ada satu pun kesempurnaan ada yang dapat memanifestasikan keindahan dan kesempurnaan Tuhan secara sempurna.

 

Partisipasi transendental dan kebaikan ada

Memang ada adalah baik adanya karena eksistensinya (mempunyai forma kebaikan dari dirinya sendiri). Sejauh ia adalah ada maka ia adalah baik karena ada dan baik dapat bertukar alih. Dalam konteks ini ada adala baik karena forma imanen yang bersifat intrinsik.

Esse ada ciptaan berpartisipasi di dalam ipsum esse subsistens. Maka sejauh ada memiliki esse karena partisipasi, pastilah juga bahwa ada memiliki kebaikan karena partisipasi atau karena kebaikan ada ciptaan didasarkan pada esse-Nya. Dalam konteks ini kebaikan ada terjadi karena berpartisipasi di dalam kebaikan Tuhan yang adalah kebaikan karena esensi-Nya. Dengan demikian, ada juga adalah baik karena partisipasi: ada berpartisipasi di dalam kebaikan pertama karena ada menerima kebaikan dari kebaikan pertama yaitu TUhan. Semakin ada ciptaan berpartisipasi di dalam kebaikan semakin ia menyerupai kebaikan TUhan.  Artinya ada ciptaan  semakin menyerupai kebaikan ilahi ketika ia semakin berbagi atau mengkomunikasikan kebaikannya kepada ada yang lain. Komunikasi atau berbagi kebaikan ada kepada ada yang lain adalah imitasi kepada Sang pencipta yang paling agung. Dasarnya adalah Sang pencipta yang adalah causa kebaikan berbagi kebaikan kepada ciptaan-Nya.  Mengapa Tuhan berbagi kebaikan kepada ciptaan-Nya? karena Tuhan adalah kebaikan yang tak terbatas, kebaikan yang sempurna. Kebaikan-Nya yang demikian itulah yang mendorong diri-nya untuk berbagai kebaikan dengan ciptaannya. Kata Pseudo Dionysisus: “Kebaikan ilahi berbagi akan diri-Nya atau mengkomunikasikan dirinya kepada kita seperti matahari yang tanpa pilihan atau tanpa pengetahuan sebelumnya, mencurahkan sinarnya ke atas segala yang ada”. Jadi Tuhan yang adalah kebaikan tak terbatas merupakan alasan mengapa ciptaan berpartisipasi di dalam kebaikan-Nya dan alasan mengapa ciptaan berbagi kebaikan kepada ada yang lain.

Pada akhirnya kita dapat merangkum tiga bentuk kebaikan ciptaan:

  1. Ada adalah baik karena adanya. Di sini kebaikan ada terjadi karena forma intrinsik dan forma ekstrinsic ada. Forma intrinsic terjadi karena Tuhan yang mengaktualkan forma dan forma ekstrinsik karena causa eksemplar Tuhan. Dengan demikian kebaikan hadir di dalam ciptaan berkat essenya karena forma memberikan esse (forma dat esse).
  1. Ada adalah baik karena ada memiliki propietas atau pernik-perniknya.
  1. Ada adalah baik karena relasi. Relasi tak lain adalah ada berpartisipasi di dalam kebaikan,yaitu ada menerima kebaikan dari ada yang tertinggi: kebaikan pertama sekaligus ada juga mengkomunikasikan dan berbagi kebaikannya kepada ada yang lain.

Contoh tiga bentuk kebaikan di atas adalah sebagai berikut: seorang manusia dikatakan baik karena dia adalah manusia; atau dikatakan baik karena dia bijaksana dan setia; dia dikatakan baik karena dia berpartisipasi di dalam kebaikan Tuhan yaitu dia memiliki tendensi kepada kebahagian yang utama yaitu Tuhan sekaligus ia mencintai sesamanya dan merawat alam semesta (mengkomunikasikan kebaikan).

Benarlah: “Dengan partisipasi ada-ada dijadikan ilahi seperti diri-Nya. Kebaikan dan kemurahan hati-Nyalah yang membuat segala yang ada diangkat dan ditinggikan kepada cinta segala cinta”

[1]  Thomas Aquinas, De veritate, q 21 a. 4

[2] Ibid., Summa Theologiae, Ia, q. 4, a. 3 ad. 3

Copyright © 2017 ducksophia.com. All Rights Reserved

Author: Duckjesui

lulus dari universitas ducksophia di kota Bebek. Kwek kwek kwak

Leave a Reply