Lukisan Richard Hayley Lever, Gloucester Harbor
“Pengetahuan memiliki bentuk ibarat sebuah pohon, dan karena metafisika adalah salah satu disiplin teoritis yang paling fundamental, maka metafisika mempresentasikan akar dari pohon itu”
Gonzalo Rodrigues- Pereyra
Pengertian forma
Forma adalah suatu aksi kesempurnaan yang sifatnya intrinsik dan ekstrinsik yang menjadikan sesuatu hal demikian adanya baik di dalam realitas substansial maupun aksidental. Forma memuat prinsip pengunikan sehingga forma merupakan elemen determinatif bagi setiap esensi yang menyebabkan esensi menjadi unik dan partikular dan bukan yang lain. Forma, dalam hubungannya dengan materi, menetapkan materi menjadi materi tertentu dengan qualitas spesifik.
Esensi selalu memuat eksistensi. Maka, segala sesuatu yang memiliki eksistensi baik eksistensi substansial atau eksistensi aksidental pasti memiliki forma. Forma menyebabkan materi yang adalah potensi mengaktual, itu berarti bahwa forma adalah aktualitas. Akibatnya, forma dapat didistingisi menjadi dua tipe:
- Forma substansial:
Ssuatu forma yang tanpa forma ini ada tidak akan menjadi apa-apa atau ketiadaan. Forma substansial memberikan cara dasariah kepada ada, menjadikan ada tersebut sebuah substansi. Oleh karena itu, sebagai prinsip determinasi substansi, forma substansial itu unik dan tidak terbagi (baca: satu) di dalam setiap substansi. Jadi, forma substansial dapat diartikan sebagai itu yang menyebabkan eksistensi substansial menjadi aktualitas. Dalam hubungannya dengan materi, forma substansial adalah itu yang memberi aktualitas kepada materi utama sehingga membuat materi utama eksis tanpa adanya kualifikasi-kualifikasi tertentu. Dengan demikian, forma substansial selalu identik dengan aksi pertama. Forma substansial manusia adalah jiwanya. Lantas, forma substansial ini menyebabkan generasi simpliciter misalnya manusia dilahirkan. Generasi adalah suatu pergerakan-perubahan (motus) menuju forma[1]. Forma substansial mengumpulkan segala kesempurnaan dan semua operasi forma-forma akisdental. Jiwa manusia yang adalah forma substansial menjadikan manusia sebagai manusia, material yang hidup dan substansi. Jadi, segala kesempurnaan dan determinasi forma-forma yang lebih rendah ditemukan di dalam forma substansial.
2. Forma aksidental: forma-forma yang mempengaruhi suatu ada yang telah mengaktual dengan cara memberikan suatu kualifikasi (modifikasi) tertentu. Dengan kata lain, forma aksidental adalah itu yang menyebabkan eksistensi aksidental menjadi aktual. Misalnya apa yang menjadikan manusia berkulit putih atau memiliki berat. Akibatnya, forma aksidental menyebabkan generasi secundum quid[2]. Maksudnya, ketika forma aksidental berlangsung, kita tidak mengatakan sesuatu menjadi being simpliciter, tetapi sesuatu menjadi ada sebagai demikian adanya, contoh ketika orang lahir ia menjadi manusia berkulit putih yang disebabkan forma aksidental putih.
Untuk memperjelas kedua forma tersebut, mari kita lihat contoh berikut ini: Sokrates adalah seorang manusia yang bijaksana. Socrates sebagai seorang manusia adalah suatu forma substansial sedangkan bijaksana adalah forma aksidental. Forma substansial terkait dengan substansi sedangkan forma aksidental dengan kategori atau aksidental. Forma aksidental mengalami perubahan, didapatkan dan hilang tanpa disertai perubahan substansi baik ketika substansi tersebut menjadi yang lain ataupun binasa. Forma substansial tidak dapat ada atau hilang jika terjadi perubahan natura substansi misalnya binasa. Dalam contoh di atas, Sokrates masih dapat hidup jika kehilangan forma aksidental tetapi tidak untuk forma substansial.
Forma dan esse: forma dat esse atau forma est principium essendi
Kata Thomas Aquinas: “Seandainya terdapat forma-forma yang tidak mengada di dalam materi, maka forma-forma tersebut kiranya akan menjadi simple karena tidak adanya materi. Tetapi, karena setiap forma itu membatasi esse, maka setiap forma bukanlah esse, masing-masing dari forma adalah sesuatu yang memiliki esse”[3]. Jelas bahwa forma dan esse adalah hal yang berbeda: esse adalah act of existing form yaitu aktualitas segala aksi dan segala forma[4] sementara forma adalah prinsip dari esse-ada.
Walaupun esse dan forma merupakan hal yang berbeda tetapi forma memiliki fungsinya terhadap esse.
Menurut Thomas forma memberikan esse (forma dat esse)[5] di dalam ada atau menjadikan ada memiliki realitas; segala sesuatu memiliki esse karena forma. Dasarnya adalah sebagai berikut: sesuatu dikatakan menghasilkan sesuatu lain melalui dua cara: yang pertama, melalui causa efisien atau pelaku misalnya seorang pembangun membuat dinding dengan warna hitam, yang kedua melalui forma, misalnya kemerahan membuat atau menyebabkan merah. Forma dat esse tentu dengan cara yang kedua tetapi esse disebabkan oleh TUhan melalui cara yang pertama yaitu Tuhan sebagai pelaku-agen dalam causa efisien.
Forma memberikan esse dalam makna bahwa esse mengikuti forma[6]; esse bersesuaian dengan forma karena esse adalah aktualitas forma. Forma dat esse menjelaskan bahwa esse dimediasikan melalui forma sehingga forma adalah causa formal esse artinya esse ada karena forma. Forma dat esse tidak berarti bahwa forma menyebabkan ada-esse dalam cara (modus) causa efisien[7]. Mustahil bahwa esse ada ciptaan disebabkan oleh formanya secara causa efisien karena forma ada ciptaan bukanlah essenya. Forma menyebabkan esse melalui causa formal sebab forma adalah prinsip ada. Hal ini juga membuka suatu fakta yang lain bahwa esse ciptaan diberikan Tuhan yang mana Tuhan sebagai causa efisien; dengan kata lain Tuhan memberikan esse kepada ciptaan melalui forma ada ciptaan. Jelas bahwa penyebab esse adalah forma karena forma memberikan esse, forma adalah causa formal esse, jadi causa formal esse adalah forma itu sendiri sementara causa efisien esse adalah TUhan. Konsekuensi forma dat esse adalah bahwa forma bersifat imanen yang berarti forma melekat di dalam ada.
Dalam substansi komposisi, meskipun substansi komposisi memiliki aktualitas karena forma tetaplah bahwa forma membutuhkan materi; substansi komposisi selalu terdiri dari forma dan materi. Dalam keseluruhan ini, forma memberikan esse (forma dat esse) dan materi menerima forma karena forma memberikan aktualitas kepada materi sementara materi adalah dasar forma. Forma membuat suatu ada menjadi suatu hal yang unik. Di sisi yang lain tanpa forma, ada tidak akan mengaktual atau esse tidak akan memiliki eksistensi. Forma memberikan eksistensi kepada ada dan esse adalah aksi forma yang paling dalam bagi ada. Forma bagi ada itu ibarat terang yang bersinar atau secara spesifik misalnya kemerahan bagi sesuatu yang merah.
Forma menerima esse dan membatasi esse tetapi juga dikatakan bahwa forma memberikan esse dan sebagai determinasi ada sekaligus spesifikasi ada. Bukankah dua peranan forma ini saling kontradiktif? Dua peranan forma berlangsung di dalam tatanan esensi dan tatanan eksistensial:
- Dalam tatanan esensi, forma berfungsi prinsip spesifikasi dan determinasi esse. Forma dapat dikatakan sebagai causa esse yang mana forma berfungsi sebagai causa formal.
- Dalam tatanan eksistensial forma tetap merupakan prinsip potensi dalam kaitannya dengan esse yang mana forma menerima esse dan membatasi esse sekaligus mengaktualkan esse.
Forma dat esse bersama materi mengukir makna bahwa forma merupakan elemen konsitutif setiap esensi yang real. Forma dat esse adalah subyek yang sejati dari esse yang adalah actus essendi. Jadi, forma memainkan peran penting di dalam membangun suatu realitas.
Melihat peranan forma yang demikian terhadap esse, maka forma juga adalah prinsip esse (forma est principium essendi). Artinya tidak ada forma tanpa esse sekaligus tidak ada esse tanpa forma. Setiap ada berasal dan berakar dari forma karena forma adalah aktualitas dan memberikan esse kepada hal yang bersesuaian dengan forma. Forma est principium essendi dapat dijabarkan sebagai berikut:
- Forma est principium essendi berarti materi mensyaratkan aktualitas dalam arti materi membutuhkan forma agar dapat mengaktual.
- Forma adalah adalah prinsip ada karena dengan menerima forma, materi berpartisipasi di dalam ada.
- Forma memberikan aktualitas determinatif bagi materi.
- Forma memberikan spesifikasi dan ada itu sendiri. Di sini berkat forma ada keluar dari genus dan memiliki spesies sehingga ada makin dapat dimengerti. Forma adalah satu-satunya esensi real yang mana forma berfungsi mendeterimasi atau menspesifikasi sebagai aksi formalnya terhadap ada.
- Forma adalah aktualitas sehingga membuat ada menjadi aktual, ada yang intelegibel.
Forma est principium essendi menunjukkan bahwa ketika forma dihilangkan, maka substansi pun hilang, tetapi selama forma ada maka substansi pun adalah hal yang real dalam kesesuaian dengan formanya.
Forma dan esensi
Forma adalah act of essence yang berarti itu yang menetapkan esensi menjadi apa itu sehingga forma menjadikan eksistensi substansi komposisi nyata. Namun forma bukanlah act of being (esse) karena forma hanya menetapkan esensi sebagai apa itu dan bukan esensi sebagai ada karena yang menetapkan esensi sebagai ada adalah act of being (esse). Esensi dari substansi immaterial adalah formanya, tetapi esensi dari substansi komposisi bukan saja forma tetapi juga materi. Esensi ada ciptaan terdiri dari forma dan materi. Materi menyebabkan ada memiliki quantitas, bagian-bagian tetapi belum ada keunikannya. Materi sejauh hanya membuat quantitas tentu tidak bisa dibedakan satu sama lainnya. Maka yang membuat esensi menjadi apa itu secara definitif adalah forma. Karena forma, materi bisa dibedakan satu sama lainnya, materi manusia adalah daging materi meja adalah kayu. Dengan demikian materi adalah prinsip indeterminasi sementara forma adalah prinsip determinasi.
Sebagaimana dikatakan bahwa forma terdiri dari forma substansial dan forma aksidental. Forma substansial menetapkan substansi menjadi substansi yang unik dan tak terbagi sementara forma aksidental menyebabkan substansi memiliki aksiden-aksdien. Jadi forma merupakan elemen konstitutif esensi karena berkat forma suatu hal memiliki adanya dan propertinya. Ada dan propertinya menunjukkan adanya kesatuan di dalam esensi dan kesatuan esensi terjadi karena forma. Kemudian forma menetapkan esensi sebagai natura karena forma menetapkan substansi menjadi yang unik, khas determinatif sehingga forma juga menetapkan cara operasi substansi.
Karakter forma di dalam ada: forma intrinsik dan forma ekstrinsik
Ada memiliki forma dan forma ada mencakup forma intrinsik dan forma ekstrinsik yang membantu kita mengerti kebaikan ada dan relasinya dengan Tuhan sang pencipta. Dua karakter forma tersebut memiliki peranan konstitutif bagi keberlangsungan ada dan menyempurnakannya dalam prinsip causalitas.
- Forma intrinsik
Forma est principium essendi membuka suatu fakta bahwa ada memiliki forma intrinsik, forma yang melekat di dalam dirinya sendiri (baca: forma imanen). Forma intrinsik menghasilkan suatu perannya bagi ada yaitu forma dat esse. Esse ada ciptaan disebabkan oleh forma intrinsik yang berlaku sebagai causa formal sehingga causa formal ada –esse adalah formanya. Namun forma intrinsik ada disebabkan oleh causa efisien atau pelaku. Tidak mungkin forma intrinsik ada disebabkan oleh dirinya sendiri karena ada ciptaan bukanlah ada ipsum esse subistens. Maka TUhan- ipsum esse subistens- memberikan forma intrinsik kepada ada sehingga Tuhan- sang agen- menyebabkan ada-ada memiliki esse melalui forma intrinsik. Di sini Tuhan memberikan esse kepada ciptaan bukan dengan causa formal tetapi dengan cara causa efisien. Konsekuensinya: Tuhan adalah causa efisien untuk esse ada ciptaan sementara forma intrinsik merupakan causa formal untuk esse dengan cara forma dat esse sehingga tak pelak esse ciptaan berpartisipasi di dalam ipsum esse subsistens. Distingsi realitas ada ciptaan partisipastif dan ada yang sempurna –ipsum esse subsistens terlihat dan terbukti dari causalitas formal dan causalitas efisien.
Forma intrinsik ada menyebabkan ada memiliki kebaikan formal dan kebaikan eksistensial. Kebaikan formal mengatakan bahwa ada adalah baik adanya karena formanya. Dengan kata lain causa formal kebaikan ada adalah forma intrinsik ada itu sendiri. Forma intrinsik ada memberikan relasi intrinsik kepada kebaikan sehingga ada memiliki kebaikan eksistensial. Tentu saja kebaikan eksistensial ada mengkumandangkan bahwa kebaikan ciptaan memiliki kebaikan dari dirinya sendiri, memiliki kebaikan secara formal sehingga eksistensi ada adalah baik adanya. Jadi dalam konteks forma intrinsik, kebaikan ada bukan terjadi karena kebaikan Tuhan tetapi disebabkan oleh forma intrinsiknya. Oleh karena itu, tak mungkin kebaikan ada secara intrinsik atau secara natura sama dengan kebaikan Tuhan karena Tuhan adalah kebaikan yang tertinggi dan sementara kebaikan ciptaan terbatas.
- Forma ekstrinsik
Forma ada juga bersifat ekstrinsik karena causa eksemplar, artinya forma ada ciptaan merupakan ide-ide yang berasal di dalam pikiran Tuhan. Tuhan sendiri yang mengaktualkan ide-ide-Nya menjadi realitas. Memang ide-ide yang diaktualkan oleh Tuhan menjadi forma intrinsik, jadi di sini Tuhan sebagai causa efisien. Tetapi karena ada merupakan ide-ide yang ada di dalam pikiran Tuhan maka forma ada bersifat ekstrinsik. Forma ekstrinsik memberikan ada kepada suatu imitasi akan ide-ide ilahi. Ada menemukan kepenuhannya di dalam imitasi kepada ilahi yaitu bahwa semakin ada mendekati dan mengikuti yang ilahi semakin ada sempurna dan menemukan makna dirinya. Selain itu, berkat forma ekstrinsik ada bergerak menuju dan memiliki finalitasnya secara kodrati kepada Tuhan sendiri.
Melihat peranan Tuhan sebagai causa efisien dan causa eksemplar maka ciptaan dan Tuhan memiliki keserupaan: Tuhan dan ciptaan memiliki esse. Keserupaan terjadi karena segala yang ada yaitu forma ekstrinsik merupakan ide yang berasal dari pikiran Tuhan (causa eksemplar) seperti sebuah ide yang ada di dalam intelek ilahi, seperti sebuah rumah yang dibangun yang mencerminkan ide yang ada di dalam pikiran arsitek jauh sebelum rumah itu dibangun dan tentu saja ide-ide itu diaktualkan oleh Tuhan pelaku sehingga ada adalah cermin dari pikiran-Nya. Adanya keserupaan antara Tuhan dan ciptaan menunjukkan adanya relasi antara Tuhan sang pencipta dan ciptaan yaitu Tuhan sebagai causa sementara ciptaan adalah efek.
Walaupun ada keserupaan antara ciptaan dan sang Pencipta tetapi realitas forma dat esse menunjukkan bahwa esse ciptaan itu terbatas, tak sempurna karena formalah yang memberikan esse ada ciptaan, bukan adanya yang memberikan esse. Esse ada ciptaan tidak sama dengan esensinya. Sementara Tuhan adalah ipsum esse subsistens yang mana esse-Nya sama dengan esensi-Nya. Dengan demikian esse Tuhan dan esse ciptaan berbeda karena esse ciptaan disebabkan oleh formanya sendiri (forma intrinsik) dan diberikan oleh Tuhan sehingga terjadilah partisipasi: esse ciptaan berpartisipasi di dalam esse Tuhan yang adalah ipsum esse subsistens. Jelas bahwa esse Tuhan dan esse ciptaan adalah sama (forma ekstrinsik) sekaligus berbeda (forma intrinsik): analogi.
Supremasi forma atas materi
Menimang pengertian forma di atas, maka definisi forma menunjukkan fakta bahwa forma memiliki supremasi atas materi. Forma lebih penting daripada materi karena materi ada untuk forma. Ada beberapa alasan yang menjelaskan:
- Forma adalah prinsip esse sesuatu hal (ens): forma est principium essendi atau forma dat esse sehingga forma memberikan dan membatasi esse. Materi itu sendiri juga membatasi dan menetapkan forma sedemikian rupa sehingga materi pun membatasi esse. Memang materi dan forma memiliki peran yang sama terhadap esse tetapi materi memiliki peranan yang demikian karena materi berbagi di dalam esse melalui forma dan materi diaktualkan oleh forma.
- Peranan forma dan materi yang saling terkait satu sama lain menjalin dan menentukan generasi dan korupsi. Generasi berarti mendapatkan suatu esse baru (via ad esse) sementara korupsi ialah hilangnya esse. Maka hal-hal yang terdiri dari materi–forma akan mengalami korupsi ketika mereka kehilangan forma karena forma tersebut menghasilkan esse (forma dat esse). Mereka akan mengalami generasi ketika mereka menerima suatu forma baru dan mengalami kebinasaan ketika kehilangan forma. Makhluk hidup akan mengalami kebinasaaan ketika jiwanya (forma) terpisah dari tubuh.
- Supremasi forma atas materi disebabkan karena forma lebih dahulu daripada materi. Materi adalah suatu potensi ada dan forma sebagai prinsip pengunikan adalah aktualitas sehingga secara natura aktualitas lebih dahulu daripada potensi di dalam realitas. Sebab yang potensial dijadikan aktual hanya oleh sesuatu yang aktual meskipun di dalam hal yang satu dan sama tersebut pada satu waktu adalah potensial dan pada waktu lain adalah aktual yang berdampak bahwa potensi lebih dahulu daripada aktualitas di dalam perihal waktu[8]. Oleh sebab itu, jelaslah bahwa forma lebih dahulu daripada materi dan bukti supremasi forma atas materi karena materi menjadi aktual dan dipahami berkat forma .[9]
- Sebagaimana dikatakan bahwa forma adalah principium essendi, maka forma yang tidak selalu mensyaratkan materi tetapi materi tidak bisa mengada tanpa forma. Hal ini berlaku bagi substansi simple atau substansi immaterial yaitu malaikat bahkan Tuhan.
- Supremasi forma atas materi dapat dimengerti di dalam pemahaman substansi. Ada tiga makna substansi dalam kaitannya dengan materi-forma:
- Yang pertama, substansi berarti materi. Materi disebut substansi bukan karena materi dianggap memiliki eksistensi dari dirinya sendiri, tetapi sebagai yang mampu menjadi ada aktual[10]. Materi mampu menjadi aktual karena forma.
- Yang kedua, substansi berarti forma. Forma juga dikatakan sebagai struktur inteligibel ada sebab struktur intelegibel species berasal dari forma. Forma dimaknai sebagai substansi pertama karena forma adalah sesuatu yang aktual dan forma terpisah dari materi tetapi bukan di dalam realitas. Artinya forma terpisah dari materi di dalam pikiran karena forma dapat dipahami tanpa mengerti materi, tetapi materi tidak dapat dimengerti tanpa memahami forma karena materi dimengerti hanya sebagai potensi terhadap forma[11].
- Yang ketiga, substansi adalah hal yang tersusun materi dan forma (substansi komposisi). Substansi komposisi mengalami generasi dan korupsi karena tersusun dari materi yang adalah potensi dan forma yang adalah aktualitas. Forma dan materi tidak mengalami generasi dan korupsi kecuali oleh sesuatu yang lain yaitu causa efisien. Substansi komposisi hanya memiliki satu forma substansial sehingga ada setiap hal dideterminasi oleh forma substansial. Satu forma substansial memberikan kesempurnaan kepada substansi komposisi dalam level substansial. Jika hal yang satu dan sama memiliki lebih dari satu forma substansial, maka hal itu menjadi bagian dari species yang berbeda secara serentak[12]. Misalnya makhuk yang berjiwa maka speciesnya antara lain mamalia, ikan, reptil dan seterusnya.
Walaupun ada supremasi forma atas materi, tetapi di dalam substansi korporal-komposisi, forma tidak memiliki esse di dalam dirinya sendiri, forma memiliki esse sejauh forma memberikan aktualitas kepada materi. Supremasi forma atas materi berlaku selama ada materi dan forma memberikan aktualitas kepada materi (kecuali substansi immaterial). Dua kondisi berlaku mutlak untuk supremasi forma sehingga tanpa materi, forma bukanlah apa-apa. Kuda adalah kuda bukan hanya formanya atau materinya saja sebagai yang terpisah. Jadi, materi dan forma saling terkait dan berhubungan satu sama lain.
Hubungan keduanya adalah hubungan antara determinasi dan tak tedeterminasi. Jelasnya sebagai berikut: Forma mengaktualkan materi yang adalah potensi yaitu yang tak terdeterminasi sehingga setelah mendapat forma yaitu determinasi maka materi menjadi sesuatu yang telah terdeterminasi. Dengan demikian hubungan materi dan forma adalah hubungan potensi kepada aktus.
[1] Thomas Aquinas, De Principiis Naturae, no. 6
[2] Ibid.
[3] Thomas Aquinas, In Boethii De Hebdomadibus, lect. 2.
[4] Ibid., De potentia, q.9, a.2 ad 9: “Ipsum esse est actualitas omnium rerum et etiam formarum.“
[5] Ibid., V Metaphysic., lec.2, no. 775: “Nam forma dat esse, materia autem recipit”
[6] Ibid., Compendium Theologiae, c. 74: “Esse sequitur formam rei”
[7] Ibid., De Ente et Essentia, c. 5
[8] Lihat supremasi aktus atas potensi
[9] Thomas Aquinas, VII Metaphysics , lec.2, no. 1278
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[12] Thomas Aquinas, VIII Metaphysics, lec. 1, no. 1687
Copyright © 2017 ducksophia.com. All Rights Reserved