Lukisan dengan judul Wachten op de vangst
Manusia yang jujur adalah karya dan ciptaan Tuhan yang paling agung
St. Pius XI
William Butler Yeats mengatakan bahwa kejujuran adalah pola pikir. Mengapa? Sering kali untuk bertindak dan berbuat jujur kita harus berpikir, menimang-nimang lalu baru memilih dan melakukannya. Berpikir dan menimang-nimang dilakukan untuk menghitung untung ruginya jika melakukan kejujuran. Berpikir, menimang-nimang kemudian memutuskan merupakan kinerja atau mekanisme suatu pola pikir.
Pola pikir kejujuran membawa satu hal yang pasti yaitu bahwa kejujuran itu selalu lebih menguntungkan daripada merugikan. Kejujuran pada awalnya bisa menyebabkan suatu bencana, tetapi pada akhirnya mengantar kepada keselamatan bahkan kebahagiaan. Buah kejujuran adalah ketenangan, kedamaian. Sebaliknya, ketidakjujuran (kebohongan) senantiasa menghasilkan kerugian. Pada mulanya, ketidakjujuran bisa membawa sikap tenang, menguntungkan. Namun, pada akhirnya, ketidakjujuran menetaskan malapetaka. Buah ketidakjujuran adalah kegelisahan, kegugupan, bahkan kesengsaraan.
Ketidakjujuran mudah sekali dibungkus kemudian ditampilkan seolah-olah seperti kebenaran. Inilah yang disebut dengan kemunafikan. Faktanya, banyak orang yang hidup di dalam kemunafikan dan ketidakjujuran walaupun akibat dan hasil akhir dari ketidakjujuran telah diketahui. Jadi kejujuran sebagai pola pikir tidak gampang untuk diberitahukan, ditanamkan dan dipindahkan dari pikiran seseorang ke pikiran orang lain.
Pengertian kejujuran
Kejujuran adalah kualitas manusia untuk berkomunikasi (berbicara) dan bertindak yang bersumber kepada kebenaran. Pada dasarnya kejujuran berarti menghidupi kebenaran. Karena menghidupi kebenaran, kejujuran mengukir keselarasan antara kata hati dan kata yang diucapkan, antara kata yang diucapkan dan sikap perbuatan nyata.
Kejujuran melingkup jujur terhadap sesama dan jujur terhadap diri sendiri dan jujur di hadapan Tuhan. Jika seseorang mengakui kesalahannya; jika seseorang selalu berkata dan berbuat benar maka orang tersebut dapat disebut sebagai manusia yang jujur. Tentu saja, menjauhi kejahatan itulah jalan orang jujur; siapa menjaga jalannya, memelihara nyawanya[1]. Maka, di sepanjang jalanan yang dilewati orang jujur, bersemailah nyanyian syair berikut ini:
Orang jujur bertumbuh bagaikan palma,
berkembang bagaikan pohon jati.
Mereka ditanam dekat bait Tuhan,
bertunas di pelataran rumah Allah.
Pada masa tuapun mereka masih berbuah dan tetap subur dan segar
Mereka mewartakan, betapa adilah Tuhan pelindungku,
tak ada kecurangan padaNya[2].
Fungsi kejujuran
Kejujuran merupakan salah satu nilai fundamental yang membangun, menata, dan melangsungkan peradaban manusia. Peradaban manusia dapat berjalan dan berlangsung karena ada kejujuran. Ini dapat dibuktikan dari fungsi kejujuran dalam kehidupan baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Fungsi kejujuran adalah:
- Kejujuran menimbulkan kepercayaan yang menjadi landasan dan pergaulan hidup bersama. Dasar dari segala relasi dan pergaulan adalah kepercayaan. Maka, tanpa kejujuran, orang tidak dapat berelasi, bergaul dan hidup wajar karena tanpa ada kejujuran, tak mungkin ada kepercayaan. Hilangnya kepercayaan dalam pergaulan dan relasi sosial mengakibatkan kecurigaan satu sama lain sehingga kekacauan dalam hidup tak terelakkan. Jadi kejujuran menjadi syarat penting untuk membangun dan menjaga hubungan sosial.
- Kejujuran dapat menjadi modal untuk perkembangan pribadi dan kemajuan kelompok. Berpegang kepada kejujuran, kita bisa mengetahui modal sekaligus menganalisa kekuatan, kelemahan dan pergerakan dan kecenderungan yang dimiliki. Kejujuran merupakan kunci pertama dan langkah awal untuk membangun diri dan kelompok. Maka, bisa dikatakan bahwa kejujuran membawa siapa saja kepada kebijaksanaan. Dan kebijaksanaan adalah kunci kesuksesan. Benarlah kata Thomas Jefferson- presiden Amerika Serikat-: “Kejujuran adalah bab pertama dari kitab kebijaksanaan. “Berkat orang jujur memperkembangkan kota, tetapi mulut orang fasik meruntuhkannya”[3].
- Kejujuran dapat memecahkan persoalan, baik persoalan pribadi maupun persoalan kelompok. Hidup tak mungkin dilepaskan dari aneka konflik dan persoalan. Konflik dan persoalan itu harus dihadapi. Cara menyelesaikan konflik dan persoalan adalah dengan kejujuran. Dengan mengatakan kejujuran, maka segala yang tersembunyi dan tertutup dapat diketahui, dibicarakan lalu dapat dipecahkan. Kejujuran itu membuka sumbat-sumbat yang menjadi akar persoalan dan konflik sehingga kejujuran itu membebaskan diri dari keterkungkungan konflik dan persoalan. Dan tentu saja kejujuran menghapus topeng –topeng gelap yang mengakar di dalam jiwa. Dengan demikian kejujuran bagai lentera yang menerangi kegelapan sehingga di dalam terang lentera semuanya serba jelas. Namun agar dapat menjadi lentera, dibutuhkan keberanian. Kejujuran dan keberanian selalu saling membutuhkan satu sama lain. Siapa yang berbuat jujur pasti mempunyai keberanian dan siapa yang berani pasti ada kejujuran dan kebenaran dalam dirinya.
Kejujuran dalam iman Kristiani
Dalam Matius 5: 37, Yesus berkata:
“Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat”.
Dari ayat-ayat tersebut, Yesus menghendaki perbuatan dan perkataan yang didasarkan pada kenyataan-baca kejujuran- karena bertindak dan mengatakan kejujuran adalah ungkapan cinta kasih dan iman. Bagi orang Kristiani kejujuran adalah dasar/pilar sekaligus tujuan tindakan dan perkataannya. Karena itu, kata-kata dan tingkah laku orang Kristen yang sejati pastilah dapat dipercayai dan diandalkan. Jika ya katakanlah ya, jika tidak katakan tidak. Dan lagi perintah Allah 8 berbunyi: “Jangan berdusta”.
Kejujuran merupakan komitmen akan kebenaran. Komitmen menciptakan identitas diri. Identitas diri itu berupa ketegakan hidup di depan sesama dan yang ilahi. Ketegakan hidup itu selalu memuat kelurusan jiwa. Jiwa lurus akan terpancar pada pembawaan dan penampilan. Pembawaan dan penampilan yang teratur dan indah adalah cermin dari jiwa yang melukis kejujuran.
Berkat identitasnya yang terbentuk dari komitmen akan kebenaran, orang jujur bisa diandalkan, dipercaya dan diperhitungkan karena meski diterpa aneka perubahan, kejujuran dirinya tetap tak tergoyahkan dan tak berubah. Kejujuran sebagi identitas telah terpatri dan terukir dalam jiwa dan hatinya. Ukiran kejujuran dalam jiwa tak mungkin lagi dihapus dan dihilangkan. Orang jujur tak pernah goyah, ia akan dikenang selama-lamanya[4].
Maka, orang jujur selalu bisa mempertanggungjawabkan perbuatan. Orang yang mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya adalah orang baik. Dari orang baik terbitlah kehidupan yang baik pula. Kata Thomas Aquinas: “Zaman baik atau buruk biarlah, asal hidup kita baik zaman akan menjadi baik. Sebab kitalah pembuat zaman itu”.
Kemunafikan menjungkirbalikkan prinsip, mekanisme dan logika kejujuran. Di dalam kemunafikan, penampilan ditampakkan harmoni dan keren supaya orang percaya bahwa jiwanya lurus padahal apa yang ditampilkan hanya sebuah tipuan dan omong kosong. Lewat kemunafikan pula, orang menampilkan kata-kata yang indah dan menghibur supaya orang lain percaya bahwa apa yang dikatakan dan dibuat adalah cetusan keaslian dirinya. Kemunafikan itu selalu memakai topeng dan mudah sekali berkamuflase seperti bunglon demi keuntungan diri sendri tanpa mempedulikan kebenaran. Akibatnya, kebohongan dan kemunafikan menghapus identitas diri. Tanpa identitas diri berarti sama dengan orang yang membangun rumah di atas pasir. Ketika angin dan badai datang, maka hebatlah kerusakan yang terjadi pada rumah itu. Dan “Orang yang bicara dusta tidak bertahan dalam pandangan TUhan” [5].
Kemunafikan dan kebohongan mudah sekali bersarang di dalam agama. Banyak orang yang mengaku dirinya orang beragama namun kenyataannya selalu mengingkari kebenaran. Mayoritas kehidupan negara Indonesia penuh dengan korupsi padahal pengakuan diri sebagai bangsa religius selalu didegungkan. Kebohongan dan kemunafikan dalam wadah korupsi merembes ke semua lapisan termasuk para pengikut Kristus sendiri. Herannya para pelaku korupsi itu adalah orang –orang yang rajin berdoa dan ke gereja bahkan sebagai pemimpin. Bukan mau menghakimi dan meremehkan, tetapi sekedar untuk mengusik hati: apakah kejujuran itu sudah menjadi ukiran di dalam hidup iman?
Apa pun yang terjadi, ketika kebenaran yang menjadi jiwa kejujuran dikhianati dan ditolak, malapetaka pun tak terhindarkan baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Kemunafikan dan kebohongan merupakan suatu pengkhianatan terhadap diri sendiri, sesama dan Tuhan. Di dalam kebohongan, kebenaran dibungkam, keadilan terkikis dan kesejahteraan tak pernah bertumbuh. Tak mengherankan kalau sikap kemunafikan selalu dikecam dengan keras oleh Yesus. “Celakalah hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran”. (Matius 23: 27)
Penutup
Kehidupan itu dapat berkilau-kilau dan sejernih kristal atau seburam lumpur. Tangan kitalah yang membuat kehidupan ini sebersih dan sejernih kristal atau berlumpur dan tak jelas. Kejujuran adalah tangan yang membuat hidup ini sejernih kristal karena kejujuran adalah jalan terang kehidupan yang terbaik. Jalan orang jujur lurus, Tuhan merintis jalan lurus baginya (Yesaya, 26-12). Kita harus mengikuti jalan terang kejujuran supaya kita meraih kedamaian, kebahagiaan dan Tuhan sendiri. Maka, di jalan terang kehidupan nyanyian sukacita orang jujur bergema indah: “Ketulusan dan kejujuran kiranya mengawal aku, sebab aku menanti-nantikan Engkau, Tuhan [6]”. Akhirnya, ada yang bertanya:
siapa di antara kita dapat bertahan dekat api yang membasmi,
siapa di antara kita dapat tinggal dekat nyala api abadi?
Ada yang menjawab:
Yang hidup jujur dan berbicara benar
Yang tidak memeras dan tidak mau disuap
Yang tidak suka mendengar rencana pembunuhan
Yang menutup mata agar tidak melihat kejahatan
Orang itu akan hidup aman sentosa
Kediamannya dalam benteng yang kuat
Makanan tersedia, minuman terjamin[7]
Mengenang keteladanan sikap jujur
Jenderal Hoegeng
[1] Amsal 16:17
[2] Mazmur 91
[3] Amsal 11: 11
[4] Bdk. Mazmur 112: 6
[5] Bdk. Mazmur 101: 7
[6] Mazmur 25: 1
[7] Yesaya 33 : 14-16
Copyright © 2016 ducksophia.com. All Rights Reserved