Lukisan: Salvador Dali, Christ of St.John of The Cross,
Jumat Agung
Tahun B
Yesaya 52:13—53:12
Ibrani 4: 14-16; 5:7-9
Yohanes 18: 1—19:42
“Dan setelah mencapai kesempurnaan, Yesus menjadi sumber keselamatan abadi bagi semua orang yang patuh kepada-Nya”
Puisi Cameron Bellm:
Pada hari jumat itu adalah lentera, obor dan senjata.
Adalah Yesus yang berkata: Akulah dia.
Adalah bara api yang dinyalakan untuk melawan rasa dingin, malam terpanjang akan penyangkalan sampai dengan ayam jantan berkokok di pagi hari.
Adalah suatu kerajaan yang bukan dari dunia ini dan Pilatus yang bertanya sungguh-sungguh apa itu kebenaran.
Adalah Barnabas yang dibebaskan, suatu mahkota duri, sebuah jubah ungu.
Adalah Gabbatha dan kemudian Golgotha.
Adalah banyak prajurit demi sebuah jubah tenunan tanpa jahitan dan suatu tubuh yang dihajar di atas salib
Adalah wanita-wanita yang bersedih, sebuah bunga karang, suatu hysop
Pada hari jumat itu selesailah sudah.
Jumat agung memperingati kematian Kristus di salib. Di atas salib Kristus putra Allah itu mati terhitung sebagai penjahat dalam kekejaman yang dapat diperbuat manusia kepada-Nya. Akibatnya, di atas salib itu Yesus seperti dikatakan oleh Yesaya: Rusaklah sosok tubuhnya, tidak serupa lagi dengan manusia. Dalam penderitaan salib itu, Kristus tidak tampan, kita tidak tertarik memandangnya, keindahan tidak ada padanya, hingga kita tidak suka kepadanya. Sebabnya, segala kekejaman dan kebengisan yang bercokol di dalam hati manusia dipuaskan dan dihempaskan kepada tubuh-Nya dan roh-Nya.
Peristiwa penyaliban Yesus menggambarkan pilihan, tindakan bahkan cermin hati manusia. Kristus tidak melakukan kejahatan bahkan menyembuhkan dan menyelamatkan, tetapi orang memilih Barnabas untuk disalibkan sehingga dia adalah korban ketidakadilan. Orang memilih pelaku kejahatan daripada pelaku kebaikan. Para murid yaitu orang-orang yang dekat dengan dia meninggalkan dirinya, menyangkal dia bahkan mengkhianati. Orang dengan mudah melupakan kenangan bersama Kristus sehingga ia menjadi gamang dan takut menghadapi godaan. Imam bersekongkol dan memplot untuk membunuh Yesus karena dengki dan takut kehilangan popularitas dan kekuasaan. Pilatus mungkin yang bisa diharapkan untuk menyelamatkan toh pada akhirnya juga cuci tangan. Oleh Pilatus, Kristus diserahkan kepada mereka yang membenci dirinya. Orang menjadi cuek dan berdiam diri terhadap sesamanya. Para pasukan menombak dan menghajar Kristus sampai tak berupa manusia. Keberingasan dan kekejaman mendominasi hati dan pikiran manusia yang menyuramkan gambar dan rupa manusia sebagai citra Allah. Dan pada akhirnya di atas salib dia mati dengan tubuh hancur dan telanjang. Sungguh, Ia ditikam karena kedurhakaan kita dan dihancurkan karena kejahatan kita. Salib adalah tiang kejahatan, tiang kebengisan dan tiang kekejaman manusia terhadap segalanya: sesama, binatang, lingkungan. Orang bisa melihat kekejaman manusia dari peristiwa salib Kristus. Salib adalah kuburan karena lewat salib orang dicabut dari dunia orang hidup. Kristus pun mati di tempat yang terjahat, terbengis, terkejam. Kristus yang mati tersalib mengatakan bahwa segala penderitaan dan rasa sakit apa pun dari setiap ciptaan juga dirasakan oleh Allah: dibenci, ditinggalkan, sendirian, difitnah, tidak adil, kebohongan, ketidakbenaran, sakit yang demikian hebat, dibunuh, dibantai, dikhianati, ditolak, disiksa dengan kejam, dilumpuhkan, dipermalukan, ditelanjangi dan seterusnya. Maka Kristus yang mati di salib mengkumandangkan bahwa Allah selalu setia, hadir dan menyertai penderitaan segala sesuatunya dengan seutuhnya yaitu diri-Nya, tubuh-Nya, roh-Nya.
Jumat agung membuka selubung salib dan menghadapkan kita untuk melihat realitas diri dan yang ada di hadapan kita sekaligus merenungkankan siapakah kita ini dan apakah pilihan kita selama ini. Dari sejarah, salib merupakan suatu bentuk hukuman Romawi bagi para pelaku kejahatan. Maka di atas salib seperti yang dikatakan oleh Paus Fransiskus kita dapat merenungkan dan melihat Kristus yang hadir di dalam saudara-saudari kita yang dibunuh, dibakar hidup-hidup oleh karena dijadikan kambing hitam atas peristiwa tertentu; orang-orang sebagai korban kekuasaan yang direstui negara. Di atas salib kita juga melihat wanita dan anak-anak yang ketakutan dan melarikan diri dari perang dan kekerasan, yang akhirnya mati. Di atas salib kita juga melihat para ilmuwan yang menciptakan mesin-mesin pembunuh dan penghancur baik binatang, manusia, tumbuhan, alam semesta; mereka yang menjadi ahli kematian, yang bukan menciptakan sesuatu yang menyelamatkan dan memperbaiki kehidupan tetapi yang malah membinasakan dan menghancurkan. Di salib kita juga melihat Yesus yang dijual seharga 30 keping perak yaitu mereka yang menyetujui undang undang yang membinasakan kehidupan dan yang menggerus kodrat ciptaan manusia dengan melawan kodratnya. Di atas salib kita juga melihat Yesus di dalam para penyamun yaitu para pejabat dan swasta yang korupsi yang merugikan dan memiskin bangsanya. Di atas salib kita juga melihat Yesus di dalam orang-orang yang keras hati yang dengan gampang mengadili dan berkolaborsi dengan kejahatan untuk memuaskan nafsu baik nafsu kekuasaan, nafsu uang. Mereka yang melakukan kejahatan, ketidakadilan menjadikan setiap langkah yang mereka tempuh meninggalkan jejak ketakutan karena salib mereka adalah salib kematian. Lewat kenyataan ini, setengah dari selubung salib telah terbuka.
Peristwa salib Kristus menyatakan fakta bahwa meskipun kejahatan dan kebengisan dihempaskan sedemikan rupa Kristus tetap memancarkan kasih dan perdamaian. Dalam penderitaan ia mendoakan dan mengampuni, tiada amarah dan kebencian di tengah penderitaan-Nya terhadap orang-orang yang menyalibkan-Nya. Maka di atas salib pula kita melihat Kristus yang hadir dan menemani dunia. Dari salib ada belas kelas Allah, ada pengampunan, ada kesembuhan, ada penyelamatan karena Kristus memang harus mati demi penebusan segala sesuatunya. Derita manusia yang ditanggungnya, sesangsara kitalah yang dipikulnya. Siksaan yang menimpa dirinya membawa perdamaian bagi kita dan kita sembuh berkat bilur-bilur tubuhnya. Surat hutang kuasa dosa dibayar lunas dengan darah-Nya yang tertumpah di kayu salib. Pada perjamuan malam terakhir ia membasuh kaki para rasul dengan air, tetapi pada hari Jumat ia mencuci dunia dengan darah-Nya. Pada malam paskah Yahudi, pintu-pintu rumah Yahudi diolesi darah anak domba sehingga malaikat maut tidak berani masuk, tetapi sekarang pada jumat agung, Yesus mengolesi pintu-pintu hati dengan darah salib-nya supaya keselamatan datang kepada siapa pun dan apa pun. Ia mempersembahkan diri-Nya kepada Bapa sebagai kurban pendamaian yang baru dan sejati, bukan anak domba, dan bukan di Bait Suci, tetapi diri-Nya sendiri, tempatnya di luar bait suci dan di luar perkemahan yaitu di golgotha -tempat Tengkorak-. Golgotha menjadi altar baru karena di Golgotha tertancap salib pengorbanan Kristus.
Untuk itu, St. Gregorius mengatakan bahwa salib Kristus adalah sumber segala berkat, penyebab segala rahmat. Melalui salib Kristus, orang yang percaya kepada-Nya mendapatkan kekuatan dari kelemahan mereka, dari penghinaan menerima kemuliaan, dari kematian menuju kepada kehidupan. Maka, di atas salib seperti yang dikatakan oleh Paus fransiskus kita melihat Yesus yaitu orang-orang yang berhati lembut yang memperjuangkan kehidupan agar menjadi kehidupan yang lebih baik dan lebih adil. Di atas salib kita juga melihat Yesus yaitu para sukarelawan yang bertindak dengan murah hati untuk membantu mereka yang membutuhkan. Di atas salib, kita juga melihat Yesus dalam rupa keluarga yang menjaga kekudusan perkawinan dan membesarkan anak-anak mereka di dalam terang-Nya. Di atas salib kita juga melihat Yesus dalam diri orang-orang yang menunjukkan belas kasihan kepada sesama sebagai perwujudan keadilan. Di atas salib, kita juga melihat Yesus dalam rupa orang-orang yang melakukan kebaikan kepada sesama, binatang dan berjuang menyelamatkan mereka tanpa ada kepalsuan dan tanpa meminta pujian dan imbalan. Di atas salib, kita juga melihat Yesus dalam orang-orang yang dengan segala fasilitas dan kekuasaan yang dimilikinya menyuarakan hak-hak mereka yang lemah, memberikan upah yang adil, yang bekerja demi kebaikan seluruh ciptaan. Dengan demikian selubung salib telah terbuka dengan sempurna.
Setelah selubung salib terbuka semua, kita pun memandang salib dengan paradoksnya: salib Kristus adalah simbol cinta Allah dan simbol ketidakadilan manusia, ikon pengorbanan untuk kasih dan penyerahan diri yang tak terbatas bahkan suatu kegilaaan, instrumen kematian dan jalan kebangkitan, tanda ketaatan dan tanda pengkhianatan, tiang gantungan penyiksaan dan spanduk kemenangan (Paus Fransiskus).
Dalam paradoksnya, salib Kristus menyatakan bahwa selalu ada harapan dan kebaikan karena belas kasih Allah lebih besar daripada kejahatan dan kebengisan manusia meskipun kadang tersembunyi dan tak terpahami. Lewat salib Kristus, alam semesta pun condong ke arah keadilan meskipun alurnya panjang. Di dalam alur yang panjang itu, salib bukan berarti akhir dari segalanya. Jika fakta salib yang demikian mengacu kepada segala sesuatunya atau orang-orang yang hancur yang masih memiliki suatu yang tersisa yaitu harapan, maka meskipun mereka pecah hancur, mereka tetap menjadi indah karena salib Kristus yang menaungi mereka. Memang telah pecah hancur karena penderitaan tetapi masih tetap menambahkan rahmatnya kepada segala sesuatu di sekitarnya berkat salib yang mereka peluk bersama Kristus. Pelukan kepada salib menjadi tanda cinta dan penyerahan diri secara total kepada Allah. Seorang pengikut Kristus tidak mungkin mengelak untuk menghindari membawa salib. Membawa salib bersama Kristus berarti bersatu dengan Dia dengan mempersembahkan kasih yang terbesar. Memeluk dan membawa salib dengan kasih membuat Kristus hadir di tengah-tengah penderitaan dunia lewat diri para murid-Nya. Lewat salib Kristus, dunia akan tahu kepada siapa mereka harus berkaca, bergerak, berlabuh dan berpegang. Sebabnya, salib yang dipikul dengan penuh cinta oleh para murid Kristus meninggalkan jejak-jejak kenangan dan harapan akan Kristus. Minyak campuran damar dan cendana yang harum semerbak menyertai setiap langkah salib yang dipeluk dengan cinta karena salib Kristus menebarkan jejak keselamatan.
Memang Kristus mati di salib pada hari Jumat ini. Tetapi kematian-Nya di salib menunjukkan kemuliaan Tuhan di dunia karena harapan dan kenangan yang terangkai di dalam salib membuktikan bahwa Yesus adalah kebenaran: kebenaran kasih Tuhan, kebenaran belas kasih Tuhan, kebenaran pengampunan. Dengan demikian, pertanyaan Pilatus: apa itu kebenaran terjawab lewat kematian Yesus di atas salib.
Kebenaran salib Kristus membentuk hidup kemuridtan dan kebenaran salib Kristus membuat murid Kristus dapat bertahan dengan setia di tengah kelamnya kejahatan. Kebenaran salib Kristus membuat diri mengerti bahwa pembaruan datang melalui sukacita; kasih disampaikan melalui kelembutan; kedamaian datang melalui pengampunan; dan memeluk Kristus yang tersalib menghasilkan belas kasihan kepada sesama, binatang, tumbuhan, semesta ini. Kebenaran salib Kristus menjadikan salib bersinar terang di atas dunia, menarik dunia untuk percaya bahwa kematian diri-Nya di atas salib adalah cinta-Nya kepada siapa saja dan apa pun.
Maka, marilah kita menyambut dengan hati yang terbebaskan dan penuh belas kasih kemuliaan salib yang bersinar di atas dunia. Marilah kita memandang salib dengan tatapan yang diterangi oleh kebenaran firman-Nya: apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku.
Copyright © 2023 ducksophia.com. All Rights Reserved